Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Zaira Kusuma: Perjalanan Masih Panjang dan Harus Tetap Latihan
Olahraga
8 jam yang lalu
Zaira Kusuma: Perjalanan Masih Panjang dan Harus Tetap Latihan
2
Satoru Mochizuki Siapkan Agenda Khusus Setelah Piala Asia U-17 Wanita
Olahraga
9 jam yang lalu
Satoru Mochizuki Siapkan Agenda Khusus Setelah Piala Asia U-17 Wanita
3
KPU DKI Menerima Penyerahan Dukungan Perseorangan
Pemerintahan
8 jam yang lalu
KPU DKI Menerima Penyerahan Dukungan Perseorangan
4
Dailami Firdaus Imbau Penggratisan Parkir di Tempat Ibadah
Pemerintahan
9 jam yang lalu
Dailami Firdaus Imbau Penggratisan Parkir di Tempat Ibadah
5
Pemprov DKI Bangun Pengolahan Sampah Modern di Rorotan
Pemerintahan
9 jam yang lalu
Pemprov DKI Bangun Pengolahan Sampah Modern di Rorotan
6
Kepiawaian Okto Membawa Pencak Silat Dapat Pengakuan IOC
Olahraga
5 jam yang lalu
Kepiawaian Okto Membawa Pencak Silat Dapat Pengakuan IOC
Home  /  Berita  /  Politik

HMW Ingatkan Pemerintah soal Kewajiban Negara Sejahterakan Rakyat

HMW Ingatkan Pemerintah soal Kewajiban Negara Sejahterakan Rakyat
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid dalam suatu kegiatan. (Foto: Istimewa)
Minggu, 31 Oktober 2021 21:56 WIB
JAKARTA - Bantuan untuk menangani fakir miskin sebagai amanah Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2011 harus terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Hal itu penting agar kewajiban negara dalam melindungi seluruh rakyat Indonesia, termasuk kemiskinan ekstrem, dengan memajukan kesejahteraan umum sesuai alinea ke 4 Pembukaan Undang-Undang dasar (UUD) dapat terwujud.

Namun, menurut Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, yang terjadi saat ini bantuan sosial (bansos) masih belum terprogram secara baik dalam mengatasi masalah kemiskinan ekstrem maupun non ekstrem. Bahkan, secara teknis belum terintegrasi dengan maksimal, apalagi akurasi pendataan yang bermasalah berdampak pada akurasi program.

Selain itu, lanjut Hidayat, keberpihakan anggaran untuk bansos kalah oleh anggaran proyek kontroversial, seperti dana talangan Jiwasraya, dana talangan Kereta Cepat, dan pembangunan Ibu Kota Negara baru. Jika aspek komprehensif dan terkoordinasi dalam penyaluran bantuan sebagaimana aturan di Pasal 27 UU Nomor 13/2011 dijalankan, ujarnya, ia yakin bansos dapat berperan signifikan untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di Indonesia.

"Pembukaan UUD dan Pancasila sudah mengamanahkan agar negara melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, melaksanakan keadilan sosial, dan memelihara fakir miskin. Dalam pelaksanaannya, kewajiban ini harus disikapi dengan serius, bersifat komprehensif, terintegrasi antarprogram, dan terkoordinasi antar kementerian serta lembaga, sebagai kunci menjalankan amanah UUD tersebut agar efektif berkontribusi mengentaskan kemiskinan termasuk yang ekstrem," kata Hidayat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/10/2021).

Sayangnya, kata Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, hal mendasar tersebut belum berhasil dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah.

Hidayat mengungkapkan hal tersebut menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat berkunjung ke Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (28/10/2021). Saat itu Muhadjir mengatakan bahwa bansos tidak bisa menyelesaikan masalah kemiskinan ekstrem.

Menurut Hidayat, berdasarkan paparan Kementerian Keuangan kepada Komisi VIII DPR RI, efektivitas program bansos terus menurun sejak 2015. Misalnya, Program Indonesia Pintar dan Program Keluarga Harapan pada 2015 per Rp100 triliun bisa mengurangi kemiskinan sebesar 8% dan 15%. Namun pada 2018 kemampuan setiap program tinggal 3% dan 5%.

Penurunan efektivitas tersebut, ujarnya, kemungkinan besar karena akurasi data dan efektivitas program yang bermasalah, sehingga program tidak solutif, sehingga banyak warga yang mestinya layak terima bansos justru tidak menerima. Sebaliknya, warga tidak layak menerima, justru menerima bansos.

Permasalahan data dan disintegrasi bansos, kata Hidayat, juga menyebabkan 20% warga miskin yang berada di desil terbawah pendapatan, justru tidak menerima satu pun jenis bansos, padahal seharusnya mereka bisa menerima empat jenis program bansos dari aspek perlindungan sampai aspek pemberdayaan. Kesenjangan tersebut, lanjutnya, diperparah dengan masih ditemukannya penyunatan besaran bansos hingga korupsi bansos kelas kakap yang melibatkan Menteri Sosial sebelumnya.

"Belum lagi minimnya koordinasi antar K/L dalam perancangan bansos. Untuk kementerian yang berada di satu komisi saja, seperti Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), ternyata Kementerian PPPA tidak dilibatkan dalam merancang program bantuan anak yatim. Padahal, seharusnya rencana bantuan tunai dari Kemensos untuk anak yatim bisa dilengkapi dengan program UPTD-PPA yang ada di daerah, sehingga bantuan dan pendampingan bisa berkelanjutan," tegas Hidayat.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Peristiwa, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/