Jika AS Resesi, Ini yang Mungkin Terjadi di Indonesia
JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kepada wartawan, Senin (4/7/2022), terdapat beberapa risiko yang harus dihadapi Indonesia terkait ancaman resesi AS.
Pertama, keluarnya modal asing. Kata Bhima dalam lansiran kompas yang dikutip GoNEWS.co, "Investor asing cenderung mengalihkan dana ke aset yang aman, memicu capital outflow di emerging market."
Baca Juga: PPKM Lanjut sampai Akhir Agustus 2021, Indonesia Diramal Bakal Resesi Lagi
Baca Juga: DPR: Jika Penyaluran Dana PEN Lambat, Dampak Resesi Sulit Ditanggulangi
Kedua, penyempitan likuiditas akibat terjadinya perebutan dana antara pemerintah dan bank. Bank yang tengah mengejar pertumbuhan kredit terganjal dengan kenaikan tingkat suku bunga. Menurutnya, perebutan dana antara pemerintah dan bank dalam menjaga tingkat pembiayaan defisit anggaran akan membuat dana deposan domestik berpindah ke SBN (surat berharga negara).
Ketiga, kenaikan suku bunga Fed rentan diikuti kenaikan tingkat suku bunga di negara berkembang. Sementara tidak semua konsumen dan pelaku usaha siap menghadapi kenaikan bunga pinjaman.
Baca Juga: Pemerintah Harus Memiliki Sense of Crisis Menghadapi Resesi Ekonomi Akibat Pandemi
Baca Juga: Senayan Bahas Resesi di 'Live IG'
"Imbasnya proyeksi permintaan konsumen rumah tangga bisa kembali menurun dan pelaku usaha akan terganggu rencana ekspansinya. Kredit perumahan dan kendaraan bermotor juga sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga," jelas Bhima.
Keempat, imported inflation atau inflasi akibat membengkaknya biaya impor bahan baku dan barang konsumsi. Situasi itu dipicu pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Baca Juga: Lebih Heroik Mengawal Stimulus di Tengah Pandemi dan Resesi
Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Serius Berdayakan UMKM Ditengah Ancaman Resesi
"Beban biaya produksi terutama bagi perusahaan yang bahan bakunya bergantung pada impor dapat berisiko melemahkan PMI manufaktur," pungkasnya.
Sebelumnya, The Fed menaikkan suku bunga 75 basis poin (bps) pada 15 Juni. Forbes melansir, tindakan ini meningkatkan risiko kesalahan kebijakan: jika The Fed terlalu ketat dalam mencoba mengekang inflasi, hal itu dapat secara tidak sengaja memperlambat ekonomi sehingga menyebabkan resesi daripada pendaratan yang 'lunak'.
Baca Juga: Indonesia Resesi, 5 Juta Pengangguran Baru Bakal Lahir
Baca Juga: Gawat... Kata Kemenkeu, Indonesia Sudah Resesi
Ketua Fed Jerome Powell mengakui hal itu pada minggu berikutnya dalam kesaksian di hadapan Komite Perbankan Senat AS. Ketika ditanya apakah langkah The Fed dapat menyebabkan resesi, dia menjawab, "Ini sama sekali bukan hasil yang kami inginkan, tetapi itu pasti sebuah kemungkinan."***
Editor | : | Muhammad Dzulfiqar |
Kategori | : | Ekonomi, Nasional, Internasional, DKI Jakarta |