Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
Olahraga
7 jam yang lalu
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
2
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
Olahraga
6 jam yang lalu
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
3
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
Olahraga
6 jam yang lalu
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
4
Persebaya Ingin Menang dengan Kebanggaan di Laga Terakhir
Olahraga
6 jam yang lalu
Persebaya Ingin Menang dengan Kebanggaan di Laga Terakhir
5
Beri Kesempatan Pemain Minim Bermain, Marcelo Rospide Fokus Strategi Hadapi Persebaya
Olahraga
6 jam yang lalu
Beri Kesempatan Pemain Minim Bermain, Marcelo Rospide Fokus Strategi Hadapi Persebaya
6
Aditya dan Novendra Melejit, Temur Kuybakarov Terlempar dari Klasemen Sementara
Olahraga
2 jam yang lalu
Aditya dan Novendra Melejit, Temur Kuybakarov Terlempar dari Klasemen Sementara
Home  /  Berita  /  Peristiwa

Nasib Kuli Angkut Pelabuhan Belawan, Dibutuhkan Tapi Terjerat Kemiskinan

Nasib Kuli Angkut Pelabuhan Belawan, Dibutuhkan Tapi Terjerat Kemiskinan
Kuli angkut membantu penumpang mengangkat barang di Terminal Penumpang Bandar Deli, Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, Selasa (7/3/2023). (Foto: Kompas)
Senin, 13 Maret 2023 11:56 WIB

MEDAN - Kapal Motor Penumpang Kelud akan segera berangkat dari Pelabuhan Belawan, Medan. Namun, para penumpang masih berdatangan dengan barang yang banyak. Jasa kuli angkut sangat dibutuhkan untuk mengejar waktu dan membawa barang yang berjibun.

Meski berjasa, derita kuli angkut seperti tiada akhir. Kadang mereka harus membayar ganti rugi, kadang terbawa kapal. Viktor Napitupulu (47) tampak gelisah karena belum mendapat orderan jasa kuli angkut di Terminal Penumpang Bandar Deli, Belawan. Padahal, KMP Kelud yang hendak berangkat ke Batam dan Jakarta akan segera angkat jangkar.

Seorang ibu yang menggendong anak lalu turun dari angkot bersama suaminya. Mereka buru-buru menurunkan barang yang sangat banyak dari angkot. “Mari Ibu saya bantu. Kapal sudah mau berangkat,” kata Viktor menawarkan jasa.

Sesaat kemudian, pengumuman dari pengeras suara di terminal pelabuhan meminta agar semua penumpang segera masuk ke dalam kapal. Setelah tawar-menawar, penumpang sepakat membayar Rp 250.000 jasa mengangkat enam jenis barangnya berupa koper, tas, kardus, dan karung goni.

Viktor lalu membantu Ibu itu mendaftar ulang di loket daring di terminal. Ia pun mencatat nomor dek dan kursi penumpang. Mereka juga bertukar nomor telepon. "Ayo cepat naik ke kapal Ibu. Nanti saya temui Ibu di kapal," kata Viktor seperti dilansir GoNews.co dari Kompas.id, Senin (13/03/2023).

Viktor lalu memanggul sebuah karung, menarik koper, dan menenteng tas besar. Badannya yang kurus terhuyung membawa barang naik ke tangga garbarata. Ia turun lagi dari kapal dan sekali lagi membawa tiga jenis barang lain yang tersisa. Ia lalu mendapat Rp 250.000 setelah menyerahkan semua barang kepada penumpang. Uang itu langsung dipotong Rp 70.000 setoran untuk uang sewa baju kepada mandor kuli angkut.

Viktor sudah 27 tahun melakoni hidup sebagai kuli angkut di terminal penumpang Pelabuhan Belawan. Ia bekerja saat kapal tiba di hari Senin dan berangkat di hari Selasa. Sama seperti sebagian besar kuli angkut lain, ia sudah merasakan pahit-manis menjadi kuli angkut. Beberapa kali Viktor mendapat bayaran tambahan dari penumpang di luar harga jasa yang disepakati karena membawa barang yang sangat banyak. "Tapi, lebih banyak pahitnya kalau jadi kuli angkut," kata Viktor.

Mereka terkadang tidak mendapat upah setelah berjibaku mengangkat barang karena empunya barang tak kelihatan dan teleponnya tidak aktif. Padahal, kuli angkut harus cepat-cepat turun agar tak terbawa kapal. Ada juga penumpang yang tidak mau membayar sesuai dengan harga yang disepakati.

