Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
Umum
22 jam yang lalu
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
2
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
22 jam yang lalu
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
3
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
Olahraga
24 jam yang lalu
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
4
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
Olahraga
23 jam yang lalu
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
5
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
Olahraga
22 jam yang lalu
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
6
Srikandi PLN Mengajar, Mahasiswa LP3I Jakarta Gali Lebih Dalam Peran Humas di Era Digital
Umum
8 jam yang lalu
Srikandi PLN Mengajar, Mahasiswa LP3I Jakarta Gali Lebih Dalam Peran Humas di Era Digital
Home  /  Berita  /  Sumatera Utara

Terkait Pukat Cantrang, Nelayan Langkat Merasa Dianaktirikan Pemerintah

Terkait Pukat Cantrang, Nelayan Langkat Merasa Dianaktirikan Pemerintah
Nelayan Pangkalanbrandan, Langkat, dengan kapal penangkap ikannya yang lama tak beroperasi sejak dilarangnya pukat cantrang beroperasi oleh KKP. Kapal ikan nelayan kini hanya menggunakan peralatan tangkap jaring tenggelam.
Minggu, 21 Januari 2018 22:01 WIB
LANGKAT - Diperbolehkannya kapal ikan nelayan dengan peralatan tangkap pukat cantrang beroperasi bagi nelayan di Pulau Jawa oleh Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) RI telah mengundang kontroversi di kalangan nelayan di luar Pulau Jawa. Contohnya, kalangan nelayan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mereka menganggap sebagai anak tiri Menteri Kelautan Perikanan RI Susi Pujiastuti.

"Bagaimana tidak, kami ini kaum nelayan yang dianaktirikan oleh Ibu Menteri. Kabar beredar, nelayan di Pulau Jawa sudah diperbolehkan mengunakan pukat cantrang seperti pukat katrol, langgai, dan sejenisnya. Tetapi kami nelayan di Pangkalanbrandan, Langkat, hingga kini masih terkatung-katung tidak ada kepastian. Kapal tak beroperasi, peralatan tangkap terpaksa dijual murah kepada penampung barang bekas, pengangguran pun membludak, kata Adi Aceh, eks nelayan pukat cantrang di pelabuhan sandar Pangkalanbrandan, Minggu (21/1/2018).

Didampingi nelayan lainnya, Adi Aceh mengungkapkan, semenjak larangan diberlakukan pemerintah, mereka hidup susah, dari penjualan peralatan tangkap pukat cantrang, mereka membeli peralatan tangkap jaring tenggelam. Dalam pengoperasiannya, peralatan tangkap jaring tenggelam memakan modal besar dan waktu yang lama dengan jarak tempuh hingga 70 mil dari bibir pantai.

"Dilarang menggunakan pukat, tapi pemerintah tak mengganti alat tangkap, kami pun beli sendiri peralatan jaring tenggelam, pukat yang ada dijual jadi barang limbah. Operasinya 6-7 hari karena jarak tempuh cari ikan ke tengah lautan hingga 70 mil untuk menebar jaring tenggelam. Biaya yang diperlukan sekali melaut Rp 3 jutaan dengan bahan bakar solar 250 liter, hasilnya paling Rp 5 juta. Ini dibagi 8, yakni ABK 6 orang, kapal 2 bagian, maka penghasilan Rp 5 juta dipotong modal Rp 3 juta tinggal Rp 2 juta, yg Rp 2 juta ini dibagi 8, maka perpenghasilan Rp 45.000/hari," ujarnya.

"Kalau pukat langgai hanya main di 10 mil dari pinggir pantai, operasinya hanya 2 hari, modal melaut hanya Rp 600.000-Rp 1 juta, dan penghasilan nelayan biss dibawa pulang Rp 100.000-Rp 200.000/hari," kata Adi Aceh lagi.

Dijelaskan nelayan Pangkalanbrandan, hingga kini belum ada edaran penjelasan dari Dinas terkait tentang diperbolehkan kembali pengoperasian pukat cantrang bagi mereka.

"Dinas perikanan Langkat saat inipun masih bisu, hanya kabar lewat, bagi yang sudah memiliki izin pukat cantrang boleh beroperasi, tetapi pengurusan ijin baru ditutup. Andaikan pemerintah memperbolehkan beroperasi lagi pukat cantrang, kami minta dibantu peralatan tangkapnya, karena pukat yang lama sudah lapuk, lama tak digunakan dan banyak yang dijual kiloan jadi barang bekas," jelasnya.

Editor:Fatih
Sumber:medanbisnis
Kategori:Sumatera Utara, Pemerintahan, Peristiwa, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/