Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
16 jam yang lalu
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
2
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
Pemerintahan
16 jam yang lalu
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
3
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
Olahraga
14 jam yang lalu
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
4
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Olahraga
14 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
5
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
Umum
10 jam yang lalu
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
6
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Olahraga
10 jam yang lalu
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Home  /  Berita  /  GoNews Group

34 Tahun Berkonflik, Pertikaian Nelayan Rawai dan Jaring Batu di Riau tak Putus

34 Tahun Berkonflik, Pertikaian Nelayan Rawai dan Jaring Batu di Riau tak Putus
Konflik nelayan.
Jum'at, 10 Februari 2017 12:13 WIB
Penulis: Ratna Sari Dewi
PEKANBARU - Hingga kini, Peraturan Daerah (Perda) yang dirancang dan diterbitkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Provinsi Riau dinilai belum cukup tegas untuk memutus pertikaian antara nelayan rawai dan nelayan jaring batu.

Konflik ini pun berkepanjangan selama 34 tahunsejak tahun 1983 tanpa penyelesaian dan regulasi yang tegas dari pemerintah, baik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) maupun Pemprov Riau.

"Kami sudah menaruh perhatian pada konflik ini, sejak awal turun ke sana. Bahkan, Selasa (7/2/2017) kemarin, kami bersama tim pansus DPRD turun ke Kabupaten Bengkalis untuk mendengarkan aspirasi nelayan rawai," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Diskanlut Provinsi Riau, Nafilson kepada GoRiau.com di Pekanbaru, Jumat (10/2/2017).

Diuraikan Nafilson, sejak terjadi konflik pertama pihaknya telah menurunkan tim investigasi dan menyosialisasi UU Nomor 45 Tahun 2009 dan PermenKP Nomor 79 Tahun 2016 yang mengatur tentang alat penangkapan ikan.

"Konflik kedua ketika kapal jaring batu ditangkap nelayan rawai, kami lekas menurunkan tim penyidik PPNS Diskanlut dengan Satpol air. Melibatkan Danlanal setempat juga," kisahnya.

Terhitung sejak konflik ini terjadi, setidaknya telah memakan korban jiwa dan korban luka, baik secara fisik dan psikis. Tercatat pada tahun 2006 konflik antar nelayan memakan lima korban nelayan meninggal dunia dan puluhan warga luka-luka.

Secara terpisah, verifikasi alat tangkap jaring batu pun telah dilakukan langsung oleh Tim Balai Besar Penangkap Ikan (BBPI) dari Kementerian Perikanan dan Kelautan yang turun ke Bengkalis beberapa waktu lalu.

"Kami juga sedang menyusun Ranperda tentang izin penangkapan ikan bersama DPRD Provinsi Riau," aku Nafilson.

Ditemui secara terpisah, Ketua Solidaritas Nelayan Kabupaten Bengkalis (SNKB), Abu Samah kepada GoRiau.com di Sekretariat Walhi Riau, Jalan Cempedak Pekanbaru, Kamis (2/2/2017) mengungkapkan kekecewaannya atas ketidaktegasan pemerintah dalam menerapkan penegakan hukum.

"Lemahnya perhatian pemerintah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi faktor utama konflik terjadi sudah lebih dari 30 tahun," kata Abu Samah.

Lanjutnya, aktivitas tangkap jaring batu terus berlangsung hingga kini menyebar sepanjang wilayah perairan Kabupaten Bengkalis.Ini mengakibatkan nelayan tradisional yang berada di Kecamatan Bantan, Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Siak Kecil, Kecamatan Rupat, dan Kecamatan Rupat Utara tidak mendapatkan hasil tangkapan ikan.

"Kami hanya ingin memperjuangkan hak kami sebagai nalayan lokal. Kami juga punya keluarga yang harus dihidupi," kata Abu.

Disampaikan Abu, bahwa kenyamanan dan keamanan nelayan tradisional di Bengkalis dalam mencari nafkah pun menjadi terancam.Tak ayal, banyak nelayan yang menganggur dan beberapa diantaranya harus pontang-panting beralih profesi lantaran tidak mendapatkan apa-apa saat melaut karena ikan semakin susah didapat.

"Kami sering pulang melaut dengan tangan hampa. Jumlah ikan kurau dan ikan malung semakin susah didapat," urainya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/