Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Olahraga
22 jam yang lalu
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
2
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
Umum
22 jam yang lalu
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
3
Komisi B DPRD DKI Jakarta Soroti Kinerja Tahun 2023 OPD dan BUMD
Pemerintahan
13 jam yang lalu
Komisi B DPRD DKI Jakarta Soroti Kinerja Tahun 2023 OPD dan BUMD
4
Shin Tae-yong: Gaya Meyerang dan Bertahan Uzbekistan Sama Baiknya
Olahraga
22 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Gaya Meyerang dan Bertahan Uzbekistan Sama Baiknya
5
Salma Hayek Gabung Madonna Hadirkan Budaya Meksiko dalam Tour Terakhir
Umum
22 jam yang lalu
Salma Hayek Gabung Madonna Hadirkan Budaya Meksiko dalam Tour Terakhir
6
Berpeluang Raih Norma Grand Master, Aditya Butuh 1 Poin Kemenangan
Olahraga
2 jam yang lalu
Berpeluang Raih Norma Grand Master, Aditya Butuh 1 Poin Kemenangan
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Kisah Sukses Lala Gozali, dari Tukang Taplak dan Keset, Kini Jadi Desainer Ternama dan Miliki Butik Sendiri

Kisah Sukses Lala Gozali, dari Tukang Taplak dan Keset, Kini Jadi Desainer Ternama dan Miliki Butik Sendiri
Lala Gozali. (dok. GoNews.co)
Senin, 15 Mei 2017 20:54 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Lala Gozali, sosok wanita tangguh kelahiran Bandung (9/11/1954) yang kini sukses menjadi desainer kondang di Indonesia. Kesuksesanya itu tentu saja tidak semudah membalikkan tangan.

Saat ini, Ia meraih sukses berkat kerja keras dan pantang menyerah, yang ia tunjukkan dengan mulai dari hal-hal kecil. Ya... Lala Goazali mengawali karier didunia fashion tergolong unik. Diawali dengan keahlianya membuat desain kerajinan seperti Taplak meja, Keset, kotak tisue, dan berbagai peralatan rumah tangga dengan memanfaatkan kain polos.

Sebelumnya wanita yang acap disapa Lala ini, adalah wanita karier di salah satu perusahaan yang cukup lumayan di kawasan Slipi Jakarta Barat. Namun sekitar tahun1992 ia memutuskan untuk berhenti bekerja.

"Iya saat itu yang ada difikiran saya adalah membuat usaha sendiri. Dan cita-cita saya adalah memberikan peluang juga bagi yang menganggur atau bahasa kerennya membuka peluang kerja, begitulah kira-kira," ujar wanita berhijab ini, kepada GoNews.co, di Jakarta, Senin (15/5/2017).

Dengan lokasi kantor yang tidak jauh dengan Pasar Tanah Abang, Lala pun suka melihat tumpukan kain yang dijual pedagang. Pada saat itulah, ia mencoba membeli kain dan mengisi waktu di rumah dengan belajar membuat dan mendesain perlengkapan rumah tangga.

"Ya saya mendesain dan membuat sendiri. Saya paling merasa puas jika bisa mendapat kain polos dengan bahan corak yang serasi warnanya. Selain padu padan kain untuk perlengkapan rumah tangga, saya juga membuat perlengkapan yang sama dengan teknik aplikasi bordir mesin dan sulam tangan," paparnya.

Melihat potensi pasar teknik membordir untuk busana lebih menarik daripada untuk perlengkapan rumah tangga, maka tahun 2000 ia beralih membuat pakaian pakaian jadi yang menggunakan khas bordir. Baju-baju yang ia produksi saat itu rata-rata bertemakan kasual.

"Iya saat itu saya sangat enjoy. Apalagi membuat baju dengan motif bordir dan medesain warna yang disesuaikan dengan bahan baju, merupakan keasyikan tersendiri bagi saya," tandasnya.

Namun wanita yang tak pernah puas dengan hasil karyanya itu, akhirnya mulai pada titik kejenuhan. Meskipun pada akhirnya busana dengan tekhnik bordir kian booming dimana mana.

Tapi baginya tidak masalah, dan sejak tahun 2003 iapun mencoba beralih membuat pakaian dengan bahan kain etnik. Mulai dari bahan tenun dan akhirnya mencoba bahan batik serta lurik.

"Saya bukan tipe orang yang cepat puas. Jadi saya selalu mencoba dan mencoba terus. Sampai pada akhirnya saya memilih pakaian ethnik," paparnya.

Sebelumnya, atau sekitar tahun 2001, Lala Gozali juga sempat membuka butik sendiri. Ia memberi nama butiknya "Melati's" dengan 4 orang rekannya di Jalan panglima Polim Jakarta Selatan. Namun ia menyadari, jika mengelola usaha rame-rame, terkadang sulit menyatukan persepsi. Apalagi saat itu ia tinggal di kawasan Bekasi, yang jauh dari lokasi usahanya itu.

Akhirnya iapun nekad berpisah dengan rekan-rekannya, dan membuka sendiri dengan menyewa ruko. Sempat berpindah-pindah ruko, iapun sukses dengan brand butik barunya yakni Gianti Creation.

Namun cobaan kembali datang, dari tahun ketahun ia jalani bisnisnya, ternyata harga sewa ruko kian hari juga makin mahal. Iapun bermimpi membuat butik sendiri tanpa harus menyewa tempat.

"Alhamdulillah mimpi saya kenyataan. Saya punya sebidang tanah garap dekat dengan rumah yang bisa dibangun untuk toko/butik.Maka jadilah butik/toko tipe Limasan yang saya bangun sekitar tahun 2014. Disitulah saya resmi membuka butik saya pada tahun 2015 yang lalu," ceritanya.

Wanita jebolan S1 Fakultas Pertanian Unpad ini, akhirnya bisa tenang mendesain kain-kainnya seerta menjual karyannya tanpa harus dikejar-kejar biaya sewa tempat.

Selain membuat stok baju, Gianti Creation miliknya juga menerima jahitan. Banyak juga rekan se profesinya yang menjahitkan baju-bajunya.

Tidak hanya mendasain dan menjual karyannya, wanita yang sudah memiliki cucu ini, juga kerap mengikuti pagelaran fashion show maupun pameran-pameran, yang diadakan pihak Pemerintah maupun swasta.

"Wah kalau pameran sudah kagak kehitung, satu tahun bisa 3 sampai 5 kali pameran," ujarnya dengan logat betawi kesunda-sundaan itu.

Apalagi kata dia, saat ini dirinya juga tergabung sebagai binaan pihak Kementrian, seperti Kementerian Perindustrian dan Kopereasi, serta yang lainnya.

Iapun saat ini sudah tergabung dengan jajaran desainer ternama seperti Ida Leman, Yus Oktavia, Chintami Atmanegara, Ira, Erna Rasyid Taufan dan Boyoeng Rais di salah satu wadah bernama KDEI.

"Saya masuk Komunitas Desainer Etnik Indonesia (KDEI) belum lama sebenarnya. Kalau tak salah baru Desember 2016. Disamping untuk belajar meningkatkan kapasitas berkarya, saya bergabung dengan komunitas ini juga ingin mengetahui, mengukur diri, dimana posisi saya di dunia desain pakaian jadi ini," tukasnya.

Alasannya katanya, ia mendasin pakaian murni otodidak alias tidak melalui pendidikan formal. Banyak juga suka dukanya menjadi desainer. Ia juga suka sedih, kalau ada tukang jait tidak disiplin waktu kerjany. Atau tidak bisa kerjasama dengan pekerja yang lain. "Yang paling nyebelin, sudah beli kain mahal-mahal ternyata hasilnya tidak sesuai, ini kadang kita kesal dong," urainya.

Tapi dari sisi lainya, dia juga menemukan keasikan tersendiri di dunia yang ia geluti sampai sekarang. "Saya akan sangat merasa senang, bila hasil karyaku diapresiasi orang lain. Saya emang suka GR kadang, dibilang bajunya lucu, unik, kreatif, hati saya sudah berbunga-bunga. Rasanya jadi inget waktu ditembak suami saat masih gadis," candanya.

Ia juga rajin mempromiskan karyanya di media online maupun media sosial seperti FB, web pribadi, Instagram dan lainnya. Kedepannya, ia juga memiliki mimpi ingin punya Tim Produksi dan Marketing yang handal.

"Cita-cita boleh dong, apalagi kalau sampai masuk jadi vendor dept store yang ternama dengan sales yang baik, wah kayaknya asik ya," harapnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/