Jamiluddin Ritonga: Akhirnya PDIP Pilih Capres Hasil Pencitraan Juga
Penulis: Muslikhin Effendy
Pengumuman Megawati tersebut mengakhiri spekulasi bahwa Puan Maharani akan menjadi capres yang akan diusung oleh PDIP. Hal tersebut juga mengakhiri pertarungan antara Kubu Puan dan Kubu Ganjar di internal PDIP.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, mengatakan kepada Pojokbaca.id bahwa Megawati tetap memilih capres berdasarkan elektabilitas. Padahal selama ini petinggi PDIP kerap menyatakan bahwa elektabilitas bukanlah faktor utama dalam memutuskan calon presiden dari PDIP.
"Jadi, apa yang digemborkan PDIP mengenai elektabilitas tidak menjadi faktor untuk memutuskan calon presiden hanyalah omong kosong belaka. Selama ini Sekjen PDIP Hasto kerap menyatakan, partainya tidak akan mengusung calon hanya berdasarkan elektoral dan pencitraan. Pernyataan tersebut rupanya tidak terbukti sama sekali," ujarnya pada Jumat (21/4/2023).
Suka atau tidak, menurutnya, Ganjar adalah sosok yang dibesarkan oleh media sosial. Dengan berbekal media sosial, Ganjar mengumbar pencitraan. Hal tersebut juga pernah dikritik oleh Puan dan petinggi PDIP lainnya.
"Jadi, PDIP rupanya tidak berbeda dengan partai lain yang menggunakan elektoral sebagai tolok ukur utama dalam memilih calon presiden. Elektoral yang diperoleh oleh Ganjar juga lebih banyak berasal dari hasil pencitraan, bukan dari kinerjanya," tandasnya.
Jamiludin Ritonga menambahkan bahwa selama dua periode menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, Ganjar belum menunjukkan prestasi yang monumental. Kinerja Ganjar hanya sebatas yang diharapkan. "Bahkan belum ada prestasi yang diakui dunia internasional. Hal ini menguatkan pemilihan Ganjar sebagai cawapres lebih didominasi oleh elektoral dari hasil pencitraan," jelasnya.
"Jika hal ini terjadi, maka Pilpres 2024 akan mengulang Pilpres 2014 dan 2019, di mana rakyat harus memilih capres yang dipilih berdasarkan pencitraan. Oleh karena itu, jika Ganjar terpilih, kinerjanya tidak akan jauh berbeda dengan pemimpin yang dihasilkan pada Pilpres 2014 dan 2019," pungkas Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.***
Kategori | : | Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta |