Seruan Moral DGP dan Pembumian Ajaran Rasul Paulus di Papua
Penulis: Lukas Aksana
Sehingga, bisa dikatakan seruan moral adalah seruang yang mengajak pada persatuan, harmonisme, saling asih dan memperkuat kohesifitas dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Selain tidak tepat disebut sebagai seruan moral pernyataan DGP yang sarat dengan nada fitnah pada pemerintah, menguatkan fanatisme kesukuan, rasisme, serta menabur bibit-bibit konflik vertikal dan horisontal juga bertentangan dengan firman-firman Tuhan. Sebagai seorang gembala; DGP yang sejatinya mewakili Tuhan demi mengajar Domba-domba Baik, sudah sangat jauh dari prinsip firman juga sangat sumir dari nilai-nilai ke-Kristenan.
DGP Bertentangan dengan Ajaran Paulus.
Apabila DGP dikaitkan dengan ajaran Rasul Paulus (3– 67 M) yang diakui sebagai tokoh penting dalam penyebaran dan perumusan ajaran ke-Kristenan yang bersumber pada ajaran Yesus Kristus DGP sudah sangat jauh menyimpang. Hal itu tercermin pada surat-surat yang ia tuliskan serta ajaran-ajaran kasih yang ia sampaikan. Dalam konteks masalah kebangsaan, kita dapat melihat bagaimana Rasul Paulus menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan rasialisme, penindasan dan kelaliman yang dilakukan oleh pemerintahan Roma.
Sebagaimana tercermin dalam surat Rasul Paulus, Roma 13:1-7, Rasul Paulus mengatakan bahwa tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah dan pemerintah-pemerintah yang ada ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya akan mendatangkan hukuman atas dirinya.
Dari pernyataan Rasul Paulus di atas, kita bisa membaca bahwa sikap-sikap DGP yang senantiasa berusaha menyulut konflik, permusuhan dan perlawanan (baca : pemberontakan) pada pemerintah yang selama ini telah berusaha untuk menjaga keamanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, merupakan bentuk perlawanan yang jelas yang dilakukan oleh DGP pada ajaran-ajaran Rasul Paulus dan merupakan bentuk pengingkaran pada ketentuan-ketentuan Tuhan.
Bahkan, andaipun ada penindasan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua, Rasul Paulus tidak mengajarkan kita semua untuk membalasnya dengan perbuatan jahat yang serupa.
Mukjizat Rasul paulus tercermin dalam konsili Nicea 325 M yang menggambarkan kondisi pemerintahan Roma yang lalim dan menindas untuk kemudian menjadi orang-orang percaya.
Konsili yang melibatkan hampir semua keusukupan itu telah membuktikan bahwa kasih adalah solusi terbaik orang – orang yang percaya.
Disini jelas tergambar bagaimana pertentangan semua narasi para tokoh DGP yang cenderung memecah-belah serta memicu konflik yang berakibat rusaknya tatanan sosial, pertikaian dan peperangan yang tidak perlu antara sesama anak bangsa yang berakibat distabilitas wilayah yang berakibat pada penambahan jumlah pengungsi.
Padahal pada waktu yang bersmaan negara kesatuan Republik Indonesia bukanlah Roma dan tidak melakukan hal-hal yang dilakukan oleh pemerintahan Roma. Dalam Efesus 4: 31-32 dikatakan,
“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Alkhasil, seruan moral DGP sejatinya dijadikan sebagai momentum untuk sama-sama memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, menguatkan nilai-nilai persatuan serta persaudaraan, menjaga martabat kemanusiaan dan membangun fondasi kehidupan masyarakat agar makin harmonis.
Namun sayang, seruan moral DGP yang dimulai dengan firman-firman Yesus yang menyejukkan dipakai hanya untuk mengejar kepentingan politik sesaat, tanpa memedulikan akibatnya; mengorbankan para domba-domba yang digembalakan atas nama memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan, menimbulkan perpecahan sesama anak bangsa dan lebih ironis lagi seruan moral DGP makin memperburuk kondisi sosial dan keamanan di Papua! Dan menjadikan DGP sebagai organisasi yang makin menjauhkan Jemaat dari pembumian keindahan dan kesejukan ajaran Rasul Paulus. Shalom~shalom, imanuel! Semoga Tuhan sayang sio semua.
Penulis: Lukas Aksana, Director Of Religion and Peace Building, Papua.