KPK Tetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati Tersangka Korupsi Dermaga Sabang
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Jumat (13/4), menyampaikan, KPK menetapkan dua korporasi tersebut sebagai tersangka setelah menemukan bukti permulaan yang cukup.
"Setelah KPK melakukan proses pengumpulan informasi dan data, termasuk permintaan keterangan pada sejumlah pihak dan terpenuhi bukti permulaan yang cukup, maka KPK melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka PT NK [Nindya Karya] dan PT TS [Tuah Sejati]," katanya.
Syarif, dikutip dari Antara, menyampaikan, penetapan PT NK dan PT TS ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan perkara yang membelit sejumlah tersangka sebelumnya.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati melalui Heru Sulaksono yang merupakan Kepala PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu perusahaan.
Dugaan melawan hukum itu terkait pekerjaan pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh yang dibiayai APBN tahun anggaran 2006-2011 dengan nilai proyek sekitar Rp 793 milyar.
Rinciannya, pada 2004 senilai Rp 7 milyar (tidak dikerjakan pada 2004-2005 karena bencana tsunami Aceh, tapi uang muka telah diterima sebesar Rp 1,4 milyar), pada 2006 senilai Rp 8 milyar, pada 2007 senilai Rp 24 milyar, pada 2008 senilai Rp 124 milyar, pada 2009 senilai Rp 164 milyar, pada 2010 senilai 180 milyar dan pada 2011 senilai Rp 285 milyar.
"Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 313 milyar dalam pelaksanaan proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang," kata Syarif.
"Dua korporasi ini diduga mendapat keuntungan sejumlah Rp 94,58 milyar yang berisiko tidak dapat dikembalikan ke negara jika korporasi tidak diproses," ujar Syarif menambahkan.
Dugaan Dugaan penyimpangan secara umum adalah dengan cara, pertama; penunjukan langsung, kedua; Nindya Sejati Joint Operation sejak awal diarahkan sebagai pemenang pelaksana pembangunan, ketiga; rekayasa dalam penyusunan HPS dan penggelembungan harga (mark up), keempat; pekerjaan utama disubkontrakkan kepada PT Budi Perkara Alam (BPA) dan adanya kesalahan prosedur seperti izin amdal belum ada tapi tetap dilakukan pembangunan.
"Diduga laba yang diterima PT NK dan PT TS dari proiyek tahunjamak ini adalah sebesar Rp 94,58 milyar yaitu PT NK sekitar Rp 44,68 milyar, dan PT TS sekitar Rp 49,9 milyar," ungkap Syarief.
Atas dasar itu, KPK telah melakukan pemblokiran rekening terhadap PT Nindya Karya yang diduga menerima uang tersebut. Sedangkan untuk PT Tuah Sejati, sudah disita aset berupa SPBN dan SPBN (untuk nelayan) senilai Rp 12 milyar. "Penyidik masih mengembangkan dan menelusuri sejumlah aset PT TS," katanya.
KPK menyangka PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya dalam kasus ini, KPK telah memproses empat orang tersangka dengan tiga orang sudah divonis yaitu, pertama Heru sulaksono divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 milyar dan kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp 23,127 milyar.
Kedua, Pejabat Pembuat Komitmet Sagtuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS, Ramadhani Ismy, divonis 6 tahun penajra ditambah dengan Rp 200 juta dan kewajiban membayar uang pengganti Rp 3,2 milyar sehingga total uang pengganti dari tiga terpidana tersebut sejumlah Rp 31 milyar.
Ketiga, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pengadaan proyek, Ruslan Abdul Gani, divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta dan kewajiban membayar uang pengganti Rp 4,36 milyar.
"Sedangkan satu tersangka yaitu Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, TSA [Teuku Syaiful Ahmad] dilimpahkan berkasnya kepada Kejaksaan untuk dilakukan gugatan perdata TUN karena kondisi kesehatannya 'unfit to trial'," kata Syarif. ***
Editor | : | Hermanto Ansam |
Sumber | : | gatra.com |
Kategori | : | Aceh |