Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
Olahraga
24 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
2
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
Olahraga
19 jam yang lalu
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
3
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
Olahraga
18 jam yang lalu
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
4
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
Olahraga
18 jam yang lalu
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
5
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Olahraga
18 jam yang lalu
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
6
Ginting Tak Mampu Lepas dari Tekanan, Indonesia Tertinggal 0-1 dari China
Olahraga
16 jam yang lalu
Ginting Tak Mampu Lepas dari Tekanan, Indonesia Tertinggal 0-1 dari China
Home  /  Berita  /  DPR RI

'UU Pilkada dan Kekhawatiran Menguatnya Dinasti Politik'

UU Pilkada dan Kekhawatiran Menguatnya Dinasti Politik
Selasa, 28 Juli 2020 15:03 WIB
JAKARTA - "Ada pasar gelap lah, kalau saya ingin katakan, sebelum mendapat dukungan dari sebuah Partai," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustofa secara virtual dalam diskusi bertajuk 'UU Pilkada dan Kekhawatiran Menguatnya Dinasti Politik', Selasa (28/7/2020).

Hal tersebut, dijelaskan Saan, semakin memperberat seseorang yang ingin mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk mendapatkan dukungan politik yang disyaratkan, karena kuatnya peran konglomerasi politik. Karenanya, Ia menyarakan agar ambang batas pencalonan Kepala Daerah dikurangi menjadi 10 persen.

"Ke depan, UU Pilkada ini ramah bagi calon-calon kepala daerah yang punya rekam politik yang memadai, kompetensi, dan komitmen terhadap demokrasi dan kepentingan masyarakat," kata Saan.

Senada dengan Saan, Anggota Komisi II fraksi PKS DPR RI, Mardani Ali Sera juga menyatakan, pihaknya mengajukan agar syarat ambang batas dikurangi menjadi 5 persen atau maksimal 10 persen.

Mardani menegaskan buruknya politik dinasti sebagai bagian dari residu demokrasi. Menurut Mardani, penting dibuka kekebasan bagi masyarakat untuk mencalonkan diri dalam Pilkada, meski tentu harus dipertimbangkan juga pengalaman politik setiap calon dalam partai politik atau aktifitas mengurus kepentingan masyarakat di wilayahnya.

"Kita minta Pilkada dan Pilpres turun Thresholdnya, 5 persen. Maksimal 10 persen kursi, atau 15 persen suara," kata Mardani.

Menurunkan ambang batas pencalonan, juga menjadi pandangan Anggota Komisi II fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin. Zulfikar bahkan meminta agar syarat ambang batas dihapus, guna membuka seluas-luasnya peluang bagi setiap/segala warga negara Indonesia untuk memcalonkan diri dalam Pilkada sebagaimana amanat UUD.

Adapun mengenai politik dinasti, Zulfikar berpandangan, hal itu tak menjadi soal. Lagi-lagi, karena UUD mengamatkan memang membuka seluas-luasnya kesempatan.

Turut hadir secara fisik dalan diskusi yang berlangsung di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta itu, Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Ia menyatakan, politik dinasti atau politik kekerabatan dalam konteks destruktif sebagai bagian dari upaya pihak tertentu untuk melanggengkan kekuasaan.

Dan, jika poltik dinasti kadung terjadi di Pilkada 2020, maka hal yang semoga bisa dilakukan adalah membuka seluas-luasnya akses informasi terkait calon kepada masyarakat pemilih. KPU, diharap bisa memfasilitasi hal ini.

Dan mengenai revisi UU Pilkada yang saat ini tengah berproses bersama-sama dengan revisi UU Pemilu, diharap Titi, juga memuat ketentuan hukum yang tegas atas segala bentuk politik uang, termasuk apa yang disebut Saan sebagai 'pasar gelap'.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:DKI Jakarta, GoNews Group, DPR RI, Nasional, Politik
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/