Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
Olahraga
6 jam yang lalu
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
2
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
Olahraga
6 jam yang lalu
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
3
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
5 jam yang lalu
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
4
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
Umum
4 jam yang lalu
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
5
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
Olahraga
4 jam yang lalu
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
Home  /  Berita  /  Politik

Soal UU Cipta Kerja, Syarief Hasan Koreksi Keras Proses Legislasi

Soal UU Cipta Kerja, Syarief Hasan Koreksi Keras Proses Legislasi
Wakil Ketua MPR RI, Syarief hasan. (Foto: Istimewa)
Sabtu, 27 November 2021 18:15 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan Undang-undanh (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 sehingga dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

MK memerintahkan kepada pembentuk UU agar segera merevisi UUCK sampai batas 2 (dua) tahun semenjak putusan ini dibacakan. Jika tidak ada revisi sampai batas waktu yang ditentukan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional permanen dan batal demi hukum.

"Sejak awal Partai Demokrat protes keras baik terbuka maupun Paripurna DPR atas UU Cipta Kerja ini dan menyatakan bahwa cacat formil dan materil. Secara prosedural, pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan mekanisme pembentukan UU yang baik. Substansi UU Cipta Kerja juga banyak bertentangan dengan kehendak rakyat, mengorbankan kepentingan umum. Jadi, apa yang diputuskan MK ini menjadi bukti bahwa pemerintah dan DPR memang tidak proper dalam menyusun legislasi," ungkap Syarief dalam keterangannya, Sabtu (27/11).

Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini berpandangan, seharusnya pemerintah dan DPR tidak boleh memaksakan kehendak mengagendakan legislasi yang tidak punya pijakan konstitusionalnya.

UU Cipta Kerja menggunakan metode omnibus law bukanlah tradisi dan sistem hukum yang dianut oleh bangsa ini. Sebagai hal yang baru, pembentukan UU Cipta Kerja jelas-jelas sebuah pemaksaan yang tidak berdasar. Putusan MK ini adalah bentuk koreksi untuk menegakkan konstitusionalitas dan tata bernegara yang baik.

"Jika membaca Amar Putusan MK yang memerintahkan penangguhan segala bentuk kebijakan atau tindakan strategis dan berdampak luas, serta penerbitan peraturan pelaksana yang baru, tindakan ngotot pemerintah dan DPR yang mengesahkan UU Cipta Kerja jelas menimbulkan kebingungan hukum. Bagaimana dan apa resikonya, misalkan, peraturan pelaksana yang sudah dibuat tidak mencakup hal-hal tertentu, yang harusnya butuh regulasi baru?" tanya Syarief.

Karena itu, Syarief menilai, pemerintah harus segera memutuskan adanya revisi atas UU Cipta Kerja sebagai imbas dari adanya Putusan MK ini. Ini soal kepastian hukum yang ditunggu oleh semua orang, pemerintahan, masyarakat, maupun dunia usaha.

Jika pemerintah sering mengklaim UU Cipta Kerja sebagai terobosan mengurai kendala perizinan berusaha, maka segeralah memastikan adanya kepastian hukum. Jika pemerintah lambat merespon, maka yang ada hanyalah kekacauan hukum dan dunia berusaha.

"Saya berkali-kali menyarankan agar pemerintah dan DPR taat asas dan prosedur dalam pembentukan legislasi. Dengarlah suara rakyat. Sebagai negara demokrasi, pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap kritik dan masukan dari partai non koalisi dan masyarakat," pungkas Syarief.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/