Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Boy Pohan Berebut Tiket Wasit/Juri Tinju Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
17 jam yang lalu
Boy Pohan Berebut Tiket Wasit/Juri Tinju Olimpiade 2024 Paris
2
Mandiri 3X3 Indonesia Tournament 2024 Disambut Antusias di Medan
Olahraga
10 jam yang lalu
Mandiri 3X3 Indonesia Tournament 2024 Disambut Antusias di Medan
3
Kejutan, Aditya Tahan Remis Unggulan Pertama di Pertamina Indonesia Grand Master Tournament 2024
Olahraga
12 jam yang lalu
Kejutan, Aditya Tahan Remis Unggulan Pertama di Pertamina Indonesia Grand Master Tournament 2024
4
UEA Dukung Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 FIFA 2027
Olahraga
5 jam yang lalu
UEA Dukung Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 FIFA 2027
5
Pelita Jaya Jadi Tim Pertama Lolos BCL Asia, Coach Ahang Blak-blakan Terkait Persaingan di Next Round
Olahraga
5 jam yang lalu
Pelita Jaya Jadi Tim Pertama Lolos BCL Asia, Coach Ahang Blak-blakan Terkait Persaingan di Next Round
6
Duel Fisik dan Membaca Permainan Itu Keunggulan Sergio Ramos
Olahraga
10 jam yang lalu
Duel Fisik dan Membaca Permainan Itu Keunggulan Sergio Ramos
Home  /  Berita  /  Nasional

RIGHTS Foundation Sebut Sertifikat Tanah Elektronik berpeluang Cacat

RIGHTS Foundation Sebut Sertifikat Tanah Elektronik berpeluang Cacat
Ilustrasi sertifikat tanah elektronik. (gambar: ist./atr/bpn)
Minggu, 07 Februari 2021 08:57 WIB
JAKARTA - Country Director RIGHTS (Regional Initiatives for Governance Human Rights & Social Justice) Foundation, Nukila Evanty, mendorong Kementerian ATR (Agraria dan Tata Ruang)/BPN untuk lebih mengoptimalkan kerja Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) ketimbang membuat 'rumit' urusan tanah dengan e-certificate atau sertifikat tanah elektronik.

"Karena (e-certificate) ini masih belum terukur manfaatnya, kepastian hukumnya abu-abu dan banyak peluang 'cacat' dalam proses pelaksanaannya," kata Nukila kepada wartawan, Sabtu (6/2/2021).

Nukila melanjutkan, saat ini masih banyak terjadi konflik agraria atau perselisihan antara orang, kelompok, golongan, terutama antara petani, masyarakat adat dengan pemilik perkebunan besar atau perusahan tambang yang mwmbutuhkan peran maksimal BPN (Badan Pertanahan Nasional).

"Data dari Kementrian Agraria sendiri mencatat ada 9000-an konflik tanah dan sengketa di pengadilan di tahun 2020. Lebih baik fokus pada konflik agraria yang kerap menimbulkan tindak kekerasan. Selama konflik berlangsung, tanah yang menjadi obyek konflik umumnya berada dalam keadaan status quo. Nah, apa yang dapat dilakukan kementerian?" tandas Nukila.

Seperti diketahui, Kementerian ATR/BPN telah menerbitkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik Tanah. Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil menyatakan bahwa program ini sebagai wujud upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat.

"Kementerian ATR/BPN terus berupaya untuk memperbaiki mekanisme perizinan dan permohonan bagi masyarakat, dulu buat sertipikat kita tidak tahu berapa lama bisa selesai kalau tidak ada dorongan tidak bisa cepat, itu yang akan kita perbaiki maka dari itu Kementerian ATR/BPN terus mempercepat itu dengan layanan elektronik, mulai tahun ini kita perkenalkan sertipikat elektronik yang saat ini masih banyak masyarakat salah paham, BPN tidak akan menarik sertipikat, sertipikat lama tetap berlaku sampai transformasi ke digital," kata Sofyan dalam sebuah webinar, Kamis (4/2/2021).***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:DKI Jakarta, GoNews Group, Nasional, Pemerintahan, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/