Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
Olahraga
5 jam yang lalu
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
2
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
Olahraga
4 jam yang lalu
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
3
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
3 jam yang lalu
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
4
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
Olahraga
3 jam yang lalu
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
5
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
Umum
3 jam yang lalu
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
Home  /  Berita  /  GoNews Group

BPOM Sita Sejumlah Barang, YLPK Meranti: Yang Ada Izin Mereka Malah Tak Layak Konsumsi

BPOM Sita Sejumlah Barang, YLPK Meranti: Yang Ada Izin Mereka Malah Tak Layak Konsumsi
Mulyono, Ketua YLPK Kepulauan Meranti
Kamis, 29 Maret 2018 14:15 WIB
Penulis: Safrizal
SELATPANJANG - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyita sejumlah barang di Selatpanjang Kepulauan Meranti. Alasan mereka adalah, tanpa terdaftar di BPOM, barang yang beredar belum ada jaminan layak atau tidak dikonsumsi masyarakat.

Pantauan GoRiau, sejumlah barang yang disita itu berasal dari kedai-kedai milik warga Selatpanjang. Seperti Milo, Tepung, Kembang Tahu, Kecap, Sarden, dan beberapa lainnya.

Sebagian besar barang tersebut berasal dari negeri tetangga Malaysia dan belum ada kode registrasi BPOM.

Secara letak geografis, jarak Kepulauan Meranti dengan Malaysia sangat dekat. Dalam hitungan 2 - 3 jam saja, warga sudah sampai ke Malaysia atau sebaliknya.

Jika dilihat dari sisi historis, perdagangan antara dua negara serumpun ini telah terjalin sejak lama. Sejak masih kerajaan Siak, hubungan baik itu terjalin dan akhirnya berlanjut hingga beberapa tahun terakhir.

Warga Meranti biasanya membawa hasil perkebunan seperti kelapa, karet, kayu teki, atau besi bekas ke Malaysia untuk dijual. Ketika pulang, mereka membawa barang-barang yang bisa dikonsumsi. Seperti tepung, gula, ayam, beberapa makanan dan minuman lainnya.

Selama itu pula, belum pernah terdengar adanya dampak buruk yang dirasakan masyarakat karena telah mengkonsumsi produk yang dibawa dari Malaysia. Barang-barang itu diyakini layak konsumsi, karena barang yang dibeli dari Malaysia itu, juga beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat (Malaysia).

"Jadi, terjaminlah kesehatannya. Pengecekan makanan di negeri jiran, saya rasa lebih rutin jika dibandingkan tempat kita," ujar beberapa warga Selatpanjang ketika berbincang-bincang dengan GoRiau, Kamis (29/3/2018).

Warga juga tak habis fikir jika BPOM menyita barang dari Selatpanjang dengan alasan kualitas, layak atau tidak dikonsumsi. Malah, BPOM diminta untuk mengintropeksi apa yang telah dilakukan selama ini.Tak sedikit produk yang terdaftar di BPOM pada akhirnya dinyatakan tak layak konsumsi.

"Contohnya Sarden, itu diketahui bermasalah setelah adanya penemuan cacing oleh warga. Jadi seperti apa pengawasan BPOM itu. Apakah setelah diberi izin tak diawasi secara rutin. Malah barang konsumsi hari-hari kita yang diambil," kata warga dengan nada kesal.

Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Kepulauan Meranti juga mempertanyakan standar BPOM untuk memastikan barang layak atau tidak dikonsumsi. Sebab, tak ada jaminan barang dapat izin BPOM layak dikonsumsi.

Contohnya dengan ditemukan cacing dalam Sarden. Padahal, Sarden itu telah terdaftar dan ada kode registasi dari BPOM.

"Kami harap kedepan BPOM proporsional lah dalam melaksanakan tugas," ujar Mulyono, Ketua YLPK Kepulauan Meranti.

Diakui Mulyono, selama ini mereka belum pernah menerima aduan bahwa produk yang dibawa dari Malaysia membayakan konsumen. Sementara barang yang diyakini lebih berkualitas itu malah yang disita BPOM dari Selatpanjang.

"BPOM juga harus memahami kultur, letak geografis, historis, dan kondisi ekonomi masyarakat Kepulauan Meranti. Harga antara barang dari Pulau Jawa dengan barang dari Malaysia sangat terpaut jauh," ungkap Mulyono.

Perbandingannya, bawang dari Malaysia dijual dengan harga Rp12 ribu perkilo gram. Sedangkan bawang lokal, harganya di atas Rp20 ribu bahkan pernah mencapai Rp40 ribu perkilo gram. Harga akan melonjak jika terjadi kelangkaan yang disebabkan alam (hujan, red) atau putusnya jalur yang biasa digunakan untuk mengangkut produk lokal hingga sampai ke Kepulauan Meranti.

YLPK juga menyayangkan sikap BPOM yang turun ke Kepulauan Meranti tanpa koordinasi dengan pihak terkait. BPOM seharusnya melibatkan pihak kesehatan, kepolisian, perindag, dan lainnya. Jika dicurigai barang itu tidak layak konsumsi, harus dicek oleh yang berkompeten. Kalau ternyata layak konsumsi, apa salahnya dikonsumsi oleh masyarakat.

"Kita bukan tak setuju, tapi bagaimana ketika barang itu berkualitas, izin yang dimaksud itu bisa ada. Jangan malah membuat kericuhan di tengah masyarakat," ungkap Mulyono.

"Barang ke kita (Kepulauan Meranti, red) sulit datang. Masyarakat sudah sangat lama mengkonsumsi barang dari Malaysia, karena memang harganya jauh lebih murah," tambah Mulyono.

YLPK menyarankan, kedepan BPOM harus meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait kalau memang turun melakukan pengecekan. YLPK juga mengaku sanggup untuk ikut mengawal selama proses pengecekan barang-barang yang beredar di Kepulauan Meranti. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/