Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
Olahraga
13 jam yang lalu
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
2
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
Pemerintahan
13 jam yang lalu
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
3
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
Hukum
13 jam yang lalu
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
4
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
Umum
12 jam yang lalu
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
5
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Umum
12 jam yang lalu
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
6
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
Umum
13 jam yang lalu
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
Home  /  Berita  /  Umum

Agar Harga EBT Lebih Kompetitif, DEN Dorong Pembahasan Regulasi Carbon Pricing

Agar Harga EBT Lebih Kompetitif, DEN Dorong Pembahasan Regulasi Carbon Pricing
Anggota Pemangku Kepentingan (APK) Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha. (Foto: Istimewa)
Kamis, 08 April 2021 23:32 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
BANDUNG - Berbagai upaya terus dilakukan demi mengejar target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 mendatang. Pasalnya, hingga tahun 2019 capaian bauran EBT tercatat baru mencapai 9,3%.

Jika pun ditambahkan sekitar 1% capaian untuk tahun 2020-2021, maka jumlah tersebut belum memenuhi setengah dari target yang ada.

Untuk itu, Anggota Pemangku Kepentingan (APK) Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mendorong dilakukannya pembahasan regulasi terkait Carbon Pricing.

Permintaannya Setya itu, terakait dengan masih adanya kendala externality cost (biaya kerusakan lingkungan) yang mempengaruhi harga keekonomian EBT (energi baru terbarukan) dan secara otomatis juga berpengaruh terhadap target yang bakal dicapai pada tahun 2025 mendatang.

"Harga keekonomian EBT masih terkendala dikarenakan belum memasukan externality cost (biaya kerusakan lingkungan) di Energi Fosil, sehingga EBT masih jauh tertinggal. Namun, PLTS Surya, sekarang jauh lebih kompetitif," ujar Satya dalam "Forum Kehumasan DEN dengan Menuju Bauran Energi Nasional Tahun 2025" di Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/4/2021).

Diperlukannya pembahasan regulasi terkait Carbon Pricing itu kata Setya, disebabkan dengan Carbon Pricing, energi fosil bisa berbenah, menekan emisi karbonnya melalui upgrading batubara.

Upgrading yang dimaksud Satya adalah perubahan batubara ke gas DME/Dimethyl Eter (biasa dipakai sebagai substitusi elpiji) dan batubara cair. "Atau Zero Flaring di operasi migasnya," ujar Satya.

Untuk pengembangan PLTN, lanjut dia, Indonesia melalui DEN bisa menjadi pionir dalam kebijakan energi regional di tingkat ASEAN. Dengan begitu, kita tidak tertinggal dari negara lain yang kemungkinan akan mengembangkan PLTN.

"Ini penting menjadi perhatian, mengingat adanya potensi kelebihan kapasitas listrik dari PLTN negara lain yang akan dijual ke negara tetangga, seperti Indonesia. Untuk itu perlu adanya strategi energi regional yang lebih baik ke depan," tandas Satya.

Diketahui, kehadiran Dewan Energi Nasional (DEN) merupakan amanah UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. DEN yang bekerja di tengah kondisi keenergian Indonesia yang semakin dinamis diharapkan dapat membawa perubahan yang signifikan terhadap pengelolaan energi untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Renstra (rencana strategis) dan Renja (rencana kerja) DEN sudah disepakati Anggota DEN dari pemerintah.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/