Ketika Perjuangan Siswa dengan Rakit di Aceh Timur Terhenti
Penulis: Ilyas Ismail
Sesak hati, jika melirik alat transportasi para pelajar di daerah pedalaman di khususnya di Aceh. Ketika memasuki musim penghujan seperti sekarang ini, banyak pelajar sekolah terlunta-lunta hanya untuk mencapai sekolahnya, bahkan tidak sedikit harus diam di rumah karena terkendala dengan sarana transportasi.
Seperti yang dialami para pelajar di Gampong Meulidi, Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, untuk mengakses ke sekolah, para pelajar SD, SMP dan SMA di sana, terpaksa menyebrangi sungai dengan satu unit rakit kayu.
“Satu-satunya alat transportasi para pelajar ke sekolah adalah rakit kayu. Sayangnya, saat musim hujan atau air sungai meluap seperti sekarang ini, sarana transportasi tersebut tak dapat digunakan, sehingga para pelajar harus libur sekolah berhari-hari hingga kondisi air sungai kembali normal,” kata salah seorang guru SMP Negeri 2 Meulidi, Jailani (40) kepada GoAceh melalui telepon seluler, Minggu (20/11/2016).
Katanya, musim penghujan seperti sekarang ini, akrap sekali para pelajar tidak bersekolah. Pasalnya, satu-satunya rakit kayu yang kerap digunakan para guru dan pelajar sebagai sarana ke sekolah tidak dapat beroperasi.
“Bahkan tahun lalu, tali rakit kayu tersebut sempat putus, rakit pun ikut diseret kencangnya arus sungai hingga 15 kilometer dari lokasi semula,” kata Jailani.
Hal senada juga dikatakan nahkoda rakit, Anton P Manik alias Lindung (50) kepada GoAceh. Katanya, Ia tidak berani mengoperasikan rakit saat arus sungai kecang seperti ini, karena resikonya besar.
“Biasanya, meningkatnya arus sungai saat musim penghujan seperti sekarang ini dan berlangsung paling lama 10 hari, minimal lima hari. Jika rakit tidak beroperasi, tetunya para guru dan pelajar terpaksa libur sekolah,” kata Lindung.
"SMPN 2 Simpang Jernih adalah salah bangunan sekolah terletak di seberang sungai, jadi para siswa/i dan guru terpaksa menggunakan sarana rakit sebagai alat transportasi pergi dan pulang sekolah. Kerena tidak mempunyai sarana jembatan," giliran Jalini mengatakan.
Lanjut Jailani, Ia dan masyarakat Gampog Meulidi, sangat mengharapkan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur untuk melanjutkan pembangunan jembatan gantung di daerah itu.
“Kita melihat beton untuk pembangunan jembatan gantung di sana baru terbangun satu sisi saja. Kemudian bangunan itu terhenti hingga hari ini belum ada kelanjutannya,” pungkas Jailani.
Kecamatan Simpang Jernih merupakan salah satu kecamatan pedalaman di Aceh Timur, dengan jarak tempuh dari ibu kota kabupaten di kota Idi mencapai 120 kilometer. Bahkan masyarakat Simpang Jernih untuk mengakses ke Idi harus melalui sungai menuju Kabupaten Aceh Tamiang. Dari Aceh Tamiang kemudian baru dapat melanjutkan ke Idi.
Seperti kita ketahui sarana transportasi merupakan penghalang dan hambatan bagi para pelajar dan masyarakat di daerah pedalaman di sana. Semoga saja nasib buram para laskar pendidikan di daerah pedalaman itu, kiranya mendapat perhatian Pemerintah Aceh, lebih serius lagi.
Editor | : | Kamal Usandi |
Kategori | : | Pendidikan |