Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
22 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
2
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
Umum
24 jam yang lalu
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
3
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Olahraga
21 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
4
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
Pemerintahan
21 jam yang lalu
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
5
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
Pemerintahan
20 jam yang lalu
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
6
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
22 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Home  /  Berita  /  Politik

Elektabilitas Sudah 3,4 Persen, Ini Proyeksi Partai Gelora dalam Menghadapi Pemilu 2024

Elektabilitas Sudah 3,4 Persen, Ini Proyeksi Partai Gelora dalam Menghadapi Pemilu 2024
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. (foto; Istimewa)
Senin, 14 Februari 2022 16:10 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Elektablitas Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia saat ini hampir mendekati ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen. Jika pemilu digelar hari ini, maka elektablitas Partai Gelora sudah mencapai 3,4 persen.

Hal ini terungkap dari hasil survei lembaga survei Trust Indonesia yang dilakukan pada 3-13 Januari 2022 lalu, dengan jumlah responden 1.200 orang dan margin error 2,83 persen.

"Terkait dengan elektabilitas Partai Gelora, jika elektabilitasnya 0,6 persen. Maka dengan margin error 2,83 persen, berarti plus minusnya kita ambil margin error maksimal, yakni 2,83 persen. Jadi 0,6 persen ditambah 2,83 persen. Sehingga bisa kita duga bahwa elektabilitas Partai Gelora itu, sebenarnya 3, 4 persen," kata Ahmad Fadhli, Direktur Research Trust Indonesia dalam Gelora Talk bertajuk 'Pemilu 2024: Daulat Parpol Vs Daulat Rakyat, Membedah Survei Nasional' pada Rabu (9/2/2022) lalu.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah dalam keterangannya, Sabtu (12/2/2022) mengatakan, bahwa Partai Gelora sudah mempunyai proyeksi-proyeksi untuk menghadapi Pemilu 2024.

Namun, proyeksi-proyeksi tersebut masih membutuhkan beberapa ikhtiar yang akan dilakukan ke depan. Sebab, Partai Gelora tidak ingin masuk Senayan hanya sekedar 5D (Datang, Duduk, Diam, Duit dan Ditangkap). "Terus terang, kami di Partai Gelora itu sudah punya proyeksi proyeksi. Makanya saya sering bilang sama teman-teman, kita ini udah tahu cara menang, juga tahu cara curang, gitu. Tapi Insya Allah, kita nggak akan curang, tapi kita tahu siapa yang bisa mencurangi," tegas Fahri.

Karena itu, apabila melihat hasil survei Trust Indonesia sudah sesuai dengan proyeksi-proyeksi yang dibuat Partai Gelora. Fahri memprediksi akan ada 8-10 partai yang akan lolos ke Senayan pada Pemilu 2024 mendatang, salah satunya adalah Partai Gelora. "Kalau kita melihat proyeksi-proyeksi dan melihat hasil survei, maka Dewan nanti isinya ada 8-10 partai, mudah-mudahan Partai Gelora masuk. Dan per hari ini, Partai Gelora sudah masuk Senayan sebenarnya. Jumlahnya berapa, nanti kita lihat," katanya.

Menurut Fahri, Partai Gelora akan menfaslitasi kehendak rakyat untuk memilih pemimpin yang baik, yang akan membawa angin segar perubahan bagi sistem demokrasi Indonesia. "Pemilu pada dasarnya adalah sarana untuk mengubah nasib rakyat. Kalau rakyat boleh memlih pemimpinnya di Pemilu karena difaslitasi dengan baik, tentu akan membaik juga hasilnya," kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini.

Fahri menegaskan, kritik yang disampaikan Partai Gelora terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 pada prinsipnya agar publik mewaspadai adanya 'jebakan demokrasi' yang seolah-olah di ujungnya baik, padahal di depannya ada lubang dan jurang menganga yang sangat dalam. "Oleh sebab itu, sejak awal kita harus membaca jebakan-jebakan demokrasi. Kita mengajak semua pihak untuk mengkritik, supaya tidak terjebak hal monoton di ujungnya saja. Padahal ada jurang yang siap menerkam," tegasnya.

