Jelang Usia Satu Abad, DPR Minta LPP RRI Bangun Narasi Kebangsaan
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Jelang memasuki usia satu abad di tahu 2025, DPR RI mendorong Lembaga Penyiaran Publik (LPP) membangun narasi kebangsaan. Langkah ini penting sebab LPP memiliki peran penting untuk menjernihkan informasi dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penegasan disampaikan Wakil Ketua Badan legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya dalam Peluncuran dan Diskusi Bedah Buku bertema ‘Dekrit Pencerdasan Bangsa’ di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/8/2021).
Diskusi dan Bedah Buku membahas buku karya Anggota Dewan Pengawas (Dewas) RRI Freddy Ndolu berjudul ‘Atas Nama Publik; Transformasi Lembaga Penyiaran Publik Sebagai Media Layanan Publik Multiplatform’. Peluncuran buku dilakukan berkaitan perjalanan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai LPP yang pada 11 September 2021 mendatang genap berusia 76 tahun.
Hadir beberapa narasumber anggota buku tersebut antara lain: Wakil Ketua Baleg DPR RI Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Muklis Basri, Mewakili Dewan Pers Asep Setiawan dan Pakar hukum tata negara Margarito Kamis.
Willy Aditya mengapresiasi buku Karya Freddy Ndolu.
“Saya dukung buku ini tapi dia harus jadi movement (gerakan). LPP kita bangun bersama-sama narasi kebangsaan. Sebab, kalau ini kita tidak jaga, ini anugerah besar di kolong langit bernama Indonesia, negara berbangsa, banyak suku agama,” kata Willy Aditya yang juga Anggota Komisi XI DPR RI.
Menurut Politisi dari Partai NasDem ini, Indonesia merupakan negara besar yang terdiri atas beragam suku, agama, adat istiadat, dan budaya. Willy menyatakan sudah menjadi tugas LPP untuk menyiarkan narasi kebangsaan yang menyatukan.
Pembicara lainnya, Anggota Komisi I DPR RI Muklis Basri juga menyambut baik hadirnya buku tersebut. Ia berpesan agar sebelum mendorong dekrit pencerdasan bangsa, seluruh komponen bangsa perlu membenahi RRI.
“Pesan saya kepada seluruh LPP RRI, benahi dulu internal, jangan ribut pada momentum tertentu saja,” kata Muklis.
Anggota Dewan Pers Asep Setiawan menambahkan pihaknya juga mendukung LPP RRI bertransformasi menjadi media layanan publik multiplatform. Diakui Asep, cara menyampaikan informasi perlu ikut mengikuti perkembangan zaman.
“Substansi jurnalistik, dengan menyampaikan informasi melalui media massa tidak akan pernah berubah. Membangun Indonesia, tetapi teknologi untuk mendeliver news berubah, kita sekarang menulis pakai gadget. Jadi substansi tidak berubah, hanya caranya berubah,” kata Asep yang juga wartawan senior salah satu surat kabar terbitan di Ibukota.
Pakar hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan RRI meski berstatus LPP yang didanai dari APBN tetapi harus berani berbicara dan bersikap meskipun berbeda dengan pemerintah.
“Buku ini secercah harapan jika tidak bisa mengubah dunia, paling tidak Indonesia, di titik inilah saya mencoba mengapresasi lahirnya buku ini,” kata Margarito.
Sementara itu, Penulis Buku Freddy Ndolu menegaskan, buku yang ia tulis adalah seorang pemacu semangat bagi seluruh jurnalis di tanah air, untuk terus berkarya. Sebab, peran jurnalis penting, sebagai penjagaan penjagaan.
“RRI sekali lagi jangan dilihat sebagai radio lagi, Karena semua sudah terkorvenensi. Ini semacam promosi pemikiran, wartawan yang mengedukasi informasi. Saya kira negara perlu memberikan satu payung hukum berbentuk dekrit pencerdasan bangsa,” tegas Freddy.***
Kategori | : | Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta |