Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Christian Bautista Pembuka Konser Nostalgia All-4-One di Jakarta
Umum
22 jam yang lalu
Christian Bautista Pembuka Konser Nostalgia All-4-One di Jakarta
2
Syahrini Hamil Anak Pertamanya
Umum
21 jam yang lalu
Syahrini Hamil Anak Pertamanya
3
Pemain Indonesia Siap Beradaptasi dengan Angin di Stadion Nimibutr
Olahraga
24 jam yang lalu
Pemain Indonesia Siap Beradaptasi dengan Angin di Stadion Nimibutr
4
Jepang Kalahkan Tiongkok untuk Merebut Posisi Teratas Grup B
Olahraga
22 jam yang lalu
Jepang Kalahkan Tiongkok untuk Merebut Posisi Teratas Grup B
5
All-4-One Kembali Hadir di Jakarta Dalam Tour Peringatan 30 Tahun
Umum
22 jam yang lalu
All-4-One Kembali Hadir di Jakarta Dalam Tour Peringatan 30 Tahun
6
Dicintai Rakyat, Projo Sulsel: Pa Jokowi Jangan Pulang Kampung Dulu
Politik
18 jam yang lalu
Dicintai Rakyat, Projo Sulsel: Pa Jokowi Jangan Pulang Kampung Dulu
Home  /  Berita  /  Politik

Rerie: Jadikan Hari Ibu Momentum dalam Meningkatkan Perjuangan Hak-hak Perempuan

Rerie: Jadikan Hari Ibu Momentum dalam Meningkatkan Perjuangan Hak-hak Perempuan
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. (foto: Istimewa)
Rabu, 22 Desember 2021 21:59 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan, Perempuan bukan sekadar pelengkap dan disubordinasi, serta tidak untuk dikooptasi.

Peringatan Hari Ibu Nasional adalah hari kebangkitan perempuan Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. "Setiap perempuan memiliki hak yang sama sebagai manusia. Bahkan, gerakan perempuan Indonesia merupakan bagian dari upaya mewujudkan Kemerdekaan Indonesia," kata Rerie sapaan akrab Lestari Moerdijat.

Demikian diungkapkannya dalam diskusi virtual bertema Perempuan Indonesia: Kepemimpinan, Kesetaraan dan Kiprah Membangun Bangsa yang merupakan bagian dari acara peluncuran buku 21 Wanita Perkasa yang Ditempa oleh Budaya Aceh, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Yayasan Sukma dan Universitas Syiah Kuala Aceh, Rabu (22/12/2021).

Menurut Lestari, peringatan Hari Ibu Nasional setiap 22 Desember itu berbeda dengan Mothers Day yang dirayakan di dunia Barat. Peringatan Hari Ibu di Indonesia, ujar Rerie, lahir dari digelarnya Kongres Perempuan Indonesia II pada 1930 yang di dalam kongres tersebut membahas hak-hak perempuan di berbagai bidang.

Padahal kata Dia, sejak zaman kerajaan- kerajaan di Nusantara masa lalu, sudah banyak perempuan mengambil peran sebagai garda terdepan dalam perjuangan. "Tokoh-tokoh perempuan di masa itu, juga terlibat dalam pengelolaan negara, pertahanan, perdagangan dan sejumlah bidang sosial kemasyarakatan," ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.

Diakui Rerie, masa reformasi merupakan masa yang kondusif bagi gerakan perempuan Indonesia karena cukup banyak ruang yang dibuka untuk mengangkat berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan saat ini.

Meski begitu, Rerie menilai, masih banyak pekerjaan rumah terkait perempuan yang harus segera dituntaskan agar hak-hak perempuan bisa terpenuhi. "Pekerjaan rumah itu, antara lain pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU-TPKS) yang hingga kini masih menghadapi banyak tantangan," tambahnya.

Padahal, ujar Rerie, RUU-TPKS sangat diharapkan untuk segera menjadi undang-undang agar perlindungan dan pencegahan dari tindak kekerasan seksual yang kerap mengancam perempuan, bisa segera direalisasikan.

Sementara itu, Pengamat Bidang Militer dan Pertahanan Keamanan, Connie Rahakundini Bakrie berpendapat jika kembali kepada nasionalisme perempuan di masa lalu, sudah terbukti banyak perempuan berperan aktif dalam skala yang lebih luas di berbagai bidang.

Menurut Connie, sejak abad ke-7 perempuan Aceh sudah sangat menonjol perannya di Nusantara, karena masyarakat Aceh menganut budaya matriarki. Sejarah Aceh juga melahirkan sejumlah negarawan perempuan. “Sikap digdayanya perempuan Aceh itu juga karena ajaran Islam yang kuat,” ujar Connie.

Mulai terpinggirkannya peran perempuan di Aceh, menurut Connie, terjadi setelah perang kemerdekaan Indonesia karena pengaruh budaya Arab yang cenderung mengenyampingkan peran perempuan dalam keseharian.

Narasumber lainnya, yakni Penulis Buku 21 Wanita Perkasa yang Ditempa oleh Budaya Aceh, Qismullah Yusuf mengungkapkan, perempuan Aceh berperan di sejumlah bidang antara lain di bidang diplomasi, perdagangan, pendidikan, dan membangun jaringan di Nusantara. "Langkah membangun jaringan itu, dibuktikan dengan adanya sembilan sultan di Aceh yang bukan orang asli Aceh, tetapi orang Bugis," ujar Qismullah.

Peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Titi Surti Nastiti berpendapat, di Nusantara pada masa lalu bukan hanya perempuan Aceh yang banyak berkiprah, namun juga perempuan di sejumlah daerah lainnya. "Sangat disayangkan, di masa kini masih banyak pihak yang mensubordinasikan perempuan terhadap laki-laki," ujar Titi.

Meski begitu, diakui Titi, sejak dulu sampai sekarang di Nusantara ini selalu saja ada tempat bagi perempuan. "Sangat disayangkan, ketika ada sejumlah kesempatan dibuka justru dari pihak perempuannya sendiri belum memiliki kemampuan yang memadai," urainya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/