Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
21 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
2
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
Umum
23 jam yang lalu
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
3
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Olahraga
20 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
4
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
Pemerintahan
20 jam yang lalu
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
5
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
Pemerintahan
20 jam yang lalu
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
6
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
21 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Home  /  Berita  /  Politik

Bicarakan Tanah Papua, Wakil Ketua DPD RI Terima Audiensi Aktivis Perempuan

Bicarakan Tanah Papua, Wakil Ketua DPD RI Terima Audiensi Aktivis Perempuan
Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin saat menerima audiensi dari mace-mace aktivis perempuan Papua dan Papua Barat, Jumat (15/10). (Foto: istimewa)
Sabtu, 16 Oktober 2021 09:29 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin bersama Anggota DPD RI dari Papua, Yorrys Raweyai, menerima audiensi dari mace-mace aktivis perempuan Papua dan Papua Barat, Jumat (15/10). Audiensi tersebut bertujuan untuk menyampaikan aspirasi dan berbagai permasalahan yang terjadi di Tanah Papua.

Salah satu aktivis dari Papua Barat Sofia Mipauw merasa prihatin atas apa yang terjadi di Tanah Papua. Banyak Orang Asli Papua (OAP) yang tidak memperoleh hak dan kesejahteraan yang selama ini dijanjikan pemerintah, terutama kelompok perempuan dan anak.

Ia berharap terdapat mekanisme agar keterwakilan perempuan dapat ditingkatkan di Tanah Papua, sehingga dapat menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan dan anak di Bumi Cenderawasih tersebut.

Lebih lanjut, Sofia mengungkapkan, banyak perempuan yang menerima pelanggaran HAM berat di Papua dan sampai sekarang tidak terselesaikan kasusnya. Selain itu, banyak 'anak rumput' di Papua yang tidak mendapatkan hak ulayat, termasuk pendidikan. Akibatnya, tingkat pendidikan di Tanah Papua sangat rendah.

“Beasiswa hanya diperuntukkan untuk anak pejabat dan yang punya orang tua. Banyak anak-anak yang lahir tanpa orang tua tidak memperoleh pendidikan. Seharusnya anak-anak asli Papua yang orang tuanya tidak mampu diprioritaskan memperoleh pendidikan,” ucapnya dalam audiensi tersebut.

Senada, aktivis perempuan lainnya, Anike Sabumi, memaparkan bahwa sampai saat ini tidak ada perhatian yang cukup bagi OAP, bahkan ketika otonomi khusus (otsus) dijalankan. Menurutnya otsus selama ini tidak memperhatikan pemberdayaan, perlindungan, dan keberpihakan kepada OAP. Bahkan, porsi keterwakilan untuk OAP sangat sedikit dan hampir tidak ada.

“Untuk keterwakilan perempuan, kasih ke orang asli Papua, jangan non Papua. Bagaimana bisa merawat Papua dalam ke-Indonesian. Negara wajib membina dan menghormati hak-hak orang asli Papua,” ucap Anike.

Dia berharap negara harus memberikan solusi atas permasalahan di Tanah Papua melalui konsep win-win solution secara sah. Pemerintah juga dituntut untuk menyelesaikan masalah pelanggarah HAM yang sampai saat ini masih terjadi di Tanah Papua.

“Dan belajar dari kegagalan negara kemarin, hari ini, dan esok, maka mesti dilakukan dialog konstruktif Papua-Jakarta untuk mencari win-win solution atas segala permasalahan yang terjadi,” kata Anike.

Terkait hal itu, Sultan B Najamudin mengatakan bahwa dirinya mendukung adanya peningkatan keterwakilan perempuan di Tanah Papua. Ia menjelaskan, mekanisme peraturan perundang-undangan dapat dilakukan perubahan untuk mengakomodir aspirasi daerah, dalam hal ini aspirasi perempuan di Tanah Papua.

“Sampai hari ini yang tidak bisa diubah hanya kitab suci, yang lain apa yang bisa tidak diubah. Sepanjang menyangkut aspirasi masyarakat, sepanjang menyangkut kepentingan masyarakat, ada konsensusnya melalui perubahan undang-undang,” ucap Sultan.

Sementara itu, Yorrys Raweyai, mengatakan bahwa DPD RI telah menyampaikan aspirasi masyarakat Papua dalam perubahan UU Otonomi Khusus Papua. Beberapa aspirasi tersebut telah diakomodir melalui perubahan dalam ketentuan UU tersebut.

“Adanya perubahan tersebut memunculkan optimisme dalam pembangunan di Tanah Papua. Kalau konsisten kita laksanakan, akan ada perubahan mendasar yang terjadi di Papua,” ucap Yorrys.

Yorrys yang juga Ketua Komite II DPD RI ini menjelaskan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Otsus Papua akan segera ditandatangani Presiden pada tanggal 18 Oktober mendatang.

Tahapan selanjutnya adalah penyusunan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi). Ia pun menilai, penyusunan kedua peraturan daerah tersebut menjadi acuan pelaksanaan UU Otsus di Papua.

Oleh karena itu, keduanya harus disusun dengan berdasarkan pada kepentingan masyarakat Papua untuk memaksimalkan hasil dari pelaksanaan Otsus Papua. Ia juga berharap agar semua pihak dapat berkomitmen melaksanakan Otsus Papua agar dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan di Tanah Papua.

“Permasalahan yang selama ini terjadi harus menjadi referensi dan menjadi tantangan hari ini. Kita harus bersatu untuk bersama-sama melaksanakan (Otsus Papua). Karena nanti akan menentukan 20 tahun kedepan,” kata Yorrys.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/