Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Chand Kelvin dan Dea Sahirah Sudah Resmi Bertunangan
Umum
24 jam yang lalu
Chand Kelvin dan Dea Sahirah Sudah Resmi Bertunangan
2
Melanggar Lalu Lintas, Gisele Bündchen Kena Tilang Polisi
Umum
23 jam yang lalu
Melanggar Lalu Lintas, Gisele Bündchen Kena Tilang Polisi
3
Ketua Hima Persis DKI: Tagline Sukses Jakarta untuk Indonesia Inspiratif
Pemerintahan
24 jam yang lalu
Ketua Hima Persis DKI: Tagline Sukses Jakarta untuk Indonesia Inspiratif
4
Rizky Febian Siap Lepas Masa Lajang, Mahalini Syahadat Sebelum Akad
Umum
24 jam yang lalu
Rizky Febian Siap Lepas Masa Lajang, Mahalini Syahadat Sebelum Akad
5
Semangat Claudia Scheunemann untuk Garuda Pertiwi
Olahraga
7 jam yang lalu
Semangat Claudia Scheunemann untuk Garuda Pertiwi
6
Borneo FC Jalani Latihan Perdana Hadapi Championship Series
Olahraga
6 jam yang lalu
Borneo FC Jalani Latihan Perdana Hadapi Championship Series
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Pemilu dan Pilpres Dianggap Semrawut, FSHP: Apa Mungkin KPU Merasa Mempunyai 'Backing'?

Pemilu dan Pilpres Dianggap Semrawut, FSHP: Apa Mungkin KPU Merasa Mempunyai Backing?
Sabtu, 20 April 2019 20:04 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
JAKARTA - Direktur Pusat Studi Hukum Pemilu (PSHP), Ikhwan Fahrojih menduga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memilki "dekingan" sehingga cenderung abai terhadap masukan.

Hal itu, menyusul banyaknya persoalan yang terjadi dalam penyelenggaran Pemilu 2019 padahal KPU disebut telah mendapat banyak masukan pra pencoblosan.

"Mestinya hal tersebut menjadi cambuk untuk meningkatkan kinerjanya, namun ternyata sebaliknya. Apa mungkin KPU merasa mempunyai “backing” dari pihak tertentu?" kata Fahrojih dalam rilisnya, Jumat (19/04/2019) kemarin.

Diantara persoalan penyelenggaraan Pemilu 2019 yang menjadi sorotan PSHP adalah persoalan logistik yang menyebabkan, sebanyak 2.249 TPS yang harus melakukan pemilu susulan. Angka ini meningkat dari gelaran Pemilu 2004 dimana hanya terdapat 770 TPS yang mesti menyusul pencoblosa.

Ironi soal logistik berdampak pemilu susulan ini menjadi semakin kuat karena lokasi yang mesti dilakukan pemungutan suara susulan, juga terjadi di Bekasi yang bertetangga dengan Jakarta.

"Kalau keterlambatan itu terjadi di daerah yang jauh dari Jakarta misalnya di Papua, mungkin masih bisa dimaklumi tapi ini di wilayah yang dekat dengan Jakarta juga," ujar Fahrojih.

Soal lainnya, Ia melanjutkan; surat suara yang sudah tercoblos, surat suara kurang, rusak, maraknya money politics, DPT yang tak kunjung mutakhir.

Berbagai masalah tersebut, Fahrojih menegaskan, "dapat mengundang pertanyaan publik terkait dengan legitimasi Pemilu 2019,".***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:DKI Jakarta, Politik, Pemerintahan, GoNews Group
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/