Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Berpeluang Raih Norma Grand Master, Aditya Butuh 1 Poin Kemenangan
Olahraga
24 jam yang lalu
Berpeluang Raih Norma Grand Master, Aditya Butuh 1 Poin Kemenangan
2
Kalah dari Uzbekistan, Timnas U 23 Indonesia Masih Ada Peluang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
21 jam yang lalu
Kalah dari Uzbekistan, Timnas U 23 Indonesia Masih Ada Peluang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
3
Momen 26 Tahun BUMN, PLN Terus Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Jakarta
Pemerintahan
7 jam yang lalu
Momen 26 Tahun BUMN, PLN Terus Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Jakarta
4
Pejabat DKI Ini Bakal Mundur Sebagai ASN untuk Jadi Bupati Purwakarta
Pemerintahan
5 jam yang lalu
Pejabat DKI Ini Bakal Mundur Sebagai ASN untuk Jadi Bupati Purwakarta
5
Ramai-ramai Kecam Wasit, Baim Wong hingga Raffi Ahmad Suarakan #AFCCurangLagi
Olahraga
5 jam yang lalu
Ramai-ramai Kecam Wasit, Baim Wong hingga Raffi Ahmad Suarakan #AFCCurangLagi
6
Persiapkan Indonesia Hadapi Irak, Shin Tae-yong Optimistis Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
5 jam yang lalu
Persiapkan Indonesia Hadapi Irak, Shin Tae-yong Optimistis Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Home  /  Berita  /  Lingkungan

12 Calon Kepala Daerah pada Pilkada 2017 dari Dinasti Politik, Ini Daftarnya

12 Calon Kepala Daerah pada Pilkada 2017 dari Dinasti Politik, Ini Daftarnya
Atty Suharti, petahana calon Wali Kota Cimahi yang merupakan calon kepala daerah dari dinasti politik. (int)
Minggu, 15 Januari 2017 07:41 WIB
JAKARTA - Setidaknya ada 12 calon kepala daerah di sebelas daerah yang bertarung pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2017 berasal dari dinasti politik.

Data itu diungkapkan Koalisi Pilkada Bersih."Fenomena politik dinasti akan terjadi dalam Pilkada serentak pada 15 Februari 2017. Sebanyak 12 calon kepala daerah di 11 daerah diketahui berasal dari dinasti politik yang telah terbangun di daerahnya masing-masing," kata akivis Koalisi Pilkada Bersih Almas Sjafrina dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/1/2017), seperti dikutip dari Antara.

Kedua belas calon pemimpin daerah itu adalah Andika Hazrumy (calon Wakil Gubernur Banten), Hana Hasanah Fadel (calon Gubernur Gorontalo), Dodi Reza Alex Noerdin (calon Bupati Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan), Adam Ishak (calon Wakil Bupati Mesuji, Lampung), Parosil Mabsus (calon Bupati Lampung Barat).

Selanjutnya Atty Suharti (calon Wali Kota Cimahi, Jawa Barat), Siti Rahma (calon Bupati Pringsewu, Lampung), Dewanti Rumpoko (calon Wali Kota Batu, Jawa Timur), Karolin Margret Natasa (calon Bupati Landak, Kalimantan Barat), Noormiliyani A. S. (calon Bupati Barito Kuala, Kalimantan Selantan).

Kemudian Rahmadian Noor (calon Wakil Bupati Barito Kuala) dan Tuasikal Abua (calon Bupati Maluku Tengah).

"Andika Hazrumy bahkan memiliki hubungan kekerabatan dengan terpidana kasus korupsi yang saat ini masih menjalani masa tahanan, yaitu Atut Chosiyah," ungkap Almas.

Jejak Calon

Andika sebelumnya menjabat sebagai anggota DPR 2014-2019 dicalonkan DPD Partai Golkar Banten yang diketuai Tatu Chasanah, adik kandung Atut Chosiyah.

Sementara di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, pasangan Noormiliyani dan Rahmadian Noor merupakan kerabat dari Hassanudin Murad, Bupati Barito Kuala yang sudah tidak dapat mencalonkan diri kembali karena telah menjabat dua periode jabatan.

Noormiliyani merupakan istri Hasanuddin Murad yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPRD Kalimantan Selatan, sedangkan Rahmadian Noor merupakan keponakan Hasanuddin Murad yang sebelumnya menjabat sebagai anggota DPRD Barito Kuala. Keduanya dicalonkan Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Selanjutnya Atty Suharti adalah petahana calon Wali Kota Cimahi yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus penerimaan suap sebesar Rp 500 juta terkait proyek pembangunan tahap dua Pasar Atas Baru Cimahi.

Atty merupakan istri dari Wali Kota Cimahi 2002-2007 itu dicalonkan Partai Nasdem, Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Persoalan utama dari dinasti politik adalah penguasaan sumber daya dan dampaknya yang dapat melemahkan check and balance dalam pemerintahan terutama bila dinasti telah mencengkeram eksekutif dan legislatif. Persoalan tersebutlah yang membuat dinasti dekat dengan korupsi," tambah Almas.

Memutus Dinasti Politik

Apalagi dinasti politik baik sebagai kepala daerah maupun anggota DPR atau DPRD membuat posisi tersebut dengan segala kewenangannya menjadi alat bagi dinasti untuk mengakses sumber daya ekonomi.

"Dinasti politik pun membutuhkan dana besar untuk merawat kekuasaan dan jaringan di partai, ormas keagamaan, ormas kepemudaan dan simpul-simpul politik lainnya. Dua ini memicu potensi korupsi yang lebih besar untuk dilakukan anggota dinasti politik," tegas Almas.

Menurut Almas, satu-satunya cara untuk memutus dinasti politik adalah peran pemilih (voters) agar selektif dan cerdas dalam menentukan pilihannya dalam pilkada mendatang.

"Pemilih harus melihat rekam jejak kandidat dan termasuk rekam jejak keluarga yang terafiliasi dengan kandidat. Langkah ini dilakukan untuk melihat apakah dinasti politik yang maju dalam pemilu memiliki persoalan atau potensi untuk melakukan kejahatan korupsi atau tidak," jelas Almas.

Jika ada keluarga dari dinasti politik pernah atau sedang terlibat dengan kasus korupsi, maka sudah sepatutnya masyarakat untuk tidak memilihnya demi menyelamatkan demokrasi dan kepentingan publik yang lebih luas agar persoalan korupsi di daerahnya tidak lagi terulang.

"Selain itu, untuk meminimalisasi dinasti politik pada pemilu selanjutnya, pencalonan oleh partai politik seharusnya tidak berada di tangan ketua umum tetapi diputuskan melalui rapat pengurus anggota melalui mekanisme yang demokratis serta mempertimbangkan kemampuan dan integritas calon," ungkap Almas.***

Editor:hasan b
Sumber:liptan6.com
Kategori:GoNews Group, Politik, Lingkungan
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/