Kalau sedang apes, kuli angkut harus membayar ganti rugi barang yang hilang. "Saya pernah membayar Rp 2 juta karena ada satu koper yang hilang. Pernah juga mendekap beberapa hari di penjara kantor polisi karena tak sanggup membayar barang hilang,” kata Viktor.

Keseleo, encok, sakit pinggang, atau sakit punggung sudah jadi “makanan” sehari-hari mereka. Maklum, sekali jalan mereka bisa mengangkut sekitar 70 kilogram barang menaiki tangga yang terjal. Kalau ada uang lebih, mereka pergi ke tukang pijat atau minum jamu untuk melepas lelah.

Viktor sendiri merupakan generasi kedua kuli angkut di keluarganya. Ayahnya juga pensiunan kuli angkut saat angkutan Medan – Batam – Jakarta masih dilayani KMP Tampomas 1. Ia terjebak menjadi kuli angkut karena hanya tamat SMP dan tidak punya pilihan bekerja di tempat lain. "Saya sendiri punya tiga anak. Semuanya saya sekolahkan sampai tamat SMA. Saya sudah bilang ke mereka supaya jangan jadi kuli angkut lagi,” kata Viktor.

Balada kuli angkut juga dirasakan Parlindungan Marpaung. Ia tetap menekuni kuli angkut meskipun usianya sudah 60 tahun. Namun, ia memilih mengangkat tas atau barang yang tidak terlalu berat. "Hari ini saya dapat Rp 70.000 tapi masih harus dipotong setoran ke mandor Rp 20.000,” kata Parlindungan.

Parlindungan juga banyak merasakan pahitnya menjadi kuli angkut. Ia juga tidak bisa beranjak dari kemiskinan sebagaimana juga menjerat hampir semua kuli angkut di Pelabuhan Belawan. Mereka bekerja delapan kali dalam sebulan dengan penghasilan total di bawah Rp 1 juta. “Kalau saat Lebaran atau Natal dan Tahun Baru, kami mendapat rezeki yang lebih banyak,' kata Parlindungan.

Parlindungan juga pernah merasakan pahitnya menjadi kuli angkut karena terbawa kapal. Ketika itu, ia membantu penumpang yang sudah hampir ditinggal kapal. Namun, saat Parlindungan hendak turun, kapal sudah bergerak dari dermaga. "Saya harus naik kapal satu malam dan baru bisa turun di Batam. Saya juga harus membayar denda sebesar ongkos Medan-Belawan,” kata Parlindungan.

Di Batam, ia sempat terlunta-lunta selama sepekan menunggu kapal kembali lagi ke Medan. Saat musim sepi, para kuli angkut kadang tidak mendapat orderan sama sekali. Ketika kapal baru sandar, para kuli angkut juga berlari untuk berlomba naik ke atas kapal berebut penumpang.

Sutrisno (35), penumpang KMP Kelud, mengatakan, ia sangat terbantu dengan keberadaan kuli angkut di Pelabuhan Belawan. “Saya sering memilih kapal laut dibanding pesawat karena memang harus membawa banyak barang. Jadi harus dibantu kuli angkut,” kata Hanter.

Asisten Manajer Terminal Penumpang Bandar Deli Priyetni mengatakan, keberadaan kuli angkut sangat penting di pelabuhan untuk membantu penumpang. Namun, mereka juga harus ditata. Hanya kuli angkut dengan pakaian resmi yang bisa masuk ke terminal. "Pakaian resmi kuli angkut untuk kapal yang tiba berwarna kuning. Untuk kapal yang hendak berangkat pakaiannya hijau. Semuanya ada nomor agar mudah diidentifikasi penumpang," kata Priyetni.

Tarif kuli angkut tidak diatur oleh pengelola pelabuhan. Ongkos jasa ditentukan dengan tawar-menawar antara penumpang dan kuli angkut. Jumlah penumpang yang naik dari Pelabuhan Belawan, kata Priyetni, berkisar 1.200 penumpang. Saat hari besar, jumlahnya bisa sampai 3.000 penumpang. Jasa kuli angkut sangat dibutuhkan untuk membawa barang-barang mereka.

Setelah kapal berangkat, kuli angkut beristirahat sejenak duduk di dekat gerbang terminal pelabuhan. Ada yang meminum jamu, ada juga yang membeli mi atau bakwan dari pedagang keliling. Mereka menghitung uang yang akan digunakan untuk kebutuhan hidup sepekan. Jasa mereka sangat dibutuhkan di pelabuhan, tetapi nasibnya tidak pernah bisa keluar dari jerat kemiskinan.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Umum, Peristiwa, Ekonomi, Sumatera Utara
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/