Divonis Bebas, Refly Harun: Suparman Harus Segera Diaktifkan Kembali sebagai Bupati Rohul
Penulis: Muslikhin Effendy
Pengadilan Tipikor Pekanbaru sendiri sudah memberikan vonis bebas, atau tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa Suparman tak melakukan tindak pidana korupsi pada 23 Februari 2017 yang lalu.
Menurut Ahli Hukum Tata Negara Dr Refly Harun, seharusnya Suparman sudah bisa diaktifkan kembali, dengan merujuk pada Pasal 84 Undang-undang No 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam pasal 84 itu disebutkan, jika kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83, setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan.
Dipasal tersebut juga disebutkan, Presiden mengaktifkan kembali gubernur dan/atau wakil gubernur yang bersangkutan, dan Menteri mengaktifkan kembali bupati dan atau wakil bupati atau wali kota dan atau wakil wali kota yang bersangkutan.
"Suparman itu dinonaktifkan karena merujuk pasal 83. Dimana dia saat itu tersangkut kasus dugaan tindak pidana korupsi, tapi jika kemudian dalam proses peradilannya tidak terbukti sebagaimana dituduhkan, maka rujukan lanjutannya adalah pasal 84 ayat 1, untuk mengaktifkannya kembali," ungkap Refli Harun, kepada GoNews.co, Minggu (9/4/2017) saat dimintai keterangannya di Plaza Senayan Jakarta.
Bagaimana setelah diaktifkan kembali, ternyata putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan Suparman bersalah, karena Jaksa KPK melakukan kasasi ke MA, jadi kata dia, dengan merujuk pasal 84 ayat 2, pemerintah bisa memberhentikannya kembali.
Namun demikian kata Refly, harusnya Pemerintah dalam hal ini Kemendagri, mengaktifkan Suparman terlebih dahulu.
"Ya sekarang ini, seharusnya diaktifkandulu. Jika kemudian dari putusan putusan MA memang menghukum yang bersangkutan, itu kan bisa diberhentikan kembali, sebagaimana ketentuan Pasal 84 ayat 2 tersebut," tukas Refly.
Masih kata Refly, dalam azas hukum itu ada istilahnya res judicata pro veritate habetur. Yang artinya kata dia, putusan hakim harus dianggap benar, sampai kebenaran itu ditinjau ulang oleh pengadilan lebih tinggi. penafsiran undang-undang itu harus sistematik, yakni mengaitkan pasal satu dengan pasal lainnya.
"Sekarang putusan hakimnya sudah ada dan manusianya sudah dinyatakan bebas, maka berikan haknya seperti peraturan yang berlaku," pungkasnya. ***
Kategori | : | Umum, Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta |