Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
Olahraga
18 jam yang lalu
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
2
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
Olahraga
19 jam yang lalu
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
3
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
Pemerintahan
15 jam yang lalu
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
4
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
Olahraga
13 jam yang lalu
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
5
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
Olahraga
15 jam yang lalu
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
6
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru 'Hit Me Hard and Soft'
Umum
13 jam yang lalu
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru Hit Me Hard and Soft
Home  /  Berita  /  GoNews Group

DPR: Bukan Kriminalisasi, Proses Hukum terhadap Komisioner KPU Tak Akan Ganggu Proses Pemilu

DPR: Bukan Kriminalisasi, Proses Hukum terhadap Komisioner KPU Tak Akan Ganggu Proses Pemilu
Minggu, 03 Februari 2019 22:31 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR, Sudiro Asno mengatakan, persoalan hukum sejumlah Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Ditreskrimum Polda Metro Jaya tak akan menggangu jalannya tahapan Pemilu. 

Pasalnya kata Sudiro Asno, pengambilan keputusan di KPU bersifat kolektif kolegial, sehingga lembaga penyelenggara pemilu dapat mengambil keputusan meski sejumlah komisioner terjerat persoalan hukum.

Untuk itu, dirinya meminta seluruh pihak menghormati jalannya proses penegakan hukum terhadap komisioner KPU di Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan tak membuat opini bahwa proses ini seakan-akan bentuk kriminalisasi.

"Kami kecewa, ada pihak yang menyebut penegak hukum melakukan kriminalisassi saat menjalankan tugas. Ini negara hukum. Biarkan penegak hukum menjalankan tugas, dan pihak yang dilaporkan melakukan pembelaan melalui mekanisme hukum yang ada dan berlaku di negara ini," ujar Sudiro kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Lanjut Sudiro, proses hukum terhadap sejumlah komisioner KPU tak akan mengganggu proses maupun tahapan penyelenggaraanPemilu. Sebab, kata dia, pengambilan keputusan di KPU bersifat kolektif kolegial, sehingga lembaga penyelenggara pemilu dapat mengambil keputusan meski sejumlah komisioner terjerat persoalan hukum.

"Kalau aparat penegak hukum memiliki bukti cukup, meningkatkan status sejumlah komisioner, pengambilan keputusan tetap dapat dilakukan. Tahapan pemilu tidak akan terganggu, karena kinerja komisioner KPU bersifat kolektif kolegial," jelas Sudiro.

Bahkan, sambung dia, penahanan tehadap sejumlah komisioner KPU pun tak akan menghentikan jalannya Pemilu 2019. Ada mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap komisioner KPU.

"Kita tidak perlu menyikapi persoalan ini secara berlebihan. Semua sudah ada mekanismenya," tandasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR, Samsudin Siregar menilai, KPU seyogyanya mematuhi putusan PTUN Jakarta terkait status pencalonan Oesman Sapta sebagai anggota DPD. Menurutnya, Ketua Umum Partai Hanura itu berhak mendapat kesempatan untuk mengikuti Pemilu 2019, karena putusan PTUN Jakarta bersifat final dan mengikat.

"Setiap orang atau badan hukum, termasuk KPU harus menghormati putusan pengadilan, karena putusan pengadilan itu setara dengan undang-undang. Perlu saya jelaskan, putusan yang telah dilakukan pengadilan wajib dilaksanakan," tegas Samsudin.

Ia menambahkan, alasan KPU mempersoalkan rangkap jabatan Oesman Sapta tak lagi berdasar hukum. Sebab, persoalan itu telah memiliki kekuatan hukum tetap.

"Jadi tidak ada dasar hukum, jika KPU tetap tidak memasukkan nama Oesman Sapta dalam DCT pencalonan di DPD," imbuhnya.

Sebelumnya, polisi memeriksa Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Rabu (30/1). Keduanya diperiksa selama 7 jam, dan diberondong sebanyak 20 pertanyaan terkait alasan bagaimana KPU mengambil keputusan tidak memasukkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Oesman Sapta dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019.

Sejumlah komisioner KPU disangkakan Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1) KUHP lantaran tidak melaksanakan perintah undang-undang, serta tidak menjalankan putusan PTUN dan Bawaslu.

Namun, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Demokrasi Indonesia justru menyebut upaya penegakan hukum itu sebagai kriminalisasi terhadap penyelenggara Pemilu.

"Upaya kriminalisasi ini berdampak pada legitimasi proses penyelenggaraan pemilu ke depan. Masing-masing peserta pemilu itu beragam maunya, beragam seleranya. Maka institusi negara tidak boleh mengikuti satu-satu selera peserta pemilu," ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz di media center KPU, Jakarta Pusat, Rabu (30/1). ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/