AJI Bireuen Kecam, Kasatpol PP-WH Sebut Wartawan 'Puko Lumoe'
Penulis: Joniful Bahri
Kecamatan itu dikatakan Ketua AJI Bireuen, Yusmandin Idris, menanggapi pernyataan Kasatpol Bireuen yang dinilai tidak memiliki etika serta melecehkan profesi wartawan yang jelas-jelas dilindungi Undang-undang tentang Pers.
“Seharusnya Fakhrurrazi selaku pimpinan pada sebuah SKPK, memiliki kompetensi dan cara berkomunikasi yang baik, sopan dan tidak asal sebut. Seorang pejabat seperti beliau tidak harus mengeluarkan statemen yang jelas-jelas melecehkan profesi wartawan,” kata Yusmandin Idris, Kamis (16/6/2016) kemarin.
Disinggung terhadap pernyataan lain dari Kasatpol yang menyebutkan, selama ini wartawan Bireuen tak berani menulis kesalahan polisi. Yusmandin menantang, coba Kasatpol rincikan bukti di mana kesalahan polisi, sehingga dapat diberitakan oleh wartawan.
“Wartawan menulis disertai fakta serta bukti-bukti yang jelas, bukan membesarkan isu menjadi berita yang tidak akurat, lalu wartawan harus tetap mengkonfirmasi, sehingga berita berimbang sesuai UU Pers,” tambah Yusmandi.
Menyikapi pemberitaan salah seorang wartawan media oniline yang ingin konfirmasi terkait adanya warga turunan Tionghoa di kota Bireuen yang berjualan kue di saat umat Islam menjalankan ibadah puasa pada Selasa (14/06/2016) lalu.
Namun wartawan tersebut bukan mendapatkan hak jawaban atas pertanyaannya, malah Fakhrurrazi menghina wartawan tersebut dengan ucapan tidak sesuai dengan etika seorang pejabat.
“Kita kalau jadi wartawan itu harus profesional, jangan kayak puko leumoe,” kata Fakhrurrazi sebagaimana dilansir radaraceh.com pada Selasa, 14 Juni 2016 lalu.
Dalam bahasa Aceh, ungkapan puko leumo adalah ungkapan hinaan atau makian. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti kelamin sapi betina. Secara tidak langsung Fakhrurrazi menyamakan wartawan seperti kelamin sapi betina.
Editor | : | Kamal Usandi |
Kategori | : | Umum |