Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Boy Pohan Berebut Tiket Wasit/Juri Tinju Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
13 jam yang lalu
Boy Pohan Berebut Tiket Wasit/Juri Tinju Olimpiade 2024 Paris
2
Kejutan, Aditya Tahan Remis Unggulan Pertama di Pertamina Indonesia Grand Master Tournament 2024
Olahraga
9 jam yang lalu
Kejutan, Aditya Tahan Remis Unggulan Pertama di Pertamina Indonesia Grand Master Tournament 2024
3
Mandiri 3X3 Indonesia Tournament 2024 Disambut Antusias di Medan
Olahraga
6 jam yang lalu
Mandiri 3X3 Indonesia Tournament 2024 Disambut Antusias di Medan
4
UEA Dukung Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 FIFA 2027
Olahraga
1 jam yang lalu
UEA Dukung Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 FIFA 2027
5
Duel Fisik dan Membaca Permainan Itu Keunggulan Sergio Ramos
Olahraga
6 jam yang lalu
Duel Fisik dan Membaca Permainan Itu Keunggulan Sergio Ramos
6
Pelita Jaya Jadi Tim Pertama Lolos BCL Asia, Coach Ahang Blak-blakan Terkait Persaingan di Next Round
Olahraga
1 jam yang lalu
Pelita Jaya Jadi Tim Pertama Lolos BCL Asia, Coach Ahang Blak-blakan Terkait Persaingan di Next Round
Home  /  Berita  /  DKI Jakarta

Selain Menjaga Kearifan Lokal, Apakah 'Kewajiban' Jilbab Siswi SMU di Riau Bentuk 'Pelanggaran' Kebhinekaan?

Selain Menjaga Kearifan Lokal, Apakah Kewajiban Jilbab Siswi SMU di Riau Bentuk Pelanggaran Kebhinekaan?
Ilsutrasi.
Jum'at, 31 Agustus 2018 11:57 WIB
JAKARTA - Merujuk regulasi pemerintah pusat, sekolah harus menghormati agama dan keyakinan peserta didik saat membuat ketentuan seragam.

Sebuah sekolah menengah atas di Kabupaten Rokan Hulu, Riau, dilaporkan mewajibkan seluruh siswinya mengenakan jilbab, termasuk bagi yang non-Muslim.

Ketentuan itu dianggap tak sesuai dengan kebhinekaan yang diajarkan di bangku sekolah, namun kepala sekolah mengatakan 'ini hanya imbauan dan merupakan bagian dari kearifan lokal'.

Peraturan ini diterapkan di SMA Negeri 2 Rambah Hilir di Rokan Hulu. Kewajiban berjilbab bagi siswi non-Muslim di sekolah negeri 'bukan hanya di Banyuwangi saja.

Pimpinan sekolah, Norman, menyebut ketentuan berpakaian itu bukan keharusan dan tak diatur secara tertulis. Norman mengatakan sejak lama sekolahnya hanya mengimbau pemakaian jilbab, yang disebutnya sesuai dengan nilai keislaman yang kental di Riau.

"Riau adalah daerah Muslim, tapi memang ada pendatang. Dari 472 siswa kami, hanya 40 yang non-Muslim," kata Norman kepada BBC Indonesia, Senin (28/08/2018).

"Jadi arahan kepala sekolah terdahulu, yang non-Muslim juga berjilbab. Kami tidak pernah sampaikan itu hal wajib," kata Norman.

Ia menganggap aneh keluhan kaidah berjilbab yang muncul belakangan. Ia mengklaim, selama ini sekolahnya tidak pernah menjatuhkan sanksi pada siswi non-Muslim yang tak mengenakan jilbab. "Kalau wajib berarti ada sanksi, selama saya menjadi kepala sekolah, tidak pernah ada yang disanksi, saya juga pernah lihat siswi tidak berjilbab. Ini sekedar motivasi bagi anak didik," ujarnya.

Isu wajib jilbab di sekolah-sekolah Riau sebelumnya pernah muncul tahun 2016. Saat itu, SMP Negeri 3 di Indragiri Hulu mengharuskan seluruh siswi mereka mengenakan jilbab. Namun ketika itu Dinas Pendidikan Riau segera menegur pimpinan sekolah dan menganulir ketentuan ini.

Bagaimanapun, meski kebudayaan Riau sarat nilai-nilai keislaman, pengamat menilai sekolah tidak seharusnya mewajibkan siswa non-Muslim mengenakan jilbab.

Anggota Dewan Pertimbangan Persatuan Guru Republik Indonesia di Riau, Jakiman, menganggap sekolah merupakan ruang untuk menyemai keberagaman dan kebhinekaan.

"Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Artinya, Islam sangat pekat," kata Jakiman.

"Jilbab untuk menjalankan syariat agama dan demi norma kesopanan tidak masalah. Tapi kalau dipaksakan, saya rasa itu perlu ditinjau kembali," tambah Jakiman.

Jakiman menuturkan, kewajiban berjilbab hanya dapat diatur dalam sekolah berbasis agama. Menurutnya, para peserta pelajar yang bersekolah di lembaga agama harus siap dengan konsekuensi tersebut.

"Sekolah swasta seperti yang dibangun Muhammadiyah memang ada untuk menjalankan syariat," kata Jakiman.

Merujuk Peraturan Menteri Pendidikan nomor 45 tahun 2014, setiap sekolah dapat mengatur pakaian seragam bagi peserta didik mereka.

Namun, seperti tertuang dalam pasal 3 ayat (4) huruf d, sekolah harus memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah sekolah di beberapa kota mengharuskan setiap siswi mereka mengenakan jilbab.

Di Padang, tahun 2008, seperti dilaporkanTempo , siswi diimbau mengenakan jilbab, meski tak diwajibkan untuk siswi non-Muslim. Saat itu, ketentuan tersebut berlaku bukan hanya di Pdang, tapi hampir di seluruh Sumatera Barat. Sementara tahun 2017, isu serupa muncul di Yogyakarta dan Banyuwangi.

Adapun, DKI Jakarta era Basuki Tjahaja Purnama pernah secara terang-terangan melarang sekolah negeri di ibu kota memaksakan seragam berjilbab. Basuki alias Ahok saat itu beralasan, jilbab merupakan panggilan jiwa yang tak dapat dipaksakan orang lain.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Riau, DKI Jakarta, Pemerintahan, Pendidikan, Peristiwa, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/