Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Pelita Jaya Jadi Tim Pertama Lolos BCL Asia, Coach Ahang Blak-blakan Terkait Persaingan di Next Round
Olahraga
19 jam yang lalu
Pelita Jaya Jadi Tim Pertama Lolos BCL Asia, Coach Ahang Blak-blakan Terkait Persaingan di Next Round
2
UEA Dukung Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 FIFA 2027
Olahraga
20 jam yang lalu
UEA Dukung Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 FIFA 2027
3
Penuhi Target ke Semifinal Piala Asia U 23, Timnas Indonesia Selangkah Lagi Raih Tiket ke Paris
Olahraga
14 jam yang lalu
Penuhi Target ke Semifinal Piala Asia U 23, Timnas Indonesia Selangkah Lagi Raih Tiket ke Paris
4
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
Olahraga
14 jam yang lalu
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
5
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
2 jam yang lalu
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
6
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
Olahraga
2 jam yang lalu
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Utang BUMN Tembus Rp 5.000 Triliun Lebih?

Utang BUMN Tembus Rp 5.000 Triliun Lebih?
Ilustrasi.
Selasa, 11 Desember 2018 16:28 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Komisi VI DPR RI (3/12) kemarin menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro dan sejumlah BUMN dengan utang terbesar.

RDP tersebut mengulas soal utang BUMN. Setidaknya ada 10 BUMN dengan utang terbesar.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menunjukkan, kinerja 10 BUMN yang dinilai memiliki utang relatif besar dibanding perusahaan lainnya.

"Total liabilitas 10 BUMN itu mencapai Rp4.478 triliun, tetapi setelah dikurangi DPK (dana pihak ketiga) Rp2.448 triliun, cadangan Rp220 triliun, dan dana talangan atau utang lainnya 79 triliun, nilai pinjaman riil sekitar Rp1.781 triliun," sebut Aloysius, seperti dikutip dari situs Antara, Selasa (4/12).

Lalu, dari mana informasi bahwa utang BUMN Rp5.271 triliun? Angka tersebut disampaikan Aloysius dalam menanggapi berbagai pemberitaan yang menyebut utang BUMN menembus angka Rp5.271 triliun.

Aloysius menyebut, angka Rp5.271 triliun muncul karena masih mengikutsertakan DPK pada perbankan BUMN, cadangan premi, dan utang lain yang sifatnya talangan.

Dana yang tidak dapat disebut utang. Secara aktuaris, cadangan premi, utang pegawai, dan dana talangan memang dianggap sebagai utang. Tetapi secara riil, sifatnya tidak sama seperti pinjaman berbunga yang diberikan oleh pihak kreditur.

Ia menjelaskan pinjaman yang sifatnya talangan tidak dapat disebut sebagai utang riil, karena sifatnya sementara, dan ada jaminan pasti akan dibayar setelah proyek tuntas.


"Misalnya, banyak perusahaan konstruksi yang melakukan pre-financing, menalangi terlebih dahulu biaya-biaya yang diperlukan sebelum anggaran turun untuk memulai proyek pembangunan. Contohnya saja dalam pembuatan jalan tol, kontraktor butuh meminjam dulu uang dari bank untuk pembebasan lahan," jelas Aloysius.

Utang BUMN masih dalam kategori proporsional. Aloysius mengatakan nilai utang riil 143 perusahaan pelat merah masih dianggap proporsional. Dia menekankan, utang bukan hanya soal jumlah, tapi lebih ke rasionya terhadap ekuitas. "Dan saat melihat utang, kita harus mengetahui juga aset yang dimiliki BUMN," sebut Aloysius.

Utang riil BUMN hingga kuartal III 2018 mencapai Rp2.448 triliun, sementara nilai aset ada sebanyak Rp7.718 triliun. Untuk total liabilitas 143 perusahaan pelat merah mencapai Rp5.271 triliun, sedangkan ekuitasnya mencapai Rp2.414 triliun.

Dari angka tersebut, menurut Aloysius, utang BUMN masih relatif aman, mengingat jumlah aset dan ekuitas yang relatif besar.

Alasan BUMN sebut utang mereka masih aman. Aloysius menjelaskan, salah satu indikator menilai utang BUMN masih aman adalah menghitung rasio utang terhadap ekuitas atau debt equity rasio (DER).

Semakin rendah nilai DER menunjukkan suatu perusahaan memiliki kemampuan baik membayar utangnya, tetapi apabila nilai DER tinggi, menunjukkan pinjaman yang dimiliki berisiko sulit dikembalikan.

Apabila melihat liabilitas BUMN per kuartal III 2018 dan jumlah ekuitasnya, maka nilai DER sekitar 2,18. Jumlah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nilai DER BUMN dari lima sektor industri pada 2017 yang mencapai 2,4.

Nilai DER tertinggi pada 2017 diperoleh oleh BUMN sektor perbankan yang mencapai 6,00. Namun, angka itu tidak berbeda jauh dari perusahaan non-BUMN atau industri yang mencapai 5,66.

Sementara itu, nilai DER terendah pada 2017 ditemukan pada BUMN sektor telekomunikasi sebanyak 0,71. Angka itu lebih kecil dari nilai DER pihak swasta yang mencapai 1,29.

Berikut daftar 10 BUMN dengan utang terbesar:

1. PT BRI (berutang Rp1.008 triliun)
2. PT Bank Mandiri (Rp997 triliun)
3. PT BNI (Rp660 triliun)
4. PT PLN (Rp543 triliun)
5. PT Pertamina (Rp522 triliun)
6. PT Bank Tabungan Negara (Rp249 triliun)
7. PT Taspen (Rp222 triliun)
8. PT Waskita Karya (Rp102 triliun)
9. PT Telekomunikasi Indonesia (Rp99 triliun)
10. PT Pupuk Indonesia (Rp76 triliun).***

Sumber:Berbagai Sumber
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/