Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
Olahraga
12 jam yang lalu
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
2
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
Pemerintahan
12 jam yang lalu
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
3
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
Hukum
11 jam yang lalu
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
4
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
Umum
11 jam yang lalu
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
5
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
Umum
11 jam yang lalu
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
6
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Umum
11 jam yang lalu
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Home  /  Berita  /  GoNews Group

RI Negara Maritim, Kenapa 48 Persen Nelayan Miskin?

RI Negara Maritim, Kenapa 48 Persen Nelayan Miskin?
Ilustrasi.
Rabu, 14 November 2018 14:02 WIB
JAKARTA - Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, keprihatinannya pada kondisi nelayan di Indonesia. Ia melihat petani dan nelayan masih miskin di Indonesia, padahal Indonesia adalah negara maritim dan memiliki kekayaan yang subur.

"Yang ironis di Indonesia adalah kita tahu Indonesia tak hanya subur tapi jenis pertaniannya terdiversifikasi dengan baik tapi siapa kelompok paling miskin? Dua: petani sama nelayan masyarakat. Ini selalu yang paling ironis di Indonesia," ucap Bambang di diskusi Sumbang Pemikiran Kadin untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Rabu (14/11/2018) di Jakarta.

Solusi yang diajukan Bambang kepada pelaku industri, dalam hal ini kelautan dan perikanan, adalah mulai meninggalkan konteks tradisional dan fokus pada teknologi agar industri perikanan menciptakan ekspor besar dengan nilai tambah, serta menghasilkan lapangan kerja yang banyak.

Namun, ia mengingatkan agar Indonesia tidak bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA). "Jangan sampai Indonesia ke depan adalah sangat tergantung dengan SDA. Kita harus bisa diversifikasi, dan diversifikasi yang terbaik adalah nilai tambah. Di mana? Di sektor manufaktur dan jasa," ujar dia.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB Rokhmin Dahuri menjelaskan nelayan berada di angka 20 hingga 48 persen dan 10-30 persen pembudidaya masih miskin.

"Dari data BPS, nelayan miskin itu 20 persen, kalau dari standar miskin Bank Dunia, memakai USD 2,5 per hari, itu yang miskin masih 48 persen," tutur dia.

Ia pun menerangkan, hal itu tak terlepas dari rendahnya pemakaian teknologi dan sebagian besar usaha kelautan dan perikanan dilakukan secara tradisional.

Sebagai contoh, 625.633 unit kapal ikan, hanya 3.811 unit (0,6 persen) yang tergolong modern dan dari 380 ribu ha tambak udang, hanya 10 persen yang modern, kemudian dari 60.885 Unit Pengolahan Ikan hanya 178 (1,2 persen) yang modern.

Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Suseno Sukoyono menjabarkan gagasan dalam draft awal Rancangan Teknokratik Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2020-2024. Dalam kategori kesejahteraan, tertulis program penigkatan SDM dan inovasi teknologi untuk meningkatkan kualitas sumber daya.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina (Persero) terus mengejar realisasi penyaluran konverter kit dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) untuk nelayan. Selain mampu meningkatkan ekonomi nelayan melalui penghematan biaya melaut, penggunaan Elpiji juga lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar Premium.

Pada acara penyerahan konverter kit kepada 144 nelayan di Manado, Staf Khusus Menteri ESDM Widyo Sunaryo menjelaskan manfaat konversi BBM ke BBG untuk nelayan selain membantu perekonomian nelayan juga mempunyai manfaat lain. Penyerahan konverter kit dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tumumpa, Kota Manado.

"BBG lebih hemat, bersih, mudah digunakan, aman dan ramah lingkungan. Karena gas yang sifatnya tak ada residu sehingga udara lebih bersih. Ini cocok untuk Sulawesi Utara yang berusaha meningkatkan wisata laut," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu 10 November 2018.

Kebutuhan Elpiji 3 kg bagi nelayan di Kota Manado diperkirakan sekitar lebih dari 500 tabung. Sedangkan kebutuhan Elpiji 3 kg bagi nelayan Wajo diperkirakan sekitar 4.656 tabung per bulan.

General Manager Pertamina Marketing Operation Region (MOR) VII Sulawesi, Werry Prayogi menyampaikan bahwa Pertamina akan menambah pangkalan elpiji 3 kg untuk memenuhi kebutuhan nelayan.

"Untuk wilayah Manado, kami akan menambah 1 pangkalan baru. Sementara untuk Kabupaten Wajo, kami akan tambah 5 pangkalan baru," kata Werry.

Dengan pembagian konverter kit, hingga kini telah dibagikan 7.207 paket konverter kit dari target 10.401 untuk wilayah Sulawesi di tahun ini.***

Editor:Muslikhin Effendy
Sumber:liputan6.com
Kategori:GoNews Group, Ekonomi, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/