Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
23 jam yang lalu
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
2
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
Pemerintahan
23 jam yang lalu
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
3
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
Olahraga
21 jam yang lalu
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
4
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Olahraga
21 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
5
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Olahraga
17 jam yang lalu
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
6
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
Umum
17 jam yang lalu
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
Home  /  Berita  /  Nasional

Penerima Resilience Fellow 2021 Ungkap Ekstorsi di Industri Sawit Nasional

Penerima Resilience Fellow 2021 Ungkap Ekstorsi di Industri Sawit Nasional
Suasana webinar tentang sawit gelaran WWG, Senin, 27 Desember 2021. (foto: ist.)
Selasa, 28 Desember 2021 14:54 WIB
DEPOK - Penerima Resilience Fellow 2021 yang juga aktivis social justice Nukila Evanty menyatakan, perkebunan sawit memang berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja, tapi dampak negatifnya juga tak sedikit. Hal tersebut Ia sampaikan dalam webinar 'Mengungkap Dampak Bisnis Industri Sawit' yang digelar kelompok masyarakat Women Working Group (WWG), Senin (27/12/2021).

Saat dikonfirmasi GoNEWS.co dari Depok, Jawa Barat, Selasa (28/12/2021), Nukila menjelaskan, dampak buruk perkebunan sawit setidaknya terpotret dari beberapa fakta yang Ia temukan di lapangan, utamanya soal ketakutan.

"Saya ke lapangan, masyarakat ternyata tidak sejahtera. Mereka ketakutan, masa depan nggak ada, harga diri mereka jatuh, mereka tertekan, mereka diancam jika melawan," kata Nukila.

Yang terjadi di industri sawit saat ini, ungkap Nukila, adalah apa yang disebut dengan ekstorsi (extortion) atau, "Hidup dalam ketakutan karena ancaman terhadap kehidupan atau mata pencaharian mereka, atau menderita kerusakan dan kehancuran harta benda mereka, reputasi mereka atau cara hidup mereka."

Fakta di lapangan, ungkap Nukila, "Terlalu sedikit tindakan dari pihak berwenang untuk mengakhiri ekstorsi, mengatasi penyebabnya dan membantu banyak orang yang menderita karenanya,".

"Kurangnya tindakan yang efektif telah memperburuk penderitaan orang – secara fisik, psikologis dan ekonomi. Kerugian yang lebih luas di masyarakat termasuk penggusuran paksa, perampasan tanah dan hilangnya tanah leluhur," sambung Nukila.

Di antara yang paling rentan, kata Nukila, adalah masyarakat adat, generasi muda bangsa dan kalangan minoritas. "Kurangnya tindakan pemerintah berarti banyak orang hanya bersikap nrimo bahwa ekstorsi hanya sebagai hambatan lain yang mereka hadapi sebagai bagian dari hidup mereka,".

"Orang yang menjadi sasaran ekstorsi berhak mendapatkan bantuan (remedy) tanpa rasa takut," tandas Nukila.

Turut diundang dalam webinar tersebut, Kepala Badan Keahlian DPR RI, Direktur Eksekutif Konsil LSM Indonesia dan Direktur Jenderal HAM KemenkumHAM RI (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia).

Dirjen HAM KemenkumHAM RI Mualimin Abdi dalam webinar tersebut juga menyoroti soal dampak negatif industri sawit bagi masyarakat adat, diantaranya terkait dengan konflik lahan. Karenanya, kata Mualimin, pemerintah mendorong pemajuan HAM bagi masyarakat adat melalui Rencana Aksi Hak Asasi Manusia (Ranham).***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:Umum, Ekonomi, Nasional, DPR RI, Jawa Barat
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/