Fahri menilai, Pemilu adalah isyarat akan adanya demokrasi, bukan jaminan adanya demokrasi. Sehingga Pemilu harus dikelola dengan baik agar tidak melahirkan tirani dan otoritarianisme baru. "Pemilu tidak boleh melahirkan demokrasi tirani dan otoritarianisme baru. Dan ini harus menjadi catatan penting kita untuk merubah nasib rakyat," tandasnya.

Menurut Ahmad Fadhli, jika pemilu digelar hari ini, maka elektabilitas Partai Gelora hampir memenuhi persyaratan ambang batas parlemen Pemilu 2024 dengan tingkat kepercayaan 95 persen. "Elektablitas 3,4 persen itu, dengan quality control 20 persen dan kita cek kembali di lapangan melalui sambungan telepon. Dan perlu diketahui bahwa survei ini, kita lakukan secara offline tatap muka face to face di 34 provinsi yang ada di Indonesia," ungkap Fadhli.

Survei ini, kata Fadhli, sebagian besar dilakukan di Pulau Jawa sebanyak 54,2 persen,karena basis pemilih Pemilu 2024 berdasarkan Daftar Pemilh Tetap (DPT) berada di Pulau Jawa. "Kalau lihat sebaran survei jomplang sekali yang besar Pulau Jawa, meskipun bu kota negara akan dipindah ke Kalimantan. Tapi kalau kita mau menang, ya harus kuasai Pulau Jawa. Pulau Jawa itu ada dimana saja, ada di Jawa Barat, Jawa Tengah Jawa Timur, Yogyakarta, Jakarta dan Banten," ujarnya.

Berdasarkan hasil survei Trust Indonesia tersebut, saat ini ada tiga partai yang memiliki tren kenaikan, diantaranya PDIP dan Partai Gerindra. Sementara partai lain ada kecenderungan penurunan elektabilitas. "Ini survei banyak tidak terima, padahal ini survei kita lakukan hari ini. Kita enggak tahu kalau bulan Februari, Maret dan April, memang sangat dinamis. Jadi besok ada lembaga survei, ya pasti hasilnya tidak akan jauh berbeda, akan sama-sama saling mendekati," jelasnya.

Fadhli mengatakan, dari 9 partai politik yang lolos parlemen pada Pemilu 2019 lalu, hanya Partai Demokrat dan PKS yang mengklaim diri oposisi, sementara 7 partai masuk dalam barisan koalisi pro pemerintah.

Namun, oposisi yang diterapkan Partai Demokrat dan PKS masih ambigu alias abu-abu tidak jelas hingga hari ini, sehingga publik masih menunggu ketegasan sikap kedua partai tersebut, untuk mengambil sikap dalam memberikan pilihan. "Nah, catatan kritis kami terhadap Partai Gelora mau berada di mana, di barisan partai koalisi atau oposisi. Jadi tinggal memilih saja," katanya.

Tetapi, menurut Fadhli, untuk meningkatkan elektabilitas, sebaiknya Partai Gelora masuk barisan koalisi di luar pemerintahan atau oposisi, meskipun saat ini belum masuk parlemen.

"Menurut kami, ini peluang yang sangat besar. Partai Gelora bisa memerankan peran oposisi disaat Partai Demokrat dan PKS masih setengah hati. Tinggal pandai-pandai Partai Gelora untuk mempertegas sikapnya dengan menggunakan data-data yang dimiliki, ditambah data-data hasil survei," katanya.

Fadhli menambahkan, data hasil survei bisa disikapi secara rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara scientific, bukan sekedar luapan emosional. "Survei adalah pendekatan ke kebenaran, mendekati kebenaran. Walaupun ada survei yang dilakukan melenceng dari kebenaran, tapi hasilnya tidak jauh berbeda, tetap mendekati kebenaran," pungkasnya.

Partai Gelora sendiri mentargetkan elektablitas 4 persen saat pendaftaran peserta Pemilu 2024 pada Agustus 2022 mendatang, dan elektablitas 8-10 persen saat ditetapkan sebagai peserta pemilu pada Desember 2022.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/