Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Zayn Malik Menyesal, Kurang Menghargai Momen Indah Bersama One Direction
Umum
23 jam yang lalu
Zayn Malik Menyesal, Kurang Menghargai Momen Indah Bersama One Direction
2
PLN UID Jakarta Raya Terus Tumbuhkan Budaya K3
Umum
24 jam yang lalu
PLN UID Jakarta Raya Terus Tumbuhkan Budaya K3
3
Halal Bihalal, IKMKB Jakarta Beri Santunan Anak Yatim Piatu 
Peristiwa
24 jam yang lalu
Halal Bihalal, IKMKB Jakarta Beri Santunan Anak Yatim Piatu 
4
Tengku Dewi Putri Ungkap Suaminya Sudah Berulang Kali Selingkuh
Umum
24 jam yang lalu
Tengku Dewi Putri Ungkap Suaminya Sudah Berulang Kali Selingkuh
5
Kasus Penggelapan Pajak Shakira di Spanyol Dihentikan
Umum
23 jam yang lalu
Kasus Penggelapan Pajak Shakira di Spanyol Dihentikan
6
Dukung Timnas U-17 Wanita, Erick Bidik Target Jangka Panjang Sepak Bola Wanita Indonesia
Olahraga
23 jam yang lalu
Dukung Timnas U-17 Wanita, Erick Bidik Target Jangka Panjang Sepak Bola Wanita Indonesia
Home  /  Berita  /  Internasional

China Bilang Demokrasi AS Senjata Pemusnah Massal, Ini Penjelasannya

China Bilang Demokrasi AS Senjata Pemusnah Massal, Ini Penjelasannya
Bendera nasional China dikibarkan di lokasi konstruksi di Beijing. China labeli demokrasi AS sebagai senjata pemusnah massal. (foto/reuters)
Minggu, 12 Desember 2021 06:11 WIB
BEIJING - China mencap demokrasi Amerika Serikat (AS) sebagai "senjata pemusnah massal". Hal itu disampaikan menyusul KTT Demokrasi yang diselenggarakan Amerika yang bertujuan untuk menopang sekutu yang berpikiran sama dalam menghadapi rezim otokratis, Sabtu (11/12/2021).

China, yang tidak diundang dalam KTT virtual dua hari bersama dengan negara lain termasuk Rusia dan Hongaria, menanggapi dengan marah dan menuduh Presiden AS Joe Biden memicu perpecahan ideologis era Perang Dingin. Indonesia ikut diundang dalam KTT itu.

Alasan Beijing menyebut demokrasi ala AS sebagai senjata pemusnah massal karena telah digunakan sebagai dalih untuk mengintervensi urusan dalam negeri negara lain.

"'Demokrasi' telah lama menjadi 'senjata pemusnah massal' yang digunakan oleh AS untuk campur tangan di negara lain," kata Kementerian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan online, yang dilansir AFP.

Beijing juga menuduh Washington telah menghasut "revolusi warna" di luar negeri.

Kementerian Luar Negeri China mengeklaim KTT Demokrasi diselenggarakan oleh AS untuk menarik garis prasangka ideologis. "Memperalat dan mempersenjatai demokrasi...(dan) menghasut perpecahan dan konfrontasi," lanjut kementerian tersebut.

Sebaliknya, Beijing bersumpah untuk dengan tegas menolak dan menentang semua jenis demokrasi semu.

Menjelang KTT Demokrasi, China meningkatkan serangan propaganda yang mengkritik demokrasi AS sebagai korup dan gagal.

Sebaliknya, Beijing menggembar-gemborkan versinya sendiri tentang “demokrasi rakyat seluruh proses” dalam sebuah buku putih yang dirilis minggu lalu yang bertujuan untuk menopang legitimasi Partai Komunis yang berkuasa, yang telah menjadi semakin otoriter di bawah Presiden Xi Jinping.

Sementara AS telah berulang kali membantah akan ada Perang Dingin lagi dengan China, ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena berbagai masalah termasuk perdagangan dan persaingan teknologi, hak asasi manusia, krisis Xinjiang dan krisis Taiwan.

Departemen Keuangan AS pada hari Jumat menjatuhkan sanksi kepada dua pejabat tinggi China atas pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang dan menempatkan perusahaan pengawasan artificial intelligence (AI) China; SenseTime, dalam daftar hitam atas penggunaan teknologi pengenalan wajah yang menargetkan minoritas Uighur.

Sementara itu, Taiwan, sebuah pulau demokratis dengan pemerintahan sendiri yang diklaim oleh China, diundang ke KTT Demokrasi AS. Itu juga membuat Beijing merasa terhina.

Tetapi Beijing mendapat dorongan di tengah-tengah KTT Demokrasi AS ketika Nikaragua memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan, dengan mengatakan bahwa mereka hanya mengakui China.

Pengumuman itu membuat Taiwan hanya memiliki 14 sekutu diplomatik. Sebagai tanggapan, Departemen Luar Negeri AS meminta semua negara yang menghargai institusi demokrasi untuk "memperluas keterlibatan" dengan pulau itu. ***

Editor:Hermanto Ansam
Sumber:sindonews.com
Kategori:Internasional
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/