Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Karyawan Gunarso Tancap Gas Siapkan Strategi Ketahanan Pangan di Jakarta
Umum
12 jam yang lalu
Karyawan Gunarso Tancap Gas Siapkan Strategi Ketahanan Pangan di Jakarta
2
Pj Gubernur DKI Canangkan Kampung Siaga TBC
Umum
13 jam yang lalu
Pj Gubernur DKI Canangkan Kampung Siaga TBC
3
Kesit Budi Handoyo Segera Dilantik sebagai Ketua PWI Jaya, Ucapan Selamat Mengalir Deras
Umum
12 jam yang lalu
Kesit Budi Handoyo Segera Dilantik sebagai Ketua PWI Jaya, Ucapan Selamat Mengalir Deras
4
Fabianne Nicole, Miss Universe Indonesia Rilis Single Perdana 'Cinta Yang Salah'
Umum
7 jam yang lalu
Fabianne Nicole, Miss Universe Indonesia Rilis Single Perdana Cinta Yang Salah
5
Afgan Ikut Jadi Bintang Tamu dalam Konser David Foster
Umum
7 jam yang lalu
Afgan Ikut Jadi Bintang Tamu dalam Konser David Foster
6
PWI Jaya Mulai Siapkan Ajang Anugerah MHT Award 2024
Umum
6 jam yang lalu
PWI Jaya Mulai Siapkan Ajang Anugerah MHT Award 2024
Home  /  Berita  /  Politik

Di UIN Makassar, Ketua DPD RI Sebut Presidential Threshold Banyak Mudharat

Di UIN Makassar, Ketua DPD RI Sebut Presidential Threshold Banyak Mudharat
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengisi kuliah umum di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (29/5/2021).
Sabtu, 29 Mei 2021 14:22 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
MAKASSAR - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattaliti, menilai ambang batas calon presiden atau presidential threshold, memiliki banyak mudharat daripada manfaat. LaNyalla menilai butuh amandemen ke-5 untuk memperbaikinya.

Hal tersebut disampaikan LaNyalla saat mengisi kuliah umum ‘Amandemen Kelima: Sebagai Momentum Koreksi Perjalanan Bangsa' di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (29/5/2021).

LaNyalla menjelaskan, presidential threshold merupakan syarat dukungan dari partai politik atau gabungan partai politik. "Oleh karena itu kita perlu koreksi lagi terkait hal itu. DPD RI pun sudah mempersiapkan kajian untuk amandemen konstitusi ke-5 agar ada keadilan dan ada kesempatan yang sama bagi siapa saja untuk menjadi pemimpin nasional," ujarnya.

LaNyalla menjelaskan, UUD hasil Amandemen 2002 telah memberikan mandat Partai Politik sebagai satu-satunya saluran untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Tata caranya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Dalam UU ditegaskan untuk mengusung pasangan Capres-Cawapres, Parpol atau gabungan Parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Partai yang tidak menggenapi persentase ini harus berkoalisi," lanjutnya.

Argumentasi mengenai presidential threshold disebut-sebut untuk memperkuat partai politik. Selain itu juga agar presiden dan wakil presiden terpilih punya kekuatan politik di parlemen. Dengan begitu, presidential threshold memperkuat sistem pemerintahan presidensial. Sebab parlemen yang kuat dikhawatirkan akan melemahkan sistem presidensial.

"Sepertinya masuk akal. Tapi bila dicermati konteksnya jelas bukan soal kuat atau lemahnya eksekutif versus legislatif, tetapi keseimbangan peran. Menguatkan sistem presidensial tidak berbanding lurus dengan penguasaan eksekutif di parlemen. Koalisi penguasa yang gemuk dan minim oposisi mengundang penyalahgunaan kekuasaan karena sulitnya check and balance," lanjutnya.

Artinya, menurut LaNyalla, presidential threshold lebih banyak mudharatnya. Pertama, meski di atas kertas bisa memunculkan tiga hingga empat pasang calon, dalam prakteknya tidak seperti itu. "Dalam pemilu yang lalu-lalu hanya bisa memunculkan dua pasang calon. Dampaknya, pembelahan politik dan polarisasi yang begitu kuat di akar rumput. Polarisasi ini tidak juga reda meski elit telah rekonsiliasi," ujarnya.

Presidential threshold dinilai LaNyalla juga mengerdilkan potensi bangsa. Banyak calon pemimpin kompeten yang tidak bisa dicalonkan karena ada aturan main seperti itu. "(Mudharat) Ketiga, presidential threshold berpotensi memundurkan kesadaran dan partisipasi politik rakyat. Banyak pemilih yang memilih golput karena calon mereka tidak mendapat tiket kontestasi," lanjutnya.

Lalu yang keempat, kata LaNyalla, adalah partai kecil cenderung tidak berdaya di hadapan partai besar. Mereka ikut saja tentang keputusan calon yang akan diusung bersama. "Inilah yang saya katakan, presidential threshold bukan saja menghalangi putra-putri terbaik bangsa untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih dan memilih, tetapi juga menghalangi kader partai politik, hanya karena partainya tidak memiliki suara yang mencukupi untuk mengusung kader terbaiknya," ujar LaNyalla.

Karena itu, LaNyalla berharap dengan adanya Amandemen Konstituai ke-5 putra-putri terbaik yang non-partisan, bisa dipilih untuk dicalonkan sebagai presiden.

"Perlu dicermati ada hasil survei Akar Rumput Strategis Consulting (ARSC) yang dirilis 22 Mei 2021 kemarin, bahwa 71,49 persen responden ingin calon presiden tidak harus kader partai. Dan sisanya hanya 28,51 persen yang menginginkan calon presiden dari kader partai. Lantas bagaimana harapan 71,49 persen responden tersebut tersalurkan?" sebutnya.

Diingatkan LaNyalla, sebelum amandemen UUD 1945 ke-4, MPR bisa mengusung dan memilih calon presiden, di mana anggota MPR terdiri dari DPR yang merupakan representasi partai politik, lalu utusan golongan dan utusan daerah. Kemudian setelah amandemen, MPR terdiri dari DPR yang merupakan representasi partai politik dan DPD yang merupakan representasi daerah.

"Sehingga sejatinya DPD adalah jelmaan dari utusan daerah. Jika dulu utusan daerah terlibat dalam mengusulkan dan memilih presiden, mengapa setelah Amandemen 2002, DPD tidak dapat mengusulkan calon presiden?” kata LaNyalla.

Padahal menurut mantan Ketum PSSI ini, seharusnya DPD bisa menjadi saluran atas harapan 71,49 persen responden dari hasil survei ARSC yang menginginkan calon presiden tidak harus kader partai. "Di sinilah perlunya kita berpikir jernih dan melakukan perenungan sekaligus refleksi atas perjalanan bangsa ini. Sekali lagi, mari kita tanyakan kepada diri kita sendiri. Apakah perjalanan bangsa Indonesia hari ini semakin menuju cita-cita para pendiri bangsa, atau semakin menjauh," tutupnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/