Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
Olahraga
13 jam yang lalu
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
2
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
Pemerintahan
13 jam yang lalu
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
3
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
Hukum
12 jam yang lalu
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
4
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
Umum
12 jam yang lalu
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
5
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
Umum
12 jam yang lalu
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
6
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Umum
12 jam yang lalu
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Ketua Presidium 212: Menolak Film G30S/PKI Adalah Ciri Komunis Bangkit

Ketua Presidium 212: Menolak Film G30S/PKI Adalah Ciri Komunis Bangkit
Ilustrasi aksi 212 beberap waktu lalu. (istimewa)
Kamis, 28 September 2017 21:23 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Presidium Alumni 212 menginisiasi unjuk rasa bertajuk Aksi 299 di depan gerbang utama Kompleks Parlemen Senayan. Aksi yang digelar pada Jumat (29/9) itu mengusung dua agenda: menentang kebangkitan komunisme dan menolak Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). 

"Ada beberapa anggota dewan yang sudah menyusun kekuatan berupaya mencabut TAP MPRS No XXV (tahun 1966 tentang Pembubaran PKI)," kata Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma'arif dalam konferensi pers menjelang Aksi 299 di Masjid Sunda Kelapa, Kamis (28/9/2019)

Slamet menyebut kebangkitan komunisme di Indonesia terlihat jelas di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Ia menyebut DPR juga telah disusupi sejumlah kader partai yang prokomunisme. Selain itu, ia melihat banyaknya penolakan terhadap pemutaran film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI sebagai indikasi bangkitnya pendukung komunisme. 

"Kalau tidak ada kepentingan mereka tidak akan sewot. Tapi begitu sewot, itu mencirikan kebangkitan mereka tinggal nunggu waktu," ujarnya.

Menurut Slamet para korban politik pasca 1965 yang menuntut rekonsiliasi dan pemulihan hak ialah simpatisan komunis. Para korban yang rata-rata sudah sepuh itu, disebut Slamet kerap berkumpul untuk konsolidasi dan ingin membangkitkan PKI jika TAP MPRS tentang Pembubaran PKI dicabut oleh DPR. 

"Ada beberapa temu alumni PKI dimana mana terakhir di LBH (Jakarta) itu," tutur Slamet.  "Sehingga Presidium Alumni ada sebagai garda depan ketika PKI sudah bangkit."

LBH Jakarta membantah kabar bahwa kegiatan yang mereka gelar pada 16-17 September 2017 sebagai kegiatan PKI, temu alumni PKI dan tuduhan-tuduhan lain yang menyebutkan LBH sebagai sarang komunis. Kabar bahwa lagu Genjer-Genjer dalam acara tersebut juga sebenarnya adalah hoax.

Selain menolak kebangkitan komunisme, Aksi 299 juga ditujukan untuk menentang Perppu Ormas yang telah dipakai untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ia sesumbar bakal ada sekitar 50 ribu orang yang mengikuti unjuk rasa.

Jika Perppu itu tidak segera dicabut, kata Slamet, dikhawatirkan akan dipakai untuk membubarkan Ormas Islam lainnya yang dianggap berseberangan dengan Pemerintah. "Yang akan kita golkan adalah penolakan Perppu," ucapnya.

"Kita aja akan berikan petisi tentang Perppu Ormas. Sekitar 1000 elemen atau Ormas akan memberikan petisi dan akan kita upayakan akan diberikan ke anggota DPR komisi 2," tambahnya.

Isu kebangkitan komunisme meruap pascablokade aparat kepolisian dalam acara seminar sejarah 1965 di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBI), Sabtu (17/9)/. Blokade itu kemudian diperparah dengan pengepungan yang dilakukan sejumlah ormas pada pada Minggu (17/9) malam saat aksi Asik-Asik Aksi yang digelar sebagai bentuk protes atas blokade yang dilakukan kepolisian.

Ironisnya, YLBHI yang dituding memfasilitasi kebangkitan PKI justru menjadi bagian yang membela hak berserikat HTI dengan menolak Perppu Ormas. Atas persoalan ini juru bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan YLBHI perlu memberi klarifikasi kepada publik bahwa mereka tidak pernah memberi ruang kepada PKI.

"Terkait acara kemarin atau dukungan kepada sebutlah anasir-anasir yang dipandang sebagai tanda-tanda kebangkitan Neo PKI itu, kalau ada klarifikasi yang tegas, saya kira enggak ada masalah," kata Ismail seperti dikutip GoNews.co dari Tirto.

Ismail menilai dukungan YLBHI terhadap HTI dengan menolak Perppu Ormas sebagai hal wajar. "Memang sudah seharusnya seperti itu," kata Ismail.

Senada dengan Slamet, Ismail mengatakan indikasi kebangkitan PKI tampak dari banyaknya penolakan masyarkat terhadap pemutaran kembali film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI. "Harusnya tidak ada yang keberatan orang mengadakan nonton bareng film G30S PKI. Dan harusnya tidak ada yang berusaha melindungi atau menolak keterlibatan PKI dalam pemberontakan G30S S," ungkapnya.

Pernyataan-pernyaan tentang kebangkitan neo-PKI yang ia lontarkan juga merujuk pada apa yang pernah disebut oleh Purnawirawan TNI Kivlan Zen. "Kemudian tersebar, kan, simbol-simbol palu arit di berbagai tempat. Seperti yang banyak diberitakan di berbagai tempat lah. Kemudian cabut TAP MPRS. Bahkan juga ada dokumen PKI 2006, 2010, 2011 di Magelang. Dokumennya seperti yang disampaikan pak Kivlan itu," ujarnya.

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta membantah telah menyelenggarakan menyelenggarakan kongres Partai Komunis Indonesia (PKI) atau diskusi yang mengarah pada bangkitnya komunisme.

"Tidak ada sama sekali diskusi atau kongres tentang komunisme, acara yang kami selenggarakan murni diskusi sejarah dan pentas seni yang menampilkan beberapa seniman," kata Yunita salah satu narahubung YLBHI kepada Antara di Jakarta, Senin (18/9/2017) dini hari. 

Berdasarkan informasi dari akun twitter Kontras, @KontraS, diskusi yang bertema "Asik Asik Aksi" tersebut mengundang beberapa narasumber untuk menjelaskan tentang sejarah 1965.

Seperti dikutip dari Antara, poster yang disebarkan LBH Jakarta yang beralamat di Jalan Diponegoro No 74, Menteng, Jakarta Pusat menuliskan adanya penampilan musik, puisi, stand up comedy dan diskusi yang mengangkat tentang kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi. Acara tersebut mengangkat tagar #DaruratDemokrasi #PolisiTakBerdaya. 

Beberapa waktu setelah acara digelar, sekitar pukul 22.00 WIB, ratusan massa yang mengatasnamakan beberapa organisasi kemasyarakatan mengepung gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Menteng, Jakarta, hingga Senin dini hari.

"Semakin malam massa semakin bertambah, dan beberapa di antaranya sempat melempari kerikil ke dalam Gedung YLBHI," kata Yunita. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/