Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
24 jam yang lalu
Kadispora DKI Optimistis Timnas U-23 Indonesia Raih Tiket ke Olimpiade 2024 Paris
2
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
Olahraga
24 jam yang lalu
Pemprov DKI Adakan Nobar Indonesia Lawan Irak di Piala Asia U 23
3
Indonesia Kalah, Gol Jasim Elaibi Paksa Indonesia Terbang ke Paris
Olahraga
15 jam yang lalu
Indonesia Kalah, Gol Jasim Elaibi Paksa Indonesia Terbang ke Paris
4
Lawan Irak, Ini Harapan Iwan Bule Jelang Laga Timnas Indonesia
Olahraga
21 jam yang lalu
Lawan Irak, Ini Harapan Iwan Bule Jelang Laga Timnas Indonesia
5
Persib Bersiap Menyongsong Championship Series
Olahraga
19 jam yang lalu
Persib Bersiap Menyongsong Championship Series
6
FIBA dirikan Kantor Perwakilan di Jakarta, Menpora Dito: Wujud Kepercayaan Dunia Basket
Olahraga
20 jam yang lalu
FIBA dirikan Kantor Perwakilan di Jakarta, Menpora Dito: Wujud Kepercayaan Dunia Basket
Home  /  Berita  /  GoNews Group

MK Larang Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD, Pengamat: Bisa Kecaukan Tahapan Pemilu

MK Larang Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD, Pengamat: Bisa Kecaukan Tahapan Pemilu
Maksimus Ramses Lalongkoe. (istimewa)
Senin, 23 Juli 2018 20:00 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Pengamat Politik dari Lembaga Analisis Politik Indonesia, Maksimus Ramses Lalongkoe menegaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus partai politik menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bisa mengacaukan proses pemilihan umum khususnya bagi partai politik peserta pemilu, sebab putusan ini terjadi saat proses pencalegkan berlangsung.

"Putusan MK ini bisa timbulkan kekacauan dan kegaduhan proses pemilu khususnya bagi partai politik peserta pemilu yang saat ini sedang memproses calon anggota legislatif atau caleg," kata Ramses di Jakarta, Senin (23/7/2018).

Pengajar Universitas Mercu Buana Jakarta ini menjelaskan, kekacauan ini terjadi karena sesuai putusan MK tersebut maka pengurus partai politik yang saat ini mencalonkan diri menjadi calon anggota DPD RI harus mengundurkan diri, sementara di sisi lain, proses verifikasi partai-partai peserta pemilu sebelumnya melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dinyatakan lolos dan memenuhi syarat karena dilengkapi dengan komposisi kepengurusan sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).

"Dalam putusan ini jelas bila ada pengurus partai yang ikut calon DPD maka harus mundur dari pengurus partai. Inikan kacau sebab pengurus partai inikan namanya sudah masuk di KPU dan sebelumnya sudah mengikuti proses verifikasi partai peserta pemilu berdasakan SK Menkumham). Kalau mereka mengundurkan diri lalu bagaimana dengan kelengkapan administrasi di KPU terkait dengan lolosnya satu partai peserta pemilu? Kan ini jadi kacau," ujar Ramses.

Putusan MK ini lanjut Ramses menimbulkan kegaduhan apalagi putusan ini dilakukan saat proses tahapan pemilu berlangsung.

Untuk itu kata Ramses, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa mengeluarkan aturan khusus terkait pemberlakukan Putusan MK sehingga tidak menimbulkan kegaduhan proses pemilu yang dapat merugikan partai dan hak politik masyarakat.

KPU lanjut Ramses, bisa mengeluarkan kebijakan, bila pengurus partai politik yang sudah terpilih menjadi anggota DPD maka wajib mengundurkan diri sesuai dengan hasil putusan MK sehingga tahapan dan proses pemilu saat ini tidak menjadi kacau.

"Saya kira KPU bisa mensiasati artinya mereka bisa terbitkan keputusan bahwa pengurus partai akan mundur setelah dia terpilih jadi anggota DPD sehingga ada ruang bagi partai untuk melakukan reposisi kepengurusan sehingga tidak menimbulkan kecacuan," katanya.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pengujian materi Pasal 128 huruf l Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Uji materi itu diajukan oleh Muhammad Hafidz.

"Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang pleno putusan di Kantor MK, Jakarta, Senin (23/7/2018).

Pemohon mengajukan pengujian norma sepanjang frasa "pekerjaan lain" pada pasal 128 huruf l UU Pemilu.

Pasal itu menyatakan, perseorangan dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan antara lain tak praktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, atau hak sebagai anggota DPD.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/