Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Hadapi Uzbekistan di Semifinal, Timnas U 23 Indonesia Diharapkan Bisa Tampil Seperti Lawan Korsel
Olahraga
24 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal, Timnas U 23 Indonesia Diharapkan Bisa Tampil Seperti Lawan Korsel
2
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
Olahraga
6 jam yang lalu
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
3
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
Olahraga
6 jam yang lalu
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
4
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
Olahraga
6 jam yang lalu
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
5
Persebaya Ingin Menang dengan Kebanggaan di Laga Terakhir
Olahraga
5 jam yang lalu
Persebaya Ingin Menang dengan Kebanggaan di Laga Terakhir
6
Beri Kesempatan Pemain Minim Bermain, Marcelo Rospide Fokus Strategi Hadapi Persebaya
Olahraga
5 jam yang lalu
Beri Kesempatan Pemain Minim Bermain, Marcelo Rospide Fokus Strategi Hadapi Persebaya
Home  /  Berita  /  Umum

Ketua Umum PB IDI : Peraturan Baru BPJS Rugikan Masyarakat, Berikut Alasannya

Ketua Umum PB IDI : Peraturan Baru BPJS Rugikan Masyarakat, Berikut Alasannya
Kantor BPJS Medan foto semedan.com
Kamis, 02 Agustus 2018 14:05 WIB
Penulis: Ril

JAKARTA- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memberikan respons terhadap peraturan baru yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Bahwa peraturan PERDIRJAMPEL BPJS Kesehatan no 2,3 dan 5 tahun 2018 menurunkan mutu pelayanan kesehatan dan merugikan masyarakat.

Dalam rilis yang diterima GoSumut Kamis (2/8/2018) Ketua Umum PB IDI, Prof. Dr. Ilham Otama Marissa mengatakan bahwa peraturan PERDIRJAMPEL BPJS Kesehatan no 2,3 dan 5 tahun 2018 menurunkan mutu pelayanan kesehatan dan merugikan masyarakat. Dirut BPJS Kesehatan Nomor 8920/1.2/0718 memberi tanggapan atas surat PB. IDI dan PP PERSI, PB.IDI menyampaikan beberapa hal berikut ini:

Sebagai organisasi profesi kami menyadari adanya defisit pembiayaan JKN, Namun hendaknya hal tersebut tidak mengorbankan keselamatan pasien, mutu layanan kesehatan dan kepentingan masyarakat.

IDI sudah melakukan proses konsultasi dan dialogis dengan BPJS Kesehatan, DJSN, Kementerian Kesehatan dan Kemenko PMK serta melakukan koordinasi dengan PERSI.

Perdirjampel BPJS Kesehatan no. 2, 3 dan 5 tahun 2018 berisi tentang:
1. Bayi baru lahir dengan kondisi sehat post operasi caesar maupun per vaginam dengan atau tanpa penyulit dibayar dalam 1 paket persalinan.
2. Penderita penyakit katarak dijamin BPJS Kesehatan apabila visus kurang dari 6/18 dan jumlah operasi katarak dibatasi dengan kuota.
3. Tindakan rehabilitasi medis dibatasi maksimal 2 kali per minggu (8 kali dalam 1 bulan)
Berkaitan dengan hal di atas kami perpendapat implikasi penerapan Perdirjampel BPJS Kesehatan No 2,3 Dan 5 Tahun 2018 akan merugikan :

1. Pasien:

Semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal karena bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat bahkan kematian. Perdijampel no.3 bertentangan dengan semangat IDI untuk menurunkan angka kesakita, kecacatan, dan kematian bayi.

Kebutaan katarak di Indonesia salah satu yang tertinggi di dunia. Perdirjampel nomor 2 dengan quota akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat. Kebutaan menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko cedera dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Pasien yang hanya mendapat pelayanan rehabilitasimedik maksimal 2 kali/minggu sesuai Perdijampel nomor 5 akan dirugikan karena hal tersebut tidak sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi medik; akibatnya hasil terapi tidak tercapai secara optimal dan kondisi disabilitas sulit teratasi.

Dokter:
Dokter berpotensi melanggar Sumpah dan Kode etik, yaitu melakukan praktek kedokteran tidak sesuai standar profesi. Kewenangan dokter dalam melakukan tindakan medis diintervensi dan direduksi oleh BPJS Kesehatan.Meningkatkan konflik antara dokter dengan pasien serta dokter dengan fasilitas pelayanan kesehatan(Fasyankes).

Sikap IDI:
1. Berdasarkan hal di atas bahwa diberkesimpulan bahwa Perdirjampel nomor 2, 3 dan 5 tahun 2018 merugikan Masyarakat dalam mendapatkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas.
2. Sesuai perpres nomor 12 tahun 2013 pasal 22 dan pasal 25: semua jenis penyakit diatas harusnya dijamin oleh BPJS Kesehatan.
3. Perdirjampel nomor .2,3 dan 5 berpotensi melanggar UU SJSN No. 40 tahun 2004 pasal 24 Pasal 24 Ayat (3).
Dalam Melakukan Upaya Efisiensi, Bpjs Kesehatan seyogyanya tidak mengorbankan mutu pelayanan dan membahayakan keselamatan pasien. Selain itu bpjs kesehatan dapat membuat aturan tentang iur/urun biaya.
4. Perdirjampel nomor 2, 3 dan 5 tahun 2018 tidak mengacu pada Perpres 19 tahun 2016 tentang JKN khususnya pasal 43a ayat (1) yaitu BPJS Kesehatan mengembangkan teknis operasionalisasi sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi danefektivitas.
5. Perdirjampel nomor. 3 Tahun 2018 Bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 76 tahun 2016 tentang pedoman INACBG dalam pelaksanaan JKN.
6. IDI meminta BPJS Kesehatan membatalkan Perdirjampel nomor 2,3 dan 5 tahun 2018 untuk direvisi sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya mebahas teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis.
7. IDI meminta defisit BPJS tidak bisa dijadikan alasan untuk menurunkan kualitas pelayanan. Dokter harus mengedepankan pelayanan sesuai dengan standar profesi.
8. IDI bersama-sama stakeholder lain,diantaranya PERSi mendorong Kemenkes untuk memperbaiki regulasi tentang penjaminan dan pengaturan skema pembiayaan untuk mengatasi defisit pembiayaan JKN.
9. IDI mendorong terbitnya peraturan presiden tentang iuran biaya sesuai amanah UU nomor 40 tahun 2014 tentang SJSN

Editor:Sisie
Kategori:Pemerintahan, Peristiwa, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/