Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Soal Berbagi Sembako, Inul Daratista Balas Kritikan Netizen
Umum
21 jam yang lalu
Soal Berbagi Sembako, Inul Daratista Balas Kritikan Netizen
2
Susanto Jinakkan Torre Lewat Jebakan Krisis Waktu
Olahraga
19 jam yang lalu
Susanto Jinakkan Torre Lewat Jebakan Krisis Waktu
3
Mila Kunis dan Ashton Kutcher Tolak Perankan Kembali Film "That '90s Show" Season 2
Umum
21 jam yang lalu
Mila Kunis dan Ashton Kutcher Tolak Perankan Kembali Film That 90s Show Season 2
4
Perjuangan Melawan Penyakit SPS, Celine Dion Berharap Mukjizat
Umum
21 jam yang lalu
Perjuangan Melawan Penyakit SPS, Celine Dion Berharap Mukjizat
5
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran PPK Untuk Pilkada
Pemerintahan
21 jam yang lalu
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran PPK Untuk Pilkada
6
Ditanya Lebih Bangga Indonesia atau Korsel Yang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris, Ini Jawaban Shin Tae-yong
Olahraga
18 jam yang lalu
Ditanya Lebih Bangga Indonesia atau Korsel Yang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris, Ini Jawaban Shin Tae-yong
Home  /  Berita  /  Kalimantan Tengah

Direktur Sawit Watch, Ingatkan Pemerintah Agar Perhatikan Nasib Buruh Kelapa Sawit di Riau, Sumut dan Kalimantan

Direktur Sawit Watch, Ingatkan Pemerintah Agar Perhatikan Nasib Buruh Kelapa Sawit di Riau, Sumut dan Kalimantan
Ilustrasi buruh sawit. (istimewa)
Sabtu, 27 Mei 2017 20:24 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Direktur Sawit Watch (SW), Inda Fatinaware mengatakan, kerap menemukan sejumlah praktek-praktek eksploitasi buruh di perkebunan kelapa sawit. Hal itu dijumpai dibeberapa daerah seperti, Sumut, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.

"Banyak anak-anak dan perempuan istri buru ikut bekerja membantu di perekebunan kepala sawit, namun tidak diupah sebab tidak terdaftar sebagai buruh," kata Inda melalui pesan singkatnya, Sabtu (27/5/2017).

Pada saat yang sama buruh kebun kelapa sawit harus mencapai target kerjanya. Jika tak tercapai, maka upah yang mereka terima berkurang dari yang seharusnya. Misalnya, upah buruh panen di beberapa perkebunan di Kotawaringin Timur Kalteng sebesar Rp 54.000/hari, dengan catatan mereka harus memenuhi basis borong yang sudah ditetapkan. Bila tidak memenuhi, maka jumlah yang diterima tidak akan sebesar itu.

Kalaupun para ibu dan anak-anak mereka harus membantu untuk mencapai target tersebut, lanjut Inda, ia hanya buruh harian lepas (BHL) dengan upah rendah, tanpa dibekali alat kesehatan dan keselamatan kerja. Pada umumnya, perempuan buruh bekerja sebagai penyemprot pestisida dan pemupuk. Mereka tidak diberi sarung tangan dan masker apalagi sepatu bot, jadi mereka rentan terpapar bahan kimia berbahaya dan beracun.

"Bahkan banyak ibu-ibu juga membawa anaknya yang masih balita ke kebun. Kadang anak-anaknya yang masih balita bermain-bermain dekat dari tempat mencampur racun (pupuk dan pestisida)," kata Inda.

Karena itu kata, Zidane sebagai Spesialis advokasi dan Kampanye Buruh SW meminta, pemerintah memastikan hubungan kerja antara perkebunan dan buruh terdokumentasi secara tertulis, maksudnya ada perjanjian kerja secara tertulis.

Pemerintah juga harus merubah sistem perhitungan upah di perkebunan kelapa sawit, sebab kebutuhan pokok relatif mahal  karena lokasi yang jauh. Yang terakhir yang harus pemerintah lakukan adalah melalukan evaluasi kepatuhan korporasi atas UU tenaga kerja, UU Serikat buruh, UU keselamatan dan kesehatan kerja serta implementasi BPJS. (rls)

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/