Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kadek Agung Sedih Bali United Kebobolan Di Menit Akhir
Olahraga
19 jam yang lalu
Kadek Agung Sedih Bali United Kebobolan Di Menit Akhir
2
Madura United Persembahkan Kemenangan Untuk Suporter
Olahraga
19 jam yang lalu
Madura United Persembahkan Kemenangan Untuk Suporter
3
PSSI Terima Kasih pada Suporter Yang Dukung Timnas Indonesia
Olahraga
16 jam yang lalu
PSSI Terima Kasih pada Suporter Yang Dukung Timnas Indonesia
4
Riski Afrisal Langsung Fokus Penuh Untuk Laga Leg Kedua
Olahraga
19 jam yang lalu
Riski Afrisal Langsung Fokus Penuh Untuk Laga Leg Kedua
5
Borneo FC Sudah Tampilkan Yang Terbaik, Angga Saputro: Masih Ada Peluang
Olahraga
18 jam yang lalu
Borneo FC Sudah Tampilkan Yang Terbaik, Angga Saputro: Masih Ada Peluang
6
Rizky Akan Terus Jaga Performa Menuju Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
15 jam yang lalu
Rizky Akan Terus Jaga Performa Menuju Olimpiade 2024 Paris
Home  /  Berita  /  Hukum

Ini Pendapat Praktisi Hukum terkait Pembeli Konten Porno Dipanggil Polisi

Ini Pendapat Praktisi Hukum terkait Pembeli Konten Porno Dipanggil Polisi
Komedian Marshel Widianto, saat mendatangi Polda Metro pada Kamis (7/4) kemarin. (foto: Istimewa)
Sabtu, 09 April 2022 19:27 WIB

JAKARTA - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Metro Jaya telah memeriksa komedian Marshel Widianto pada Kamis (7/4). Pemeriksaan dilakukan terkait kasus pornografi yang menjerat Gusti Ayu Dewanti atau Dea OnlyFans.

Marshel dipanggil dan diperiksa penyidik karena diketahui telah membeli konten pornografi Dea OnlyFans seharga Rp1,4 juta. Terkait hal itu, praktisi hukum Boris Tampubolon mempertanyakan letak kesalahan seseorang dalam membeli konten atau video pornografi.

"Salah di mana beli video porno? Selaku advokat atau praktisi hukum, hemat saya, dalam konteks hukum pidana, seseorang bisa dipidana kalau sedari awal ada niat jahat (mens rea) di dalam dirinya. Jadi tidak cukup dengan ada perbuatan pidana saja, melainkan harus ada niat jahat juga," kata Boris dalam keterangannya, Jumat (8/4/2022).

Menurutnya, dalam konteks seseorang membeli video porno itu tidak bisa serta-merta dapat dipersalahkan, sepanjang tidak ada niat jahat untuk menyebarluaskannya. "Artinya murni untuk keperluan pribadi. Memang ada ketentuan Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi yang menyatakan: "Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan," ujarnya.

"Atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: A. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; B. Kekerasan seksual; C. Masturbasi atau onani; D. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; E. Alat kelamin; dan F. Pornografi anak," sambungnya.

Advokat dan Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) ini menyebut, kata memperjualbelikan tidak tepat bila ditafsirkan untuk ditujukan kepada orang yang membeli konten dewasa. Dia menyebut terdapat bermacam metode penafsiran hukum. "Jadi bila ingin benar-benar mengetahui makna dari suatu aturan tidak cukup dengan melihat teksnya saja, namun harus baca keseluruhan undang-undang tersebut agar mengerti konteks, sejarah serta maksud dan tujuan itu undang-undang itu dibuat," jelasnya.

"Dengan begitu maka kita bisa memaknai makna atau arti teks dengan benar sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undangnya. Bila melihat penjelasan umum Undang-Undang Pornografi, maka semangat Undang-Undang Pornografi itu adalah mencegah penyebarluasan pornografi," sambungnya.

Jadi apabila dikaitkan dengan kata memperjualbelikan, maka itu bukan diartikan orang yang menjual dan orang yang membeli, melainkan orang yang membuat dapat diperjualbelikan. "Dengan kata lain, ada orang yang menciptakan suatu sistem atau pasar atau platform, sehingga konten dewasa itu dapat disebarluaskan dengan cara bisa diakses atau bahkan dijualbelikan," ungkapnya.

"Jadi menurut saya, sepanjang tidak ada niat jahat yang bersangkutan untuk menyebarluaskan, artinya murni untuk keperluan pribadi, itu tidak bisa dipersalahkan. Pihak-pihak yang membuat dapat diperjualbelikan konten dewasa inilah yang bisa dipersalahkan," tutupnya.

Pemeriksaan Marshel

Sebelumnya, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan terhadap Komedian Marshel Widianto, pada Kamis (7/4) kemarin. Pemeriksaan ini dilakukan terkait kasus pornografi yang menjerat Gusti Ayu Dewanti atau Dea OnlyFans.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan, pemeriksaan terhadap Marshel dilakukan penyidik selama empat jam. Dia menyebut status Marshel sebagai saksi. "Saudara Marshel akui beli konten dari Dea OnlyFans beberapa foto dan video konten pornografi yang diakui dibeli Rp1,4 juta," kata Zulpan kepada wartawan, Jumat (8/4).

Ia menjelaskan, dalam pemeriksaan tersebut juga Marshel mengungkapkan alasan membeli konten atau situs pornografi Dea OnlyFans. "Kepentingan pembelian itu untuk kepentingan pribadi, jadi tidak dipublikasikan lagi kepada pihak lain atau media sosial, sehingga penyidik sampai hari ini masih menetapkan status Marshel sebagai saksi," jelasnya.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Peristiwa, Hukum, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/