Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Timnas U 17 Wanita Tatap Laga Perdana Melawan Filipina di Piala Asia U 17 AFC 2024
Olahraga
20 jam yang lalu
Timnas U 17 Wanita Tatap Laga Perdana Melawan Filipina di Piala Asia U 17 AFC 2024
2
Ketua FKDM DKI Sebut Kinerja Pj Gubernur Sudah Bagus
Pemerintahan
23 jam yang lalu
Ketua FKDM DKI Sebut Kinerja Pj Gubernur Sudah Bagus
3
Tampil Trengginas, Korea Utara Bekuk Korea Selatan
Olahraga
20 jam yang lalu
Tampil Trengginas, Korea Utara Bekuk Korea Selatan
4
Chand Kelvin dan Dea Sahirah Sudah Resmi Bertunangan
Umum
20 jam yang lalu
Chand Kelvin dan Dea Sahirah Sudah Resmi Bertunangan
5
Ketua Umum Forkabi Nilai Heru Budi Layak Pimpin Jakarta
DKI Jakarta
23 jam yang lalu
Ketua Umum Forkabi Nilai Heru Budi Layak Pimpin Jakarta
6
Melanggar Lalu Lintas, Gisele Bündchen Kena Tilang Polisi
Umum
19 jam yang lalu
Melanggar Lalu Lintas, Gisele Bündchen Kena Tilang Polisi
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Soal Sengkarut Beras PT IBU, Viva Yoga: Petani Diuntungkan Kok Malah Disalahkan?

Soal Sengkarut Beras PT IBU, Viva Yoga: Petani Diuntungkan Kok Malah Disalahkan?
Diskusi publik Press Room DPR soal beras PT Ibu. (Muslikhin/GoNews.co)
Kamis, 27 Juli 2017 19:37 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Menanggapi kisruhnya persoalan penggerebekan gudang beras PT IBU oleh Mentan dan Mabes Polri, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga mengaku heran, kenapa disaat petani diuntungkan malah jadi masalah.

"Jujur ya saya mengapresiasi adanya satgas pangan, karena itu sesuai amanah dari undang-undang No.18/2012 tentang pangan, dimana satgas pangan adalah sinergi antar kementerian, yakni Kementrian Pertanian, Kementerian Perdagangan, KPPU dan Kepolisian," ujarnya, Kamis (27/7/2017) saat dialog publik di Press Room DPR.

"Namun saya sedikit heran, kenapa disaat petani diuntungkan malah jadi polemik dan dipermasalahkan," ujarnya.

Lanjutnya, memang Kementerian Pertanian sudah menjelaskan, bahwa persoalan perusahaan itu sudah dibawa keranah hukum. Jadi kata dia, proses hukumlah yang akan menyelesaikannya dan DPR sudah menyepakatinya.

"Nah yang menjadi masalah adalah hati-hati dengan data soal akurasi dan validasinya dan hati-hati juga dengan definisi soal beras premium, jadi soal beras subsidi itu beras milik negara yang mendapatkan subsidi output harga dari pemerintah ditujukan kepada kelompok penerima manfaat sekitar 13 juta kepala keluaga, dimana pemerintah memberikan subsidi output sebesar Rp7200/ kg. Harga tersebut kepada kelompok penerimama manfaat sebesar Rp1600/kg yang diberikan kepada keluarga selama satu bulan sebesar 15 kg rastra, definisinya itu," bebernya.

Kalau kemudian dari pihak pemerintah mendefinisikan kasus beras kemarin termasuk beras subsidi itu menurut nya adalah salah kaprah.

"Salah kaprah, dan tidak tepat atau salah, karena meskipun petani padi mendapatkan subsidi input berupa benih dan pupuk serta bantuan pemerintah berupa asuransi, pektisida dan alat pertanian hasil outputnya bukan termasuk barang subsidi, ini penting, karena jangan sampai terjadi kriminalisasi petani yang mendapatkan subsidi input bukan hanya petani padi tetapi juga petani pala, tebu, jagung, bawa, kakau, petani holti,kalau semua dihitung bahwa produk output termasuk barang subsidi, maka semuanya harus ditangkap dong," tegasnya.

Karena menyangkut definisi itulah kata dia, menyebabkan ada tindakan hukum , karena yang termsuk barang subsidi, gabah subsidi, beras subsidi itu bukan barang yang dapat diperjual belikan. "Jadi barangsiapa yang memperjual belikan barang subsidi ya otomatis termasuk tindak pidana," paparnya.

"Jadi menurut saya, pemerintah harus menjelaskan berulang-ulang persoalan menyangkut barang subsidi ini, jangan sampai kemudian yang terjadi sekarang ini petani masih takut untuk menjual berasnya kepasar induk cipinang, karena apa?, karena takut ditangkap, coba cek temen-temen, biasanya berapa mobil beras yang masuk ke pasar cipinang, saya berkomunikasi dengan koperasi pedagang beras pasar induk cipinang, mereka mengeluh karena kurang pasokan, kenapa? Karena mereka tidak berani masuk, takut ditangkap, juga termasuk inflementasi permendag 24/2017 tentang harga eceran tertinggi sebagai acuan atau reperensi," paparnya.

Soal inpres No.05/2015 tentang pembelian dari pemerintah kata dia, harga gabah dan beras sampai 5 tahun sekarang belum pernah di revisi. Dimana untuk gabah kering panen sebesar Rp3.700/ kg untuk beras medium Rp7.300/kg tapi masih ada kasus.

"Jadi harus jelas, apabila ada kelompok usaha atau pelaku usaha membeli gabah atau beras petani diatas harga pembelian pemerintah itu melanggar hukum atau tidak, jadi menurut saya, itu tidak melanggar hukum, sebab tidak ada UU atau aturan yang melarang untuk itu. Justru dengan adanya keelompok atau pelaku usaha datas HPP itu langsung menguntungkan pada petani, kok petani untung melanggar hukum, kan aneh, logika atau cara berpikir seperti ini yang harus diluruskan," tandasnya.

Jadi kata dia, kalau kemudian ada indikasi pemalsuan misalnya kandungan protein, karbohidrat, itu menurutnya harus diuji Lab kan dan masuk keranah hukum. "Dan itu kami dukung, kemudian untuk pemalsuan jenis premiium dan medium meskipun sudah ada SNI itu silahkan diuji secara ekonomi bagaimana proses produksinya sehingga menghaslkan suatu beras premium yang tentunya memiliki standart tertentu, perlakuan tertentu, harga tertetu sehingga berbeda dengan harga sebelumnya," tandas dia.

Kemudian kata dia, soal angka kerugian, harus benar-benar dihitung pasti, karena menurutnya, kalau yang dinarasikan itu yang sangat fantastis, sehingga banyak meme-meme yang keluar seperti ejekan kerugian beras lebih besar dari Freeport dan lainnya, itu hal wajar karena Pemerintah sendiri dianggap belum jelas.

"Intinya, bahwa satgas pangan itu harus bekerja dengan teliti berdasarkan kepada data yang valid dan akurat, tidak boleh dicemari oleh moral hajat,karena ini merupakan bagian penting dalam menjamin stabilitas ekonomi dan stabilitas pangan nasional," pungkasnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/