Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
Olahraga
15 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
2
Indonesia Tertinggal 0-1 dari China, Gregoria Sampaikan Permohonan Maaf
Olahraga
16 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-1 dari China, Gregoria Sampaikan Permohonan Maaf
3
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
Olahraga
11 jam yang lalu
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
4
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
Olahraga
10 jam yang lalu
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
5
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
Olahraga
10 jam yang lalu
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
6
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Olahraga
10 jam yang lalu
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Home  /  Berita  /  MPR RI

Rerie: Jaminan Sosial Pekerja Harus Mampu Menjawab Kebutuhan Buruh

Rerie: Jaminan Sosial Pekerja Harus Mampu Menjawab Kebutuhan Buruh
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. (Foto: Istimewa)
Rabu, 23 Februari 2022 23:06 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, kebijakan publik mesti berpijak pada asas dialogis sehingga untuk menata sistem jaminan sosial bagi pekerja tidak hanya berdasarkan alasan teoritis dan yuridis semata, tetapi juga harus mampu menjawab kondisi sosial yang dihadapi para pekerja.

"Aturan jaminan hari tua bagi pekerja seharusnya juga lahir dari proses dialog antar sejumlah pihak yang terkait, sehingga sistem jaminan sosial yang dibangun itu benar-benar bisa bermanfaat bagi pekerja," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Tata Kelola Sistem Jaminan Sosial yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/2).

Menurut Rerie sapaan akrab Lestari, pada dasarnya manusia memiliki nilai personal, sosial dan spiritual. Sehingga, selain untuk memenuhi kebutuhan dasar dan aktualisasi diri, kerja juga memiliki tujuan agar bisa berbagi manfaat bagi orang lain.

Dinamika kerja manusia dalam konteks bernegara, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, menuntut tanggung jawab perlindungan negara atas warga negaranya. Salah satu tanggung jawab itu diatur dengan mekanisme melalui ragam jaminan, salah satunya adalah jaminan hari tua bagi para pekerja.

Peraturan baru tentang jaminan hari tua pekerja, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, dalam beberapa pekan terakhir ramai menjadi pembicaraan publik. Bahkan, ujarnya, sejumlah kalangan mendorong agar aturan baru tersebut direvisi agar sistem jaminan bagi pekerja itu mampu menjawab kebutuhan para pekerja di era yang penuh ketidakpastian ini.

Karena itu, Rerie sangat berharap sistem jaminan sosial yang diterapkan Pemerintah benar-benar bisa bermanfaat bagi para pekerja yang saat ini menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja, sebagai dampak dari perubahan di sejumlah sektor akibat pandemi Covid-19.

Merespons hal itu, Kapoksi Komisi IX Fraksi Partai NasDem DPR, Irma Suryani Chaniago kegaduhan yang terjadi terkait terbitnya Permenaker no. 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua karena bertentangan dengan PP no 60 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua yang memperbolehkan pekerja yang berhenti bekerja bisa langsung mengambil JHT-nya di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Irma juga menyarankan, Menteri Tenaga Kerja mencabut Permenaker no. 2 tahun 2022 yang bertentangan dengan peraturan pemerintah dan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Meskipun aturan jaminan hari tua sebenarnya tidak kaku, bisa dicairkan setelah usia pekerja 56 tahun atau sebelum usia pekerja 56 tahun asalkan sudah membayar iuran selama 10 tahun.

Pemerintah, lanjut Irma, juga sudah mengedepankan opsi jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) untuk menjawab kebutuhan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). "Sebab, yang menjadi persoalan bagi buruh adalah besaran JKP lebih rendah daripada JHT, sehingga tidak mampu menjawab kebutuhan buruh," ujar Irma.

Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sabilar Rosyad mengungkapkan, persoalan yang dihadapi buruh saat ini adalah besaran JKP yang ditawarkan jauh lebih kecil dari nilai JHT.

Selain itu, menurut Sabilar, di lapangan banyak perusahaan yang memaksa pekerjanya mengundurkan diri agar tidak melakukan PHK yang berdampak pada pemberian pesangon. "Pada posisi tersebut, buruh pada pihak yang lemah sehingga sangat membutuhkan bantuan,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengungkapkan, sejak awal sudah menyampaikan kepada Pemerintah bahwa Permenaker no. 2 tahun 2022 itu merupakan kebijakan yang tidak lengkap. "Ada kesan terburu-buru, karena Permenaker itu ternyata bertentangan dengan aturan yang sudah ada. Penerbitan aturan yang sensitif, membutuhkan sikap kehati-hatian dari para menteri terkait agar tidak menimbulkan kegaduhan,” tuturnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/