Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Semangat Claudia Scheunemann untuk Garuda Pertiwi
Olahraga
12 jam yang lalu
Semangat Claudia Scheunemann untuk Garuda Pertiwi
2
Borneo FC Jalani Latihan Perdana Hadapi Championship Series
Olahraga
11 jam yang lalu
Borneo FC Jalani Latihan Perdana Hadapi Championship Series
3
Bali United Fokus Persiapan Leg Pertama Championship Series
Olahraga
12 jam yang lalu
Bali United Fokus Persiapan Leg Pertama Championship Series
4
Tak Kesulitan Adaptasi, Sonny Stevens Pernah Jadi Striker
Olahraga
11 jam yang lalu
Tak Kesulitan Adaptasi, Sonny Stevens Pernah Jadi Striker
5
Elias Dolah Ingin Belajar Surfing
Olahraga
11 jam yang lalu
Elias Dolah Ingin Belajar Surfing
6
Ketum PITA: Tiga Penghargaan Bappenas Bukti Kinerjanya Heru di DKI Moncer
Pemerintahan
12 jam yang lalu
Ketum PITA: Tiga Penghargaan Bappenas Bukti Kinerjanya Heru di DKI Moncer
Home  /  Berita  /  Peristiwa

Keluarga Eks Pangkostrad Letjen (Purn) Kemal Idris Diduga Jadi Korban Mafia Tanah

Keluarga Eks Pangkostrad Letjen (Purn) Kemal Idris Diduga Jadi Korban Mafia Tanah
Ketua Majelis Hakim PN Jaksel Muhammad Ramdes dan Panitera, Puji, saat melakukan Sidang Pemeriksaan Setempat (SPS) di Jl. Duta Indah I No. 1, Pondok Pinang, Jakarta Selatan.(Foto: Istimewa)
Senin, 22 Mei 2023 19:11 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Keluarga mantan Pangkostrad Letnan Jenderal (Purn) Kemal Idris, diduga menjadi korban mafia tanah. Rumah warisan yang terletak di Jl. Duta Indah I No. 1, Pondok Pinang, Jakarta Selatan itu, dikuasai pihak lain.

Padahal, kedua anaknya, merasa tidak pernah menandatangani kesepakatan dengan pihak yang kini menguasai aset seluas 1.061 m2 tersebut.

Peristiwa ini bermula ketika dua anak almarhum Letjen (Purn) Kemal Idris, yakni Firrouz Muzzaffar Idris dan Anggreswari Ratna Kemalawati yang merupakan ahli waris, hendak menjual rumah tersebut pada 2017.

Dimediatori pegawai agen property Firly Amalia, rumah itu rencananya akan dibeli oleh Rio Febrian. Pada 18 Oktober 2017, Sertipikat Hak Milik No. 192 milik Firrouz dan Anggreswari, serta dokumen lainnya diserahkan ke kantor Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro, di Jalan Radio IV No.1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Itu notaris yang ditunjuk Rio. Di sana, KTP saya dipinjam, lalu dibawa ke ruangan, dan kemudian dikembalikan. Saya nggak ikut. Setelah itu, sertipikat rumah yang dibawa ke ruangan," ujar Anggreswari, di kediaman almarhum ayahnya, Senin (22/5/2023).

Sertifikat itu kemudian ditahan, dengan alasan untuk dicek statusnya ke kantor BPN Jakarta Selatan.

Anggreswari yang datang bersama sepupunya, hanya diberikan tanda terima, yang ditandatangani pegawai Notaris RA Mahyasari, bernama Jamilah. "Saya bilang, kalau Mahyasarinya nggak ada, lebih baik sertipikat saya bawa dulu. Namun Rio dan Firly meyakinkan bahwa sertipikat itu aman. Cuma dipinjam untuk ngecek ke BPN," tuturnya.

Kemudian, pada 3 November, Anggreswari bertemu dengan Rio di Victoria Cafe Pondok Indah II, untuk menandatangani perjanjian kesepakatan jual beli. Harga yang disepakati sebesar Rp 38 miliar.

Penandatangan dilakukan di bawah tangan, tanpa adanya akte notaris. Alasannya, sertipikat masih belum atas nama ahli waris, dan masih atas nama orang tua ahli
waris, yaitu almarhumah Herwi Nur Bandiani, istri Kemal Idris. "Bapak memang selalu mengatasnamakan aset dengan nama ibu," beber Anggreswari.

Selanjutnya, pada 9 November 2017, Anggreswari dan Firrouz bertemu kembali dengan Rio, di Plaza Indonesia. Di sana, Rio mentransfer uang sebesar Rp 500 juta sebagai tanda keseriusannya sebagai pembeli. Namun, setelah pertemuan itu, tidak ada kabar lanjutan soal jual beli itu dari Rio.

Pada 27 Desember 2017, tiba-tiba ada orang yang datang dan hendak masuk ke rumah Letjen (Purn) Kemal Idris. Dia mengaku telah membeli rumah tersebut. "Padahal kami, para ahli waris belum menandatangani akte jual-beli atau surat apa pun di Notaris, dan hanya menitipkan Sertipikat Hak Milik kepada Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro," ucap Anggreswari, yang juga didampingi Firrouz, dalam sesi wawancara.

Pada hari itu juga, para ahli waris datang ke kantor Notaris Mahyasari untuk menanyakan hal tersebut. Namun, tutup karena libur akhir tahun. Anggreswari kemudian kembali mendatangi kantor Notaris Mahyasari pada 4 Januari 2018 untuk mengambil sertipikat yang dititipkan sekaligus membatalkan rencana PPJB dengan Rio Febrian.

Namun, Mahyasari menolak. Sebab, menurut dia, telah dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan PT. Capital Investasi Artha, dengan PPJB No. 6 tanggal 6 November 2017. Disebutkan, PT. Capital Investasi Artha membeli rumah itu dengan harga Rp 12 miliar.

"Padahal saya dan kakak saya tidak pernah sekalipun bertemu dengan Notaris RA. Mahyasari dan PT Capital Investasi Artha untuk menandatangani perjanjian apa pun. Bertemu saja tidak, apalagi tanda tangan. Kami juga tidak menerima uang sepeser pun," tegasnya.

PT Capital kemudian mengirimkan somasi kepada Anggreswari pada 7 Februari 2018, dan memerintahkannya untuk mengosongkan rumah. Namun, Anggreswari menolak, karena merasa tidak pernah meneken kesepakatan dengan perusahaan tersebut.

Di lain sisi, PT Capital melaporkan Rio Febrian dan atasannya, Erwin Sugiharto ke polisi atas tuduhan penipuan. PN Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan vonis 4 tahun dan denda Rp 5 miliar dengan subsider dua bulan kurungan pada 2019.

"Hakim juga memerintahkan JPU mengembalikan sertipikat kami dari Notaris RA. Mahyasari. Namun sampai sekarang, lima tahun, belum dikembalikan," beber Anggreswari.

Berdasarkan kesimpulan sidang Majelis Pengawas Notaris (MPN), Notaris RA. Mahyasari juga diminta membatalkan PPJB Nomor 6 tanggal 6 November 2017 yang
sudah ditandatangani oleh PT Capital Investasi Artha. "Kami hanya ingin Sertipikat rumah kami yang dititipkan ke Notaris Mahyasari dikembalikan. Kami tidak punya urusan dengan yang lain, termasuk PT Capital," pintanya.

Karena itu, Anggreswari dan Firrouz melalui kuasa hukumnya, Yayan Riyanto dan Verridiano L F Bili, mengajukan gugatan perdata ke PN Jakarta Selatan pada 25 Juli 2022.
Yang digugat adalah Mahyasari (tergugat I), Rio Febrian (tergugat II), PT. Capital Investasi Artha (tergugat III), Firly Amalia (turut tergugat I), dan Kepala Kantor ATR/BPN Jaksel (turut tergugat II).

Hari ini, dilakukan Sidang Pemeriksaan Setempat (SPS), di objek tersebut. Hadir Ketua majelis Hakim Muhammad Ramdes dan Panitera Puji. "Kami berharap gugatan ini dikabulkan majelis hakim. Klien kami hanya ingin sertifikatnya dikembalikan, karena mereka tidak pernah menandatangani apa pun dan tidak menerima uang sepeser pun. Notaris Mahyasari ini yang lalai sehingga menyebabkan peristiwa ini. Ini yang kami kejar," tegas Yayan.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/