Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bash International
Olahraga
13 jam yang lalu
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bash International
2
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
13 jam yang lalu
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
3
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
Olahraga
13 jam yang lalu
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
4
Kembali Unjuk Kebolehan, Aditya Kalahkan Pecatur Kawakan GM Thien Hai Dao
Olahraga
7 jam yang lalu
Kembali Unjuk Kebolehan, Aditya Kalahkan Pecatur Kawakan GM Thien Hai Dao
5
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
Olahraga
7 jam yang lalu
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
6
Hadapi Uzbekistan di Semifinal, Timnas U 23 Indonesia Diharapkan Bisa Tampil Seperti Lawan Korsel
Olahraga
4 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal, Timnas U 23 Indonesia Diharapkan Bisa Tampil Seperti Lawan Korsel
Home  /  Berita  /  GoNews Group

SOS: 55 Juta Angkatan Kerja Cuma Berpendidikan SD

SOS: 55 Juta Angkatan Kerja Cuma Berpendidikan SD
Senin, 22 Juli 2019 13:34 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Tekad presiden terpilih Joko Widodo untuk fokus pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) di periode kedua nanti dianggap sudah tepat.

Dimana 42,2% dari 131 juta angkatan kerja di Indonesia hanya lulusan SD. Mayoritas mereka bekerja di sektor pertanian dan perikanan. Juga konstruksi.

Hal ini diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Dita Indah Sari kepada Wartawan, Senin (22/7/2019) di Jakarta.

"Bayangkan, menurut data BPS ini ada 55 jutaan orang yang sekolahnya hanya sampai SD, bahkan tidak tamat. Tidak heran tingkat literasi anak-anak kita di bawah rata-rata 72 negara lain. Jangan tanya lagi soal kemampuan sains dan matematika, wong kemampuan baca saja rendah, walaupun tidak buta huruf. Kalau negara tidak intervensi habis-habisan melatih mereka, semua harapan revolusi digital, 4.0 dan sejenisnya ya susah kesampaian," tandasnya.

Menurut Dita, tekad ini harus diikuti dengan penataan kelembagaan, perencanaan kebutuhan tenaga kerja dan pelibatan secara penuh dunia usaha sebagai user/pengguna. Percuma mahal-mahal keluar uang buat melatih, kalau pada akhirnya tidak diserap industri karena skill-nya tidak cocok. Belum lagi menurut kalangan dunia usaha 50-70% lulusan S1 tidak siap kerja.

"Menurut saya menjadi kebutuhan nasional untuk dibentuk semacam Dewan Vokasi Nasional, sebuah lembaga pemerintah non departemen. Fungsi utamanya adalah mengatur seluruh perencanaan kebutuhan tenaga kerja. Profesi apa saja yang dibutuhkan, berapa jumlahnya, kapan, dimana, bagaimana jenis kompetensinya, bagaimana sertifikasinya dll."

Masih menurut Dita, ide ini bukan latah atau asal-asalan. Selama ini banyak kementerian punya anggaran pelatihan sendiri, punya Balai Latihan sendiri. Namun perencanaan penggunaan anggaran itu tergantung keinginan masing-masing kementerian saja, bukan hasil dari perencanaan kebutuhan bersama yang terpadu.

"Dewan atau Badan Vokasi ini tidak mengelola anggaran pelatihan. Anggaran itu bisa tetap di kementerian masing-masing. Namun alokasinya harus sesuai dengan kebutuhan nasional yang direncanakan secara terpadu. Jangan sampai yang dibutuhkan user apa, yang dilatih apa. Dewan Vokasi juga full melibatkan para user/dunia usaha dalam perencanaan dan eksekusinya," urainya.

"Jadi tekad presiden jokowi perlu dicarikan pola koordinasi yang pas, melalui Dewan Vokasi. Dan badan ini nantinya ada di bawah koordinasi Menko Perekonomian, bukan Menko PMK. Kenapa? Karena soal kompetensi SDM adalah soal employment, soal lapangan kerja, soal produktivitas. Masalah sosial itu eksesnya saja," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/