Klaim Kerugian Negara Rp 3 Triliun, Kajati NTT Diminta Tak Bohongi Publik
Penulis: Muslikhin Effendy
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari sumber yang layak dipercaya, diperoleh fakta bahwa belum ada perbuatan hukum di hadapan PPAT untuk Peralihan Hak Atas Tanah 30 Ha di Toro Lema kepada Pemda Mabar dan karena itu belum ada legal standing bagi Pemda Mabar dinyatakan sebagai pemilik lahan seluas 30 Ha di Toro Lema, Batu Kalo apalagi kerugian negara.
Demikian diungkapkan Ketua Presidium Kongres Rakyat Flores (KRF) Petrus Selestinus, melalui siaran pers yang diterima GoNews.co, Kamis (14/1/2021) di Jakarta.
"Pada kenyataannya belum ada perbuatan hukum berupa Peralihan Hak yang sah, apakah Akta Jual-Beli, Akta Hibah atau Akta apapun lainnya yang dibuat di hadapan PPAT, maka proses pemilikan hak atas nama Pemda Mabar terkendala untuk mendapatkan SHM atau SHGB atau SHP pada Kantor Pertanahan Mabar," ujarnya.
"Untuk itu, tidak ada alasan sedikitpun bagi siapapun termasuk Pemda Mabar mengklain lahan 30 Ha sebagai milik Pemda Mabar atau dirugikan setara Rp3 triliun," tegasnya..
Selestinus yang juga Koordinator TPDI itu mengatakan, upaya Kejaksaan Tinggi NTT, sangat prematur saat membawa kasus ini menjadi Tindak Pidana Korupsi dan terlalu berani menentukan secara sepihak adanya kerugian negara. "Ini jelas tindakan bodoh, karena kekuasaan negara yang begitu besar, digunakan pada hal-hal privat yang seharusnya pada fungsi Jaksa selaku Pengacara Negara, dengan terlebih dahulu memperkuat status hak pemilikan Pemda Mabar melalui upaya hukum Gugatan Perdata, bukan dengan instrumen Tindak Pidana Korupsi," tukasnya.
Ia berpandangan, tindakan Kejati menunjukkan sikap tidak jujur, membohongi, membodohi dan memberi harapan untuk sebuah "pepesan kosong" (fiksi), tidak saja kepada masyarakat NTT tetapi juga kepada Jaksa Agung sebagai atasannya. "Seakan-akan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Dr. Yulianto, SH. MH ini sosok yang hebat dan peduli terhadap nasib rakyat kecil, padahal banyak kasus korupsi besar lainnya di NTT mangkrak dan tidak tertangani selama bertahun-tahun dan diwariskan lagi kepada Kajati berikutnya," Bebernya.
Jika terdapat dugaan ada pihak lain menggunakan dokumen palsu dan mengalihkan hak atas lahan Toro Lema, Batu Kalo, dengan memalsu dan menggunakan dokumen palsu, maka kata Dia, kewenangan penyidikan atas dokumen palsu dan menggunakan dokumen palsu itu harus dibuktikan terlebih dahulu melalui mekanisme penyidikan Tindak Pidana Umum dan wewenang untuk itu berada pada Polri, Polda NTT atau Bareskrim Polri.
"Oleh karena itu, tidak terdapat alasan hukum sedikitpun untuk mengkualifikasi peristiwa pemilikan lahan Toro Lema oleh pihak lain sebagai Tindak Pidana Korupsi dan mengklaim kerugian negara sebesar Rp 3 triliun," tandasnya.
Terlebih lagi lanjutnya, harga lahan 30 Ha di Toro Lema, Batu Kalo masih jauh dari nilai Rp 3 triliun, kemudian, lahan Toro Lema dimaksud belum jadi milik Pemda Mabar dan masih dalam status sengketa pemilikan.
Kejaksaan Tinggi NTT, menurutnya tetap memaksakan kehendak, memperbanyak jumlah saksi, memeriksa saksi hingga ratusan orang secara berulang ulang-ulang, konon bahkan ada saksi yang disuruh mengaku bersalah. Padahal penyidikan dengan pola memeras pengakuan bersalah dari saksi atau tersangka yang diperiksa, dilarang keras oleh KUHAP.
"Terdapat indikasi terjadi penyalahgunaan wewenang, dimana Dr. Yulianto, SH. MH dan tim penyidiknya sesungguhnya sedang menghambur-hamburkan uang negara sekedar ongkos pencitraan diri, dengan memperalat institusi Kejaksaan Tinggi NTT pada kasus Tindak Pidana Umum yang sepenuhnya merupakan wewenang Polri, dicampuradukan dengan instrumen penyidikan Tindak Pidana Korupsi sehingga Kejaksaan bisa masuk. Inilah yang disebut penanganan tindak pidana korupsi untuk dikorupsi lagi," urainya.
Pola kriminalisasinya kata Dia, Kasus Perdata dijadikan Pidana dan Kasus Pidana Umum dijadikan Pidana Khusus atau Korupsi, merupakan penyalahgunaan wewenang.
"Dr. Yulianto, SH.MH selaku Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, sedang memburu rente atas nama negara, tetapi dikhawatirkan nantinya lahan Toro Lema bisa saja lepas dari mulut buaya tetapi akan masuk lagi ke mulut macan, karena salah memilih jalan," pungkasnya.***
Kategori | : | Peristiwa, Hukum, Ekonomi, Pemerintahan, Nusa Tenggara Timur |