Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
15 jam yang lalu
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
2
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
Pemerintahan
18 jam yang lalu
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
3
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
Olahraga
18 jam yang lalu
Regional Sumatera Mandiri 3X3 Indonesia Tournament Meriah dan Seru, Terima Kasih Medan!
4
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
Olahraga
16 jam yang lalu
La Paene Masara : Menyedihkan Nasib Tinju Amatir Indonesia
5
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
Olahraga
15 jam yang lalu
Shin Tae-yong Optimistis Indonesia Tumbangkan Irak
6
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Olahraga
15 jam yang lalu
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Apa Makna 'Jempol' Pemilu? Dan Apa Hubunganya dengan OTT KPK?

Apa Makna Jempol Pemilu? Dan Apa Hubunganya dengan OTT KPK?
Ilustrasi.
Rabu, 03 April 2019 01:33 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfikar
JAKARTA - Komunikasi politik kerap menggunakan bahasa-bahasa simbol dalam penyampaian pesan. Belasan hari jelang pemungutan suara Pemilu 2019, simbol "jempol" cukup menjadi perhatian.

Adalah seorang profesional, Budi Karya Sumadi yang menggunakan istilah "jempol" saat mengkampanyekan Capres Petahana, Joko Widodo di Pasar 26 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan pada Selasa (02/04/2019).

Budi Karya yang pernah memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni, PT Angkasa Pura II ini, sedang cuti dari jabatannya sebagai Menteri Perhubungan RI kala itu.

"Ayo foto sini! Jangan lupa pilih Pak Jokowi ya! Jangan lupa salam jempolnya!" ujar Budi Karya kepada para pedagang dan pengunjung pasar.

Agenda kampanye di Pasar 26 Ilir itu, berlanjut ke Palembang Sport and Convention Center (PSCC).

Budi Karya bersama Menteri PMK Puan Maharani dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mendampingi Jokowi yang datang bersama istrinya, Iriana Joko Widodo.

Soal kampanye dan dugaan kampenye, ini bukan kali pertama Budi Karya cuti dari jabatannya sebagai menteri. Pada 28 Februari 2019, Budi juga sempat diduga mengkampanyekan Jokowi dalam acara "Tausiyah untuk Optimis Indonesia Maju" di ICE, BSD.

Di sini, Budi Karya bertindak sebagai Ketua Dewan Pembina Masyarakat Cinta Masjid (MCM), entitas yang menyelenggarakan acara tersebut.

"Misal ada (kalimat saya, red) yang (dinilai, red) kampanye, saya dalam keadaan cuti (dari jabatan menteri, red), jadi nggak apa-apa," kata Budi menjawab pertanyaan wartawan soal potensi pelanggaran kampanye.

Kembali ke soal "jempol" sebagai bahasa simbol. KPK menemukan "Cap Jempol" pada amplop yang diduga akan digunakan untuk "serangan fajar" dalam kasus dugaan suap yang mentersangkakan Anggota DPR fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso.

Dugaan suap ini terkait dengan bantuan kepada PT HTK (Humpuss Transportasi Kimia) agar kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).

Adapun amplop bertanda "Cap Jempol" merupakan bagian dari bukti yang disita KPK dari dua lokasi berupa uang tunai sebesar Rp 89,4 juta serta Rp 8 miliar yang disimpan dalam 84 kardus.

"Sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20.000 dan Rp 50.000 yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop pada 84 kardus," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers KPK, Kamis (28/03/2019).

Menurut Juru Bicara KPK, Febridiansyah, komisi anti rasuah menduga, uang dalam amplop-amplop tersebut akan digunakan untuk kepentingan "serangan fajar".

"Dari bukti-bukti, dari fakta-fakta hukumnya yang ditemukan sejauh ini yang bisa dikonfirmasi dan kami temukan fakta hukumnya amplop tersebut diduga akan digunakan pada serangan fajar pada proses pemilu legislatif pada pencalegan BSP (Bowo Sidik)," kata Febri, Selasa (02/04/2019).

Partai Golkar, tercatat sebagai pengusung Paslon Capres-Cawapres Jokowi-Maruf Amin dalam kontestasi Pilpres 2019. Namun KPK menepis jika asumsi publik soal "serangan fajar" meluas ke arah sana.

"Tapi fakta hukumnya seperti yang saya jelaskan tadi, kami perlu tegaskan ini karena kita hanya bisa berpijak pada fakta hukum yang ada. Jadi KPK perlu meng-clear-kan ini kepada publik dari perkembangan proses pengecekan barang bukti yang dilakukan itulah fakta hukum yang ditemukan," kata Febri.

Mengingat teori yang dikemukakan Pakar Komunikasi Universitas Negeri San Diego, Larry A. Samovar bahwa simbol baik verbal maupun non verbal dalam komunikasi manusia adalah sebuah ekspresi yang merujuk atau merepresentasikan sesuatu yang lain.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/