Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Bernard van Aert Resmi Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
23 jam yang lalu
Bernard van Aert Resmi Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
2
PERBASI Panggil 14 Pemain untuk Ikut TC Tahap Kedua Timnas Basket U-18 Putri di Bali
Olahraga
23 jam yang lalu
PERBASI Panggil 14 Pemain untuk Ikut TC Tahap Kedua Timnas Basket U-18 Putri di Bali
3
PT Pertamina Siap Dukung PB Percasi Lahirkan Pecatur Andal
Olahraga
13 jam yang lalu
PT Pertamina Siap Dukung PB Percasi Lahirkan Pecatur Andal
4
Susanto Megaranto Kalah, IM Gilbert Elroy Tarigan Bermain Remis
Olahraga
12 jam yang lalu
Susanto Megaranto Kalah, IM Gilbert Elroy Tarigan Bermain Remis
Home  /  Berita  /  Riau

Raja Kecil, Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura dan Makam Sultan di Masjid Raya Senapelan

Raja Kecil, Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura dan Makam Sultan di Masjid Raya Senapelan
Ilustrasi
Minggu, 05 Agustus 2018 17:44 WIB
Penulis: Ira Widana
SULTAN Abdul Jalil Rachmad Syah atau dikenal dengan Raja Kecil adalah pendiri kerajaan Siak yang memerintah dari tahun 1723 M hingga tahun 1746 M.Beliau adalah putra dari Sultan Mahmud Syah II dengan ibundanya bernama Encik Pung atau Encik Apung, putri dari Datuk Laksemana dari Kerajaan Johor.

Sultan Abdul Jalil Rachmad Syah memiliki istri yang bernama Tengku Kamariyah putri dari Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dari Kerajaan Johor dan istri istrinya yang lain dengan dikaruniai beberapa orang putra yang bernama Tengku Alam (Raja Alam) dari istrinya putri dari Dipati Batu Kucing, Palembang dan Tengku Buang Asmara (Raja Buang Asmara) dari istrinya Tengku Kamariyah.

Pada tahun 1746 Sultan Abdul Jalil Rachmad Syah mangkat di lstananya dikarenakan mendapatkan tekanan jiwa atas kematian istrinya Tengku Kamariyah di daerah Buantan dan dimakamkan di sana, kemudian diberi gelar Marhum Buantan.

Selanjutnya kerajaan dipimpin oleh Tengku Buang Asmara. Dia meerupakan sultan kedua yang memerintah kerajaan Siak dengan gelar Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzaffar Syah.

Di masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzaffar Syah ibukota Kerajaan Siak dipindahkan dari Buantan ke Sungai Mempura Besar dan dinamakanlah kota Siak itu Siak Sri Indrapura.

Pada struktur pemerintahan diangkatlah putra Tengku Alam sebagai Panglima Besar Kerajaan yaitu Tengku Muhammad Ali. Mereka berdua ikut berperang melawan Belanda pada tahun 1759 M.

Dalam perang Guntung itu dimenangkan oleh kerajaam Siak dengan membunuh Vandrig Hansen atas bantuan Syaid Umaryang langsung menikam Vandrig Hansen disaat berlangsungnya perundingan.

Perundingan tersebut berlangsung di benteng Belanda yang berada di Pulau Guntung tepatnya pada tanggal 6 November 1759 M.

Pada tanggal 23 November 1760 M mangkatlah Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzafaar Syah karena sakit di lstananya. Beliau dimakamkan di daerah Sungai Mempura Besar dan kemudian bergelar Marhum Mempura Besar.

Setalah kemangkatan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, beliau digantikan oleh putranya Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin. Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah memiliki beberapa orang istri dan anak di antaranya: Istrinya To’Wai dikaruniai dua orang anak Tengku Embung Besar dan Tengku Musa atau Tengku Endut.

Istrinya O’Puwan dikaruniai dua orang anak juga, pertama Tengku Ismail (Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin) dan Tengku Daud.

Tengku Ismail (Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin) merupakan Sultan Siak yang ke- 3 yang naik tahta pertama pertama kalinya pada tahun 1760 M sampai dengan tahun 1761 M.

Masa pemerintahan beliau sangat singkat, karena Raja Alam (Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah)kembali ke Siak untuk menuntut haknya sebagai raja dari Sultan Ismail karena beliau memang berhak atas tahta Siak.

Tengku Alam adalah putra sulung dari Raja Kecil dengan putri Dipati Batu Kucing. Pada saat Raja Kecil wafat Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah yang pada saat itu menjabat sebagai Raja Muda tidak puas akan jabatan tersebut dan memberontak tetapi mengalami kekalahan kemudian melarikan mula mula ke Batu Bara dan terus ke Palembang.

Setelah Tengku Buang Asmara wafat barulah Tengku Alam atau Sultan Abdul Jalil Alammuddin Syah dapat mengusai Siak dengan bantuan dari Belanda yang melakukan serangan bertubi tubi ke Siak yaitu tepatnya pada tanggal 14 April 1761 M sampai dengan 17 Juni 1761 M.

Setelah Sultan Alamuddin wafat, maka tahta jatuh ketangan putranya yaitu Sultan Muhammad Ali. Pada saat itu Sultan Ismail mundur ke Pelalawan.

Karena tidak menyukai hal tersebut maka Sultan Ismail kembali ingin merebut tahta kerajaan dari Sultan Muhammad Ali. Setelah melakukan penyerangan terhadap kekuasaan Sultan Muhammad Ali, maka Sultan Ismail berhasil merebut tahta kerajaan dengan cara damai dari Sultan Muhammad Ali kepada Sultan Ismail yang bertindak sebagai penengah adalah Belanda.

