Wapres Minta Fatwa Ganja untuk Medis, Ini Respon MUI
Penulis: Muslikhin Effendy
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pada hari Selasa (28/6/2022) memang Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI hadir dalam rapat pimpinan MUI.
"Dalam kesempatan tersebut muncul pertanyaan wartawan tentang wacana legalisasi ganja medis. Wapres disitu menjawab pertanyaan dengan berharap agar MUI segera mengluarkan Fatwa," ujarnya, Rabu (29/6/2022) melalui siaran pers yang diterima GoNews.co di Jakarta.
"Kami mengapresiasi harapan tersebut dan akan menindaklanjuti dengan pengkajian komperehensif dalam perspektf keagamaan. Kita akan kaji, yang intinya MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik," tambahnya.
Masih kata Asrorun Niam Sholeh apakah nantinya bentuknya dengan sosialisasi fatwa yang sudah ada atau dengan penguatan regulasi, rekomendasi untuk peyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru. "Nanti akan kita lihat secara utuh. Terlebih UU 35/2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan," ujarnya.
Fatwa menurut Asrorun Niam Sholeh, adalah jawaban keagamaan atas masalah yang muncul di tengah masyarakat. Hingga hari ini, MUI belum menerima pertanyaan dan permohonan fatwa secara resmi dari para pihak terkait dengan masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis.
"Harapan Wapres tersebut bisa menjadi salah satu permintaan untuk merespons dinamika yang terjadi di masyarakat, yang dalam bahasa fikih sebagai istifta. Perlu disampaikan, dalam Islam, setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. Dan ganja termasuk barang yang memabukkan. Karenanya mengonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan," tandasnya.
Akan tetapi kata Dia jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar'i, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat dan kondisi terntentu. Karenanya, perlu ada kanjian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. "Kita akan mengkaji substansi masalah terkait dg pmasalahan ganja ini; dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yg ditimbulkan. Sebelumnya, MUI sudah pernah menetapkan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan," urainya
Adapun Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Nikotin adalah sbb:
1. Pada dasarnya, hukum mengkonsumsi nikotin adalah haram, karena membahayakan kesehatan.
2. Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat.
3. Penggunaan nikotin sebagai sebagai bahan obat yang dibuat dalam bentuk permen, seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat dan sangat dimungkinkan terjangkau oleh anak-anak hukumnya haram, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan.
4. Mengonsumsi sesuatu berbahan aktif nikotin di luar kepentingan pengobatan hukumnya haram.
"Untuk itu, MUI akan melakukan pengkajian, apakah diskusi soal ganja untuk medis ini bisa dianalogkan dengan fatwa tentang nikotin ini atau berbeda. Kami akan kaji," pungkasnya.***
Kategori | : | Peristiwa, Pemerintahan, DKI Jakarta |