Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
Olahraga
12 jam yang lalu
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
2
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
Olahraga
12 jam yang lalu
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
3
Persebaya Ingin Menang dengan Kebanggaan di Laga Terakhir
Olahraga
12 jam yang lalu
Persebaya Ingin Menang dengan Kebanggaan di Laga Terakhir
4
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
Olahraga
13 jam yang lalu
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
5
Beri Kesempatan Pemain Minim Bermain, Marcelo Rospide Fokus Strategi Hadapi Persebaya
Olahraga
12 jam yang lalu
Beri Kesempatan Pemain Minim Bermain, Marcelo Rospide Fokus Strategi Hadapi Persebaya
6
Aditya dan Novendra Melejit, Temur Kuybakarov Terlempar dari Klasemen Sementara
Olahraga
8 jam yang lalu
Aditya dan Novendra Melejit, Temur Kuybakarov Terlempar dari Klasemen Sementara
Home  /  Berita  /  Lingkungan

Penambangan Pasir di Pulau Rupat Riau Diakhiri Permanen oleh KKP

Penambangan Pasir di Pulau Rupat Riau Diakhiri Permanen oleh KKP
Rabu, 21 Juni 2023 21:18 WIB
JAKARTA – Penambangan pasir di Pulau Rupat, Riau, telah secara resmi dihentikan permanen oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ini adalah bagian dari upaya KKP untuk melindungi ekosistem pesisir Pulau Rupat.

KKP melakukan tindakan ini sebagai tanggapan atas protes dari puluhan nelayan Suka Damai di Beting Aceh dan Pulau Babi, Rupat Utara, yang meminta dilakukannya perlindungan Pulau Rupat dari ancaman penambangan pasir laut.

"Pada dasarnya, kami telah menghentikan kegiatan penambangan di Pulau Rupat yang telah terbukti merusak ekosistem mangrove dan padang lamun," jelas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksda TNI Adin Nurawaluddin, Rabu (21/6/2023).

Sebelumnya, KKP telah menutup kapal penambang pasir PT LMU dan memaksa penghentian aktivitas penambangan dan transportasi pasir laut di Pulau Babi, Beting Aceh, dan Pulau Rupat. Penyebabnya adalah dugaan kerusakan ekosistem di sekitar area tersebut pada akhir Februari 2022.

Adin mengungkapkan bahwa tim ahli ekosistem pesisir dan laut telah dibentuk untuk menangani masalah di Rupat. Analisis terhadap kerusakan yang terjadi di perairan Pulau Rupat menunjukkan bahwa 25% kerusakan disebabkan oleh faktor alam, sedangkan 75% sisanya disebabkan oleh tindakan atau kelalaian manusia.

Menyikapi kerusakan yang terjadi, Adin menegaskan bahwa KKP telah menghentikan kegiatan penambangan di daerah tersebut secara permanen. KKP juga telah meminta Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) untuk mengevaluasi perizinan penambangan di perairan Pulau Rupat.

Selain itu, PT. LMU dan perusahaan lain yang turut andil dalam kerusakan tersebut juga telah dikenakan sanksi denda administratif sebagai tanggung jawab atas kerusakan yang mereka sebabkan.

Untuk mencegah penambangan pasir yang berlebihan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sendimentasi Laut. Peraturan ini tidak akan memberikan ruang bagi penambangan pasir laut dengan alasan sedimentasi.

Adin menekankan bahwa PP Nomor 26 Tahun 2023 dirancang untuk mencegah kasus seperti di Pulau Rupat. Adin juga mengatakan bahwa dengan peraturan ini, lokasi tambang sendimen akan ditentukan berdasarkan penelitian tim ahli.

"Sebelum PP 26/2023, ada kebingungan, pasir dianggap sebagai salah satu bahan tambang. Namun, dengan PP 26/2023, penambangan di Pulau Rupat tidak dapat dilakukan selamanya karena pulau tersebut termasuk dalam kategori pulau-pulau kecil terluar yang dilindungi," tutur Adin.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar dan Keppres No.6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar, Adin menjelaskan bahwa Pulau Rupat hanya diperbolehkan untuk wilayah pertahanan, konservasi dan kesejahteraan masyarakat.

"Saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa penambangan tidak diperbolehkan di Pulau Rupat. Kami berharap penegasan ini dapat meredakan kecemasan nelayan di sekitar Pulau Rupat," tutup Adin.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyebutkan bahwa tujuan pengelolaan sedimentasi setelah diterbitkannya PP Nomor 26 Tahun 2023 adalah untuk melindungi ekologi dan menjaga keberlanjutan ekosistem. Hal ini diwujudkan dengan implementasi strategi pengawasan yang ketat melalui patroli Kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan yang dipadu dengan teknologi satelit, sehingga tidak akan ada lagi kegiatan tambang yang merusak kelestarian laut. ***

Editor:Hermanto Ansam
Sumber:detik.com
Kategori:Lingkungan, Riau
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/