Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Kalah, Gol Jasim Elaibi Paksa Indonesia Terbang ke Paris
Olahraga
18 jam yang lalu
Indonesia Kalah, Gol Jasim Elaibi Paksa Indonesia Terbang ke Paris
2
Persib Bersiap Menyongsong Championship Series
Olahraga
22 jam yang lalu
Persib Bersiap Menyongsong Championship Series
3
FIBA dirikan Kantor Perwakilan di Jakarta, Menpora Dito: Wujud Kepercayaan Dunia Basket
Olahraga
23 jam yang lalu
FIBA dirikan Kantor Perwakilan di Jakarta, Menpora Dito: Wujud Kepercayaan Dunia Basket
4
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
Umum
8 jam yang lalu
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
5
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
6 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
6
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Olahraga
4 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Home  /  Berita  /  Internasional

Waduh, Ringgit Malaysia Babak Belur, Mirip Krisis Moneter 1998

Waduh, Ringgit Malaysia Babak Belur, Mirip Krisis Moneter 1998
Minggu, 05 November 2023 01:28 WIB
JAKARTA - Mata uang Malaysia, Ringgit babak belur dihantam dolar AS yang kian menguat. Bahkan nilai mata uang Negeri Jiran ini sudah anjlok ke level terendah sama seperti saat krisis keuangan Asia 1997-1998 lalu.

Berdasarkan laporan Straits Times yang dilansir Bloomberg, Jumat (3/11/2023), per Oktober 2023 nilai tukar ringgit melemah hingga 8% menghadapi dolar AS. Tercatat pada posisi ringgit Malaysia berada di level 4,7607 per dolar AS, menjadikannya mata uang dengan kinerja terburuk di ASEAN.

Pada 1998, level terendah ringgit Malaysia pernah mencapai 4,8850 per dolar AS. Jika nilainya tertekan lebih dari itu, maka ringgit Malaysia masuk rekor terparah sepanjang sejarah.

Faktor utama pelemahan ringgit belakangan ini terjadi ketika permintaan dolar AS terus menguat akibat dorongan konflik Israel-Hamas. Nilai tukar dolar AS yang terus menguat ini tentu membuat mata uang lain seperti ringgit Malaysia kian melemah.

Belum lagi, keputusan Bank Negara Malaysia (BNM) untuk menghentikan kenaikan suku bunga sejak Juli kemarin juga menambah hambatan bagi penguatan ringgit. Sebab rendahnya suku bunga yang dipatok BNM membuat selisih suku bunga riil kian melebar sehingga tidak lagi menguntungkan.

"Para pembuat kebijakan menghadapi trade-off antara hambatan ekonomi akibat kenaikan suku bunga atau risiko tidak merespons dan membahayakan stabilitas makro dan ringgit," ungkap Kepala ekonomi dan strategi Mizuho Bank Ltd Singapura, Vishnu Varathan.

PM Malaysia Anwar Ibrahim Tak Ingin Bunga Naik

Meski nilai tukar ringgit Malaysia terus tertekan menghadapi dolar AS hingga mencapai titik terendah dalam 25 tahun terakhir, Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim mengaku tidak ingin memperkuat nilai ringgit dengan menaikkan suku bunga.

Berdasarkan laporan The Star, Anwar merasa kenaikan suku bunga belum diperlukan untuk mendukung ringgit. Alih-alih menaikkan nilai ringgit, ia memandang kenaikan suku bunga justru dapat merugikan UMKM.

"Indikator ekonomi seperti inflasi dan pengangguran menurun, sementara investasi meningkat, sehingga sulit untuk membenarkan kenaikan suku bunga yang dapat merugikan usaha kecil," ungkap Anwar.

Dengan begitu, suku bunga yang ditetapkan BNM masih tetap di angka 3% sejak Juli lalu, menjadikannya rekor 'diskon' dibandingkan dengan suku bunga Federal Reserve AS.

"Ada pandangan di kalangan ekonom untuk memperkuat nilai ringgit melalui kenaikan OPR (Suku bunga di Malaysia). Tapi untuk alasan apa?" kata Anwar.

"Kami hanya akan menaikkannya ketika perekonomian membutuhkannya. Saat ini hal itu tidak diperlukan," tegasnya lagi.

Alih-alih menaikkan suku bunga, Anwar menyarankan solusi jangka menengah dan panjang adalah dengan memisahkan diri dari dolar AS alias dedolarisasi. Untuk itu negaranya akan lebih banyak mencari mitra dagang yang mau menerima pembayaran dalam ringgit.

Sejauh ini Malaysia sudah melakukan perdagangan dengan mata uang lokal bersama Indonesia, China, dan Thailand. China merupakan mitra dagang nomor satu Malaysia, sedangkan Indonesia adalah mitra dagang terbesar kelima dan Thailand pada peringkat ketujuh.

"Kami juga telah berdiskusi dengan negara-negara Arab untuk memulai proses dedolarisasi, namun kami hanya berhasil dengan tiga negara sebagai solusi jangka panjang untuk mempertahankan ringgit," kata Anwar. ***

Editor:Hermanto Ansam
Sumber:detik.com
Kategori:Ekonomi, Internasional
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/