Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kadek Agung Sedih Bali United Kebobolan Di Menit Akhir
Olahraga
24 jam yang lalu
Kadek Agung Sedih Bali United Kebobolan Di Menit Akhir
2
Madura United Persembahkan Kemenangan Untuk Suporter
Olahraga
24 jam yang lalu
Madura United Persembahkan Kemenangan Untuk Suporter
3
PSSI Terima Kasih pada Suporter Yang Dukung Timnas Indonesia
Olahraga
21 jam yang lalu
PSSI Terima Kasih pada Suporter Yang Dukung Timnas Indonesia
4
Rizky Akan Terus Jaga Performa Menuju Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
20 jam yang lalu
Rizky Akan Terus Jaga Performa Menuju Olimpiade 2024 Paris
5
Riski Afrisal Langsung Fokus Penuh Untuk Laga Leg Kedua
Olahraga
24 jam yang lalu
Riski Afrisal Langsung Fokus Penuh Untuk Laga Leg Kedua
6
Borneo FC Sudah Tampilkan Yang Terbaik, Angga Saputro: Masih Ada Peluang
Olahraga
23 jam yang lalu
Borneo FC Sudah Tampilkan Yang Terbaik, Angga Saputro: Masih Ada Peluang
Home  /  Berita  /  Peristiwa

Sentil MenLHK Siti Nurbaya soal Deforestasi, Demokrat: Logika Rusak

Sentil MenLHK Siti Nurbaya soal Deforestasi, Demokrat: Logika Rusak
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. (Foto: Istimewa)
Jum'at, 05 November 2021 00:50 WIB

JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat, Irwan mengkritik pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya yang menyatakan pembangunan besar-besaran di era Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon ataupun deforestasi.

Menurutnya, cara berpikir Siti sesat. Bahkan, dia menilai logika berpikir Siti dalam pernyataan itu rusak. "Pernyataan Menteri LHK terkait pembangunan besar-besaran era Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi itu sebuah kesesatan berpikir. Logikanya rusak kalau sudah seperti itu," kata Irwan dilansir GoNews.co dari CNNIndonesia.com, Kamis (4/11/2021).

Ia meminta Siti segera menarik pernyataan tersebut. Menurut Irwan, pernyataan Siti itu hanya membuat malu Indonesia di tengah komitmen dunia menjaga bumi dan membicarakan etika lingkungan (environmental ethics).

Irwan berpendapat komitmen dunia melalui KTT Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP) ke-26 di Glasgow, Skotlandia untuk menghentikan deforestasi dan kerusakan lahan pada 2030 seharusnya direspons Indonesia dengan memoratorium segala izin usaha pemanfaatan hasil hutan, izin pinjam pakai juga perubahan fungsi, dan peruntukan kawasan hutan.

Bicara pembangunan besar-besaran di era Jokowi, lanjut dia, ruang wilayahnya seharusnya tuntas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional sejak periode pertama.

Menurutnya, kawasan budidaya non kehutanan sebagai ruang pembangunan nasional dan daerah seharusnya sudah teralokasi untuk puluhan tahun mendatang. "Siti Nurbaya tidak boleh jadikan jalan-jalan di dalam kawasan hutan Kalimantan dan Sumatera serta desa-desa dalam kawasan hutan untuk menolak zero deforestation 2030," ujarnya.

"Faktanya sejak 2014 sampai hari ini Siti tidak menuntaskan permasalahan jalan-jalan serta desa itu keluar dari dalam kawasan hutan padahal dalam RTRW provinsi dan kabupaten sudah diusulkan perubahan sejak sebelum tahun 2014," imbuh Irwan.

Atas dasar itu, dia menilai, Kementerian LHK tidak serius menyelesaikan masalah jalan-jalan dalam kawasan hutan dan masalah tenurial kawasan hutan sampai saat ini.

Kementerian LHK, menurutnya, susah mengubah kawasan hutan untuk kepentingan jalan dan desa-desa dalam kawasan hutan. Beda halnya jika untuk izin pinjam pakai yang sangat cepat dikeluarkan.

"Menteri bicara kosong. Jatam justru menilai Siti merupakan menteri yang paling banyak mengobral izin pinjam pakai kawasan hutan. Berdasarkan data pemerintah, secara nasional sejak tahun 2001 ada 1.034 unit IPPKH seluas 499.655,57 hektare dan IPPKH yang terbit di era Siti Nurbaya justru seluas 266.400 hektare," tuturnya.

Sebelumnya, Siti menyatakan pembangunan besar-besaran di era Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon ataupun deforestasi.

Hal tersebut diungkap Siti saat memenuhi undangan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11). Siti menyatakan FoLU Net Carbon Sink 2030 tak bisa diartikan sebagai nol deforestasi (zero deforestation).

Ia menegaskan hal tersebut perlu dipahami semua pihak atas nama kepentingan nasional. Melalui agenda FoLU Net Carbon Sink, katanya, Indonesia menegaskan komitmen mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan sehingga terjadi netralitas karbon sektor kehutanan (di antaranya berkaitan dengan deforestasi) pada tahun 2030.

"Bahkan pada tahun tersebut dan seterusnya bisa menjadi negatif, atau terjadi penyerapan/penyimpanan karbon sektor kehutanan. Oleh karena itu pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi," tegas Siti dalam siaran persnya, Rabu (3/11).

Siti pun mengklaim dengan menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk ketetapan nilai dan tujuan (values and goals establishment), serta membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.

Ia menyatakan kekayaan alam Indonesia termasuk hutan harus dikelola untuk pemanfaatannya menurut kaidah-kaidah berkelanjutan. Di samping itu, sambungnya, tentu saja harus berkeadilan.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Peristiwa, Pemerintahan, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/