Polisi Memastikan Data NIK Diambil Sindikat Pemalsu Prakerja Bukan dari Dukcapil
Siaran Dukcapil Kemendagri yang dibaca GoNEWS.co, Selasa (7/12/2021), mengutip pandangan Arief Rachman bahwa data kependudukan didapatkan para sindikat pemalsu Prakerja secara ilegal melalui web scraping secara on tap dari situs bpjsketenagakerjaan.co.id.
"Jadi bukan dari server utama yang ada di pusat basis data Dukcapil," tegas Kombes Arief Rachman dari Jakarta.
Pernyataan ini sekaligus meluruskan berita yang beredar sebelumnya bahwa modus yang digunakan sindikat itu adalah dengan menjebol database kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) sejumlah daerah.
Sindikat penipuan memakai data kependudukan secara ilegal untuk menjadi peserta kartu prakerja. Dalam sebulan, keuntungannya bisa mencapai Rp500 juta.
Dalam kasus ini, ada empat tersangka yang ditangkap saat penggerebekan dilakukan di salah satu hotel di Kota Bandung, yakni AP, AE, RW, dan WG.
Concern Keamanan Data
Terkait itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan pentingnya setiap setiap lembaga pengguna yang kerjasama dengan Dukcapil dan jajaran Dukcapil, baik di pusat maupun daerah, untuk dapat menjaga keamanan data kependudukan tersebut dengan baik.
"Pesan saya, tim IT harus kuat. Sistem security harus first class, wajib. Juga dalam hal pemanfaatan data kependudukan agar sesuai dengan koridor hukum karena data ini sangat sensitif, bisa masuk ke masalah privasi juga," pungkasnya.
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh juga mengingatkan para pengguna data kependudukan lebih menumbuhkan kepedulian terhadap keamanan data.
Dirjen Zudan juga sejak lama mendorong lembaga pengguna melakukan verifikasi dengan menggunakan minimal two-factor authentication.
"Untuk melakukan otentikasi tidak hanya dengan NIK. Bisa NIK dengan data biometrik sidik jari atau NIK dengan foto wajah dengan teknologi face recognition. Bisa juga NIK dengan tanda tangan digital. ini yang terus kita dorong ke berbagai lembaga," jelas Zudan.
Selanjutnya, Zudan Arif menekankan kepada lembaga pengelola data harus konsen dengan perlindungan data pribadi. "Kalau mereka membocorkan mereka harus tanggung jawab penuh utnuk aspek perdata pidana dan administrasi."
Selama ini, ungkap Zudan, berbagai lembaga sebelum bekerja sama dengan Dukcapil sudah menyimpan data sendiri-sendiri.
BPJS Ketenagakerjaan dulu sebelum bekerjasama dengan Dukcapil sudah menyimpan data askes. "Kampus-kampus menyimpan data mahasiswa. BPN punya data penduduk berkaitan denngan kepemilikan lahan, polisi punya data penduduk yang mengajukan SIM, dan seterusnya."
Maka Zudan berharap besar agar berbagai lembaga yang mengelola data betul-betul konsen minimal pendekatan Three Lines of Defence, yakni dari sisi awareness, aplikasi, infrastruktur, semuanya mengarah pada perlindungan rahasia data pribadi.***
Editor | : | Muhammad Dzulfiqar |
Kategori | : | Politik, Nasional, DKI Jakarta |