Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Jelang Hadapi Uzbekistan, Ini Pesan Iwan Bule Kepada Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
21 jam yang lalu
Jelang Hadapi Uzbekistan, Ini Pesan Iwan Bule Kepada Timnas U 23 Indonesia
2
Sejarah Baru Perjalanan Sepakbola Indonesia Diawali Keputusan Iwan Bule Pilih Shin Tae-yong
Olahraga
21 jam yang lalu
Sejarah Baru Perjalanan Sepakbola Indonesia Diawali Keputusan Iwan Bule Pilih Shin Tae-yong
3
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
8 jam yang lalu
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
4
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
Pemerintahan
8 jam yang lalu
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
5
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
Olahraga
6 jam yang lalu
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
6
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Olahraga
6 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Home  /  Berita  /  Ekonomi

Calon Komite BPH Migas Dites, Emang Badannya Masih Perlu?

Calon Komite BPH Migas Dites, Emang Badannya Masih Perlu?
Ilustrasi jaringan gas kawasan industri. (gambar: dok. ist./pgn)
Senin, 28 Juni 2021 12:05 WIB
JAKARTA - Uji Kepatutan dan Kelayakan atau Fit and Proper Test calon anggota Komite BPH Migas mulai digelar DPR RI hari ini, Senin (28/6/2021).

Jadwal yang diterima GoNEWS.co, Senin pagi menyebut, ada 7 calon anggota Komite BPH Migas yang akan diuji parlemen di hari pertama rangkaian tes tersebut.

Kabar ini dikonfirmasi oleh Anggota Komisi VII Fraksi PKB DPR RI, Abdul Wahid. "Semua ada 18 orang calon, hari ini 7 yang menjalani tes," ujar Wahid yang mengaku akan hadir secara virtual.

Wahid mengatakan, pihaknya berharap bahwa BPH Migas ke depan bisa betul-betul menjadi jembatan yang baik bagi kepentingan 3 sektor yakni masyarakat, pengusaha dan pemerintah.

"Itu yang diharapkan, mereka jangan jadi makelar diantara salah satu," kata Wahid kepada GoNEWS.co, Senin.

Wahid menjelaskan, bagaimana pun posisi BPH Migas sebagai pengatur urusan hilir minyak dan gas, masih sangat dibutuhkan. Pasalnya, urusan hilir tak elok diserahkan ke pemerintah karena akan memposisikan pemerintah sebagai bagian dari bisnis dan negara tak elok berbisnis dengan rakyatnya.

"Saat pembahasan UU Ciptaker, KemenESDM memang sempat meminta agar BPH tidak punya wewenang soal Pipa Gas, tapi kita tak setuju jika kewenangan itu diberikan ke Ditjen Migas di KemenESDM," kata Wahid.

Dalam pernyataannya, Wahid juga menegaskan bahwa pihaknya memandang eksistensi BPH Migas diperlukan karena urusan Migas di hilir memang harus ada pihak netral yang mengatur. "Inilah peran BPH. Jadi, pemerintah membuat regulasi, BPH lah yang mengawasi,".

Ia mencontohkan, ketika dunia usaha hendak memasok gas ke kawasan industri lalu harus membuat pipa gas, maka harus dilakukan tender agar proses menjadi terbuka. Jika bagian ini jadi kewenangan pemerintah, ada kekhawatiran terjadi penunjukan langsung kepada perusahaan-perusahaan yang dikehendaki.

Tarik Menarik Eksistensi BPH Migas

Lain dengan Wahid, Pengamat Energi dari CMEES (Center for Mineral and Energy Economics Studies) Kurtubi menilai, eksistensi BPH Migas telah membuat urusan Migas di hilir menjadi ribet dan ruwet.

Melalui sambungan telepon dari Amerika Serikat, Kurtubi menjelaskan kepada GoNEWS.co, urusan perizinan Migas di hilir menjadi jauh dari kata simple.

Kurtubi yang juga pernah duduk di Komisi VII DPR RI pada periode lalu itu menuturkan bahwa di eranya, Panja RUU Migas telah menyepakati agar BPH Migas dilebur ke Ditjen Migas KemenESDM agar birokrasi hilir menjadi lebih sederhana.

"Tapi di Baleg, BPH Migas malah muncul lagi (dan eksis hingga saat ini, red)" kata Kurtubi.

Lebih jauh, keberadaan BP Migas sebagai pengatur urusan Migas di hulu juga sempat digugat dan Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa keberadaan BP Migas bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Penguasaan negara atas sumber daya alam yang diatur oleh pasal itu sedianya termasuk dengan keuntungan negara guna mencapai kemakmuran rakyat, tapi keberadaan BP Migas mendegradasi nilai penguasaan negara sebagaimana dimaksud.

Terkait hal ini, kata Kurtubi, di era Presiden SBY muncul lagi 'jelmaan' BP Migas dengan nama SKK Migas.

"Jadi sudah lah, di hulu digabung dengan Pertamina,di hilir digabung dengan Ditjen Migas KemenESDM," ujar Kurtubi.

Jika keberadaan badan-badan ini betul membuat urusan Migas menjadi ruwet dan mendegradasi hak negara, lalu siapa yang diuntungkan dengan "memaksakan" eksistensi mereka? Terkait ini, Kurtubi hanya menjawab, "Izin-izin itu kan duit itu,"

Ia berharap, RUU Migas tetap berproses di parlemen, dan pemangku legislasi bisa lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Dalam perspektifnya sebagai Ahli, industri Migas Tanah Air telah salah kelola selama 20 tahun belakangan atau pasca UU 22/2001 tentang Migas diberlakukan.

Sebatas informasi, berdasarkan agenda yang diterima GoNEWS.co, akan dilakukan penetapan pimpinan baru di Komisi Energi DPR RI. Politisi muda Fraksi Golkar, Maman Abdurrahman menggantikan rekan separtainya, Alex Noerdin.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:DKI Jakarta, DPR RI, Nasional, Politik, Ekonomi
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/