Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
Pemerintahan
11 jam yang lalu
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
2
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
Olahraga
10 jam yang lalu
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
3
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
Olahraga
8 jam yang lalu
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
4
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
7 jam yang lalu
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
5
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
Olahraga
8 jam yang lalu
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
6
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Olahraga
7 jam yang lalu
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Home  /  Berita  /  GoNews Group

"Perintah Wapres Kok Dianggap Angin Lalu"

Perintah Wapres Kok Dianggap Angin Lalu
Istimewa.
Minggu, 14 Januari 2018 21:09 WIB
Penulis: Bambang Sujiono
JAKARTA - Awalnya, kita berharap dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) semua permasalahan Asian Games 2018 akan segera selesai.

Ternyata sebaliknya.  Muncul permasalahan yang baru dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Nomor 1161 Tahun 2017 Tentang Pembentukan Tim Verifikasi Penyaluran Bantuan Pemerintah dan, sampai saat tulisan ini diunggah, permasalahan belum juga tuntas. Terutama yang terkait dengan ketidak sepahaman antara Pengurus Besar/Pengurus Pusat  (PB/PP) Cabang Olahraga (cabor) dengan pihak Kemenpora terkait "besarnya anggaran" untuk Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) untuk Asian Games XVIII 2018.

Pada hal, waktu yang tinggal 7 bulan ini merupakan tahapan yang "kritis" karena merupakan periode akhir di dalam suatu sistim Pembinaan dan pengembangan Prestasi Keolaharagaan.

Kesimpang-siuran besaran anggaran pelatnas itu terus menjadi masalah perbincangan yang "seksi". Perbedaan angka-angka yang disebutkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) yang sekaligus sebagai Ketua Pengarah Panitia Asian Games XVIII 2018 yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan angka-angka yang disebutkan Menpora Imam Nahrawi, Sesmenpora Gatot S Dewa Broto, Deputi IV Kemenpora Mulyana adalah suatu pertanda adanya suatu sistim pengelolaan keuangan negara yang kurang baik.

Pak JK memerintahkan agar anggaran pelatnas untuk cabor diberikan sebesar 70 persen dari total anggaran Rp 735 milyar lebih.  Artinya, anggaran yang harus diterima cabor di Asian Games sekurang-kurangnya Rp514,5 milyar.  Akan tetapi, Deputi IV Kemenpora, Mulyana bersikukuh pada angka Rp432,3 milyar, atau sekitar 58,8 persen. Ada perbedaan sekitar Rp91,2 milyar. Apa ini artinya? Artinya perintah Wapres itu diabaikan atau dianggap angin lalu.

Ada tiga hal yang menjadi sorotan penulis dalam tulisan Edisi Awal Tahun 2018 ini. Kesemuanya akan menimbulkan berbagai persoalan baru baik dalam persiapan, pelaksanaan maupun setelah ajang Asian Games XVIII 2018 itu usai dihelat:

Pertama, munculnya SK Deputi IV Kemenpora Nomor 1161 Tahun 2017 Tentang Pembentukan Tim Verifikasi  Penyaluran Bantuan Pemerintah yang bertentangan dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Prestasi Olaharaga Nasional. Kenapa bertentangan? Tujuan Presiden Jokowi menerbitkan Perpres tersebut adalah untuk memangkas alur birokrasi yang dianggapnya terlalu panjang, sehingga Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) yang dianggap menjadi salah satu mata rantai panjangnya birokrasi akhirnya dibubarkan.  

Apa yang seharusnya dilakukan Deputi.IV Kemenpora? Bukan membentuk Tim Verifikasi, tetapi merekrut yang ahli dalam bidang ilmu Kepelatihan Olahraga, ahli dalam bidang Pengadaan barang dan jasa, ahli dalam bidang Keuangan dan ahli-ahli lain yang diperlukan untuk memverifikasi semua usulan dari PB/PP. Toh keputusan akhirnya tetap ada pada Kemenpora. Jadi, pembentukan Tim Verifikasi itu jelas mubazir dan menimbulkan keributan. 

Yang perlu dipahami oleh semua, bahwa tidak ada satupun Bab, Pasal dan Ayat dalam Perpres Nomor 95 Tahun 2017 yang mengamanatkan Kemenpora harus membentuk sebuah Tim Verifikasi.

Kedua, perbedaan angka anggaran untuk Pelatnas Asian Games 2018 antara Sesmenpora Gatot S Dewa Broto dan Deputi IV Kemenpora Mulyana (Atasan dan Bawahan). Selisih perbedaannya cukup "mencengangkan", yaitu Rp. 635 milyar yang diucapkan oleh Sesmenpora dikurangi  Rp. 550 milyar yang terucap dari Deputi IV Kemenpora, adalah Rp. 85 milyar. Seharusnya sama apa terucap oleh atasan dan bawahan sama, apalagi  anggarannya dari sumber yang sama (dari APBN) dan peruntukannya juga sama (Pelatnas Asian Games XVIII 2018).

Ketiga, lagi-lagi Deputi IV Kemenpora ini mengabaikan perintah Wapres JK yang sekaligus sebagai Ketua Pengarah Kepanitiaan Asian Games XVIII 2018. Kenapa? Wapres jelas memerintahkan agar anggaran untuk Cabor setidaknya 70 persen dari total anggaran untuk Pelatnas Asian Games XVIII 2018 sebesar  Rp. 735,6 milyar (sebesar Rp. 514.5 milyar), sedangkan Deputi IV Kemenpora Mulyana tetap bertahan pada angka 58,8 persen (sebesar Rp. 432,3 milyar).

Hal ini jelas akan menimbulkan persolan yang baru jika para PB/PP mencermati apa yang diperintahkan oleh Wapres JK dan apa yang akan dilakukan oleh Deputi IV Kemenpora. Bagaimana seharusnya Deputi IV? Ikut apa yang disampaikan Wapres JK yang mendapatkan tugas untuk mensukseskan kontingen Indonesia berada di peringkat 10 besar. Sebab, itu merupakan amanat negara yang harus dijalankan. 

Lalu apa dampak dari carut-marut tentang anggaran untuk Pelatnas Asian Games XVIII 2018 terhadap Persiapan dan Pemantapan Performa Tinggi para Atlet Indonesia? Dengan waktu kurang lebih 7 bulan ini dana belum juga cair, tentunya akan berdampak kurang baik dan akan sangat mengganggu pada sistim dan tahapan pelatihannya. 

Dengan terganggunya sistim  dan tahapan pelatihannya sudah barang tentu akan sulit memproyeksikan perolehan kemenangan bagi atlet yang pada akhirnya dikuatirkan target menjadi 10 besar itu tidak akan tercapai. Bambang Sujiono, Dosen Fakultas Ilmu Olahraga (FIO) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) 

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/