Pada tahun 1779 M Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin naik tahta untuk yang kedua kalinya dengan gelar Sultan Ismail Abdul Jalil Rahmad Syah dan pada masa pemerintahan yang kedua ini, pusat pemerintahan Kerajaan Siak di pindahkan dari Senapelan ke Mempura Kecil.

Dan Tengku Muhammad Ali diangkkat kembali sebagai Panglima Besar di Kerajaan Siak. Sultan Ismail dan Tengku Muhammad Ali meminta bantuan berupa perlindungan dari Belanda jika ada serangan dari musuh musuh kerajaan yang ingin merebut kerajaan.

Pada akhir tahun 1781 M Sultan Ismail wafat dan bergelar Marhum Mangkat di Balai karena sultan mangkat di ruang persidangan (balai), dan digantikan oleh putranya yang bernama Tengku Sulung (Sultan Yahya). Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin dikaruniai beberapa orang keturunan yaitu:

Tengku Sulung (Sultan Yahya), Tengku Abdurrahman , Tengku Saleh , Tengku Seedah, Tengku Asiah, Tengku Tijah, Tengku Alan (Sultan Abdul Jalil Alammudin Syah)

Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah naik tahta pada 17 Juni 1761 M yang telah berhasil mengalahkan dan menggantikan keponakannya Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin atas bantuan Belanda yang mempunyai keterikatan dengan Tengku Alam yaitu sebuah perjanjian tepatnya pada 16 Januari 1761 M yang secara keseluruhan isinya menyatakan bahwa Tcngku Alam saling membantu dengan Belanda dalam penyerangan merebut kekuasaan di Siak.

Jika kedua belah pihak berhasil merebut kekuasan Kerajaan Siak, maka hasilnya dibagi dua antara Tengku Alam dengan Belanda serta membayar utang yang telah dipcrbuat Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzafar Syah terhadap Belanda sebelumnya.

Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alammuddin Syah pusat pemerintahan dipindahkan dari Mempura Besar ke Sungai Palem (Senapelan) dikarenakan desakan Belanda terhadap sultan dimana sultan tidak memenuhi perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Beliau membuka jalur perdagangan di Senapelan sehingga Senapelan berkembang pesat menjadi pusat dagang yang disinggahi kapai kapal dari berbagai penjuru.

Sultan ini ternyata sudah mempersiapkan Alamuddin mempersiapkan putranya Tengku Muhammad Ali sebagai penggantinya kelak yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Panglima Besar pada saat pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzaffar Syah.

Setelah itu, usaha lain yang dilakukan oleh Sultan Alamuddin adalah mcnikahkan putrinya yang bcmama Tengku Embung Badariah dengan seorang bangsawan arab yang bernama Syaid Usman bin Abdurrahman Al Sahab dengan tujuan untuk memajukan agama Islam di daerah Senapelan.

Pada tahun 1766, Sultan Abdul Jalil Alammudin Syah mangkat dikarenakan usianya. Beliau digantikan oleh putranya Tcngku Muhammad Ali. Sultan Alamuddin di makamkan di daerah Senapelan tepatnya dihalaman Mesjid Senapelan dan bergelar Marhum Bukit.

Sultan meninggalkan seorang istri istri yang bcrnama Daeng Tijah dengan gelar Sultanah Qodijah dengan dua orang anak yang bemama Tengku Muhammad Ali dan Tengku Embung Badariah.

Ada riwayat yang menyatakan bahwa ada 4 orang penyiar Islam dari tanah arab yang bermukim di daerah Siak pada saat pemerintahan Sultan Alammuddin Syah, mereka adalah :

1. Syaid Usman bin Abdurrahman Al Sahab2. Syaid Abdullah A1 Qudsi3. Syaid Muhammad bin Ahmad Al Aydrus4. Syaid Husin Al Qadri

Di masa pemerintahan Sultan Alamuddin Syah, Syaid Usman diangkat sebagai Panglima Besar Kerajaan Siak. Beliau dapat memusnahkan bajak bajak laut yang ada disekitar Selat Malaka dengan menggunakan dua senjata pusaka yaitu Siraga (buaya berenang) dan Besi Uta uta sebuah besi bulat yang diberi joran dan dapat menduduki muara Sungai Siak.

Dari pernikahannya dengan Tengku Embung Badariah anak dari Sultan Alamuddin Syah, beliau dikaruniai 7 orang anak antara lain:

1. Tengku Udo Sayid Ali (Sultan Syarif Ali)2. Tengku Long Tih3. Tengku Besar Sayid Abdurrahman (menjadi 4. Raja di Pelalawan)5. Tengku Panglima Besar Sayid Ahmad (Panglima Besar Tebing Tinggi)6. Tengku Ngah Kalakap (Mangkat Muda)7. Tengku Hitam8. Tengku Buntat (mangkat muda)

Sedangkan dengan istrinya yang bernama Encik Jebah dikaruniai seorang anak yang bemama Syaid Hamid (Tengku Bujang). Pada pemerintahan Sultan Yahya, Syaid Hamid membantu saudaranya yaitu Syaid Ali dan Syaid Abdurrahman dalam menyerang Sambas.

Syaid Usman bin Abdurrahman wafat di Langkat bertepatan dengan mangkatnya Sultan Alamuddin Syah yaitu pada tahun 1766. Di masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali berkuasa, makamnya dipendahkan ke Pekanbaru tepatnya di samping Mesjid Raya Pekanbaru yang bersebelahan dengan Makam lstrinya Tengku Embung Badariah dan beliau bergelar Marhum Barat.(Bersambung)

Sumber:Dokumen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Kategori:Pendidikan, Riau
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/