Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Penuhi Target ke Semifinal Piala Asia U 23, Timnas Indonesia Selangkah Lagi Raih Tiket ke Paris
Olahraga
19 jam yang lalu
Penuhi Target ke Semifinal Piala Asia U 23, Timnas Indonesia Selangkah Lagi Raih Tiket ke Paris
2
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
7 jam yang lalu
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
3
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
Olahraga
18 jam yang lalu
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
4
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
Olahraga
7 jam yang lalu
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
5
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bush International
Olahraga
7 jam yang lalu
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bush International
6
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
Olahraga
1 jam yang lalu
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
Home  /  Berita  /  Politik

Soal Rangkap Jabatan, ICW Sebut Jokowi dan Risma Sama-sama Tak Punya Etika Publik

Soal Rangkap Jabatan, ICW Sebut Jokowi dan Risma Sama-sama Tak Punya Etika Publik
Tri Rismaharini dan Jokowi. (Foto: Istimewa)
Jum'at, 25 Desember 2020 14:19 WIB
JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menilai Presiden Joko Widodo dan Menteri Sosial Tri Rismaharini sama-sama tak punya etika publik. Pasalnya, pengangkatan Risma sebagai menteri memiliki problematika lantaran masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.

Rangkap jabatan juga diakui oleh Risma telah mendapat izin Presiden Jokowi. "Lewat pengakuan Risma, bisa terlihat inkompetensi dan tidak berpegangnya dua pejabat publik pada prinsip etika publik. Yang pertama adalah Risma sendiri, kedua adalah Presiden RI Joko Widodo," kata Egi seperti dilansir GoNews.co dari JPNN, Jumat (25/12/2020).

Menurut Egi, pejabat publik semestinya memiliki kemampuan untuk memahami peraturan dan berorientasi kepada kepentingan publik. Apalagi, pejabat itu sekelas presiden dan wali kota dengan prestasi yang disebut-sebut mentereng.

Egi menyebut terdapat dua undang-undang yang dilanggar dengan rangkap jabatannya Risma. Pertama, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Dalam Pasal 76 huruf h, secara tegas memuat larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk melakukan rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.

Kedua, UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 23 huruf a UU Kementerian Negara mengatur bahwa menteri dilarang merangkap jabatan pejabat negara lainnya," ujarnya.

Merujuk pada regulasi lain, yakni Pasal 122 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menteri dan wali kota disebut sebagai pejabat negara. "Ini menunjukkan bahwa baik dalam kapasitasnya sebagai wali kota atau menteri, posisi Risma bertentangan dengan dua UU tersebut," kata dia.

Menurut Egi, keputusan Presiden Jokowi untuk membiarkan pejabat publik rangkap jabatan juga jelas bermasalah. Perintah undang-undang tidak bisa dikesampingkan oleh izin presiden, apalagi hanya sebatas izin secara lisan. "Pengangkatan Risma sebagai menteri tanpa menanggalkan posisi wali kota bisa dinilai cacat hukum," tegas dia.

Fenomena rangkap jabatan bukan hanya terjadi pada saat pemilihan menteri baru. Sebelumnya, Ombudsman telah menemukan praktik serupa di tubuh BUMN.

Namun, Jokowi bergeming. Bahkan kondisi tersebut dinormalisasi oleh mantan Wali Kota Solo tersebut. "Penting untuk ditekankan, menormalisasi praktik rangkap jabatan sama dengan menormalisasi sesuatu yang dapat berujung pada perilaku koruptif. Sebab, rangkap jabatan dapat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan saat merumuskan sebuah kebijakan," ujar Egi.

Dia melanjutkan, izin rangkap jabatan yang diberikan Presiden Jokowi kepada Risma makin menunjukkan praktik permisif terhadap praktik koruptif.

Terlebih, keputusan tersebut melanggar UU, dan mengikis nilai etika publik yang hidup di tengah masyarakat. "Oleh karena itu, ICW mendesak Risma untuk mundur dari salah satu jabatannya. Jika Risma tak segera mengundurkan diri, maka ia tidak layak menduduki posisi pejabat publik apa pun. Perhatian publik juga perlu ditujukan pada Presiden RI yang memberi izin pada Risma untuk rangkap jabatan," pungkas Egi.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Hukum